Renung : Terapeutiknya Berkebun

Hai, syalom! ✋ Aku lagi dan sedikit cerita tentang kebun. Kali ini lebih menarik, karena tak bertujuan intrik, meski tetap berteman dengan jangkrik!. 🌻


Tanah dan Manusia 

Hal yang paling kutunggu setelah mendapatkan uang dari hasil jerih payah adalah membelikan media baru bagi tanamanku yang mulai tumbuh. Betul, aku tak sanggup melihat mereka berdesakan di antara polybag yang tak seberapa besar itu. Media berupa campuran pupuk kompos dan pupuk kandang seharga Rp 5.000,00 dengan berat 5kg kubeli agar tanamanku bisa tumbuh mandiri di tempatnya, sebab sudah masuk usia dewasa daunnya sudah tumbuh 3-5 helai, akarnya pun cukup kokoh untuk berdiri sendiri. 
Bagian paling menyenangkan lain setelah tumpukan tanah yang subur itu tiba di area kebun adalah saat membukanya. Mengaduk dan membuat tanah tersebut merata ikut keadaan pot atau polybag yang ku jadikan ruang buat tanah tersebut menghidupi makhluk yang bernafas. Berjam-jam di kebun dengan tanah rasanya membuatku perlahan mengikuti alur hidup yang tak tergesa-gesa, merasa hidup penuh dengan tantang yang patut disyukuri, penuh dengan liku yang harus tetap percaya dan sabar pada proses, hingga menjadi gagal yang memang tak terhindarkan. 
Menyatu dengan tanah laiknya ada hubungan yang signifikan dengan Firman Tuhan tentang manusia yang terbuat dari tanah. Membuat penghargaan atas keadaan yang kita terima jadi kembali pada siklusnya dengan tidak pernah meninggalkan asal. Iya, berkebun dengan media tanah membangkitkan rasa 'sense of belonging', menjadi satu dengan asal - yang di sini kita sebut sebagai tanah. 
Hubungan yang kujalin dalam episode-episode yang tak hanya semusim dengan tanah menjadi lebih meyakinkan setelah kutonton video Mako Talk dengan iparnya (Rara-Ben//duo pasangan sosiolog-antropolog cihuy panutan ululu//ih apaan sih shan? 😢) Bisa dilihat di sini videonya.
Mungkin aku berlebihan, tapi ternyata Rara-Ben juga beranggapan sama tentang main tanah lebih mengasyikkan daripada sistem penanaman lainnya. Yah, meskipun aku belum bisa bikin bedengan sendiri karena lahan di rumah yanh benar-benar seadanya dan bisa dibilang sempit. 

Bukan Hasil tapi Proses

Pada bagian akhir-akhir percakapan Mako tentang berkebun dan kesehatan mental, mereka membahas 'proses' dalam siklus berkebun Rara-Ben. Proses di sini merujuk pada cara emosi diredam tiap kali melakukan aktivitas yang mengharuskan kita terkena sinar matahari ini. Contohnya: marah kalau ada hama pada suatu hari di tanaman kita, padahal kemarin daun tanaman masih segar namun hari itu daunnya cuma tersisa sebagian. Aku sebagai orang yang mengalami hal yang sama mengamini penghargaan terhadap proses tersebut, sebab aku pun telah melalui fase itu. Aku memang marah, tapi tidak sampai terbawa suasana dan lanjut untuk mengganti tanaman tersebut, atau menaruhnya di tempat yang nyaman dan aman baginya. Emosiku teredam oleh kegigihan tanaman itu sendiri yang telah tumbuh tapi tak sampai menjadi hasil, rasanya malu kalau setelah marah kemudian menyerah. 
Pun setelah tahu tanaman ini terkena hama ini atau tanaman yang lain terkena hama itu, atau hama itu datangnya pada musim tertentu, hari-hari berikutnya tentu kita jadi waspada. Mencegah hal yang sama terulang pada tanaman yang kita hidupi dengan baik itu. 


Selain itu, Rara-Ben juga mengatakan bahwa mereka tak mengutamakan hasil (buah/sayur siap panen) dalam berkebun. Oleh karena itu mereka tidak selalu menayangkan apa yang terjadi pada tanaman-tanaman di kebun mereka terutama saat panen itu sendiri. Hal ini, masih kata mereka sebetulnya tergantung pada tujuan awal, saat kita memutuskan untuk menanam. Jika pun gagal pada suatu proses kita dapat kembali menggali tujuan itu dan perlahan membuatnya jadi pondasi yang kuat buat melangkah selanjutnya. Sehingga jika memang terjadi kegagalan setidaknya kita tahu dari titik mana harus memulainya, yang membuat kita secara tidak langsung untuk tidak mudah menyerah dengan keadaan baik dari segi tanaman dan dari kita yang merawat. 

Menghilangkan Stres dengan Berkebun

Jujur, berkebun adalah pelarianku setelah menulis dan membaca begitupun merajut atau menyanyi yang mulai jenuh. Di saat aku butuh suasana baru di tempat yang tak terkotakkan, aku pergi menengok kebun. Berdalih menengok biasanya juga sampai sejam. Apalagi kalau sudah menemukan keanehan di salah satu tanaman dan merambat ke tanaman lain. 
Mendapat kejadian demikian, yang ku lakukan tentu saja dengan senang hati memperbaiki, memberi ruang pikirku untuk mengeksplorasi ketidakbiasaan yang terjadi. Asyik! Iya, sampai asyik betul aku terbawa suasana hepi di kebun yang hampir tiap harinya memberikan kesan, pesan, dan masalah yang berbeda dengan solusi yang tentu saja berbeda (intermezzo: hh kalo gak tahu googling aja masalahnya entar nemu jawabannya). Aku betul-betul senang, meski mendapati ada masalah di kebun setidaknya aku bisa menyelesaikan dengan tak harus banyak bicara tapi harus banyak paham dan membaca. 

Pada suatu angan, aku menginginkan generasi +1/+2ku masih memiliki lahan untuk berkebun. Setidaknya mereka mengenal untuk ketahanan pangan di rumah sendiri, seperti tujuanku giat berkebun ini. 🌾



Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��