Dunia Harus Tahu: Natal Tahun Ini dan Toleransi yang Harus Berlanjut

Sedang kesal adalah sebuah definisi dari aku yang mengetik ini dari smartphone. Tapi ini cuma selingan. Daya tariknya ada di kisah yang akan kubagi. 


"Selamat natal" bagiku adalah ucapan yang boleh diucapkan untuk orang-orang yang merayakan. Dan menjelang natal tahun ini masih juga dibahas mengenai perspektif masyarakat mayoritas agama di Indonesia ini terhadap hal-hal yang menyikut sentimen beragama tentu ya, kepada agama minoritas. Masalah utamanya bahkan tetap "soal boleh tidak sebetulnya mengucapkan selamat natal pada mereka yang nasrani sedangkan kami muslim?" 

Seolah tiada jenuh dan tetap berpikiran keruh mengenai hal itu, seolah berputar-putar saja di situ. Uh atau masyarakat sebetulnya skeptis, jadi masih mempertanyakannya di tahun-tahun selanjutnya ya? Ya, kita tunggu tahun depan saja mungkin tanpa covid suasana natal tahun depan bisa berubah. Setidaknya berkumpul bersama orang-orang tersayang tak terhalang layar telepon seluler dan beramai-ramai merayakan tak lagi niscaya seperti hari ini. 

Jawaban atas pertanyaan tersebut apa? Bagiku, kembali pada masing-masing. Boleh menganggapnya fanatik dengan tidak berucap, boleh juga berucap, atau juga bersikap netral. Semuanya boleh asalkan kita tahu menempatkan dan bisa memantaskan dan cukup rasional dalam bertindak-tanduk dalam saling mengasihi di kehidupan yang heterogen ini. 

Menteri agama kita yang baru dilantik saja pergi ke gereja dan mengatakan "saya menteri agama untuk semua agama" lalu kenapa kita jadi membedakan perayaan saudara kita yang notabene sebangsa dan setanah air hanya beda prinsip agamanya? Selain itu, ucapan menteri agama ini yang kutunggu-tunggu. Sebab dari dulu aku memiliki pertanyaan "Kenapa namanya kantor urusan agama tapi seolah mengurusi muslim saja? Padahal jelas-jelas kata "agama" bersanding di situ tanpa menggandeng label manapun. 

Bagaimana aku bisa berpikiran seperti itu? Aha! Mungkin aku kurang main ke KUA ya, membuatku memiliki persepsi demikian. Tapi mungkin juga persepsiku tumbuh karena dipupuk diskriminasi pada agama minoritas di Indonesia tercinta ini. Dari perbuatan itu, pun tak ada satu KUA yang kudengar jadi mediator awal. Ah ini asumsiku terhadap sekelumit isi dunia. Aku tak mau menyimpulkan dulu, aku belum sanggup tapi aku memroses untuk itu. 

Aku cuma berharap dari momen natal nyata yang tak setenang tahun sebelumnya tapi bisa didamaikan secara daring dapat memupuk rasa tenggang rasa, toleransi, dan tentu berpikir logis akan hal-hal yang berhubungan dengan keberagaman umat beragama ini. Dalam Pancasila sila satu, meski Tuhan YME kita tak sama, tapi setidaknya kita sama-sama memiliki jiwa Pancasila itu sebagai bukti cinta terhadap negara dalam bermasyarakat dan bermasyarakat dalam negara. Dari sini semoga orang-orang yang membaca pesanku setidaknya tahu sebelum memahami "Di masa bumi dan kita yang bahkan belum bisa pulih dari pandemi ini, mari menjaga sikap toleransi. Membuat diri lebih baik kepada sesama bukan berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongannya. Musuh kita di negara ini sekarang masih sama - memerangi corona yang tak pergi-pergi, bukan?- Mari membagi kasih pada natal tahun ini. Selamat malam, selamat natal sekali lagi❤" 

Foto yang kuminta dari orang yang bagiku mau menghargai perbedaan. Tujuan kita sama : memanusiakan manusia. 
Makasih, lancar tesisnya ya hahahaha mampus lu ngendas // inside jokes


Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��