Dunia Harus Tahu: Kangen Kereta dan Sekitarnya

Hampir 3 bulan aku tak jumpa denganmu secara langsung bahkan hanya suaramu aku tidak bisa mendengarkan, ah begini saja buat rindu. Aku merasa terlalu jauh. Benar-benar jarak menjadi penghalang bagiku buat lagi melangkahkan kaki ke tempatmu berhenti sebentar di stasiun. 

STASIUN 
Pemberhentian yang satu ini saja sudah buatku hampir gila jika memikirkannya. Yap! Bagian paling dasar dari kereta ini adalah awal mula aku menyukai kereta. Sama seperti kesan pertama, begitulah stasiun jadi perantara bagiku dan kereta. 
Tapi stasiun tak pernah main-main dalam mengungkapkan rasa yang dimilikinya. Ia selalu berkata apa adanya tidak menutupi apapun tanpa berharap ada sesuatu di balik kehadirannya melengkapi suasana. 

Memilih keberangkatan kereta paling malam agar bisa lebih lama di kampung halaman

Pertama kali aku ke stasiun aku harus menempuh perjalanan darat menuju Surabaya karena relasi ke Bandung buat pulang kampung waktu itu belum bisa berhenti di stasiun kota kecil seperti Mojokerto. Usia 7 tahun waktu itu buat menunggu datangnya kereta di stasiun bagiku membingungkan karena yang ku lakukan selama itu adalah menaati setiap tutur orang tua. Ya kalau tidak, bisa-bisa aku lenyap ditelan kerumunan massa yang sama-sama menunggu datangnya kereta. Pun waktu itu, pedagang asongan masih berkeliaran tidak tertib di stasiun. Ah ya, bahkan di dalam kereta. Jadi tambah membingungkan kalau aku tidak diam saja menuruti perintah. 
Aku pernah merasakan sedih di stasiun. Saat itu ketika aku baru saja bertemu adik sepupuku yang lama tidak bertemu. Tapi sekalinya ketemu dia harus mengantarku kembali ke Jogja. Ya, ke stasiun. Momen pulang selalu berat bagiku, begitupun kembali. Ada adaptasi yang kadang kupaksa hadir agar semua berjalan baik-baik saja dan tanpa khawatir. 

Stasiun Talun dan kesaksian melihat perjuangannya. I love you, Im. 

Sedih juga ku rasakan melepas Jogja dan kenangan yang gak cuma indah itu di stasiun Lempuyangan. Ketika aku harus bertolak ke Jakarta buat rehat sejenak. 
Semarang Poncol juga jadi stasiun yang menyisakan kenang melepaskan tak terlupakan bagiku. Sebegitunya karena sebelumnya aku cuma meninggalkan kenangan yang begitu di atas motor. Sebab jarak Jogja-Temanggung-Semarang-Wonosobo-Pekalongan baru kali itu kutempuh dengan kereta. 
Tidak lupa pula aku pernah ketiduran di stasiun Solo Purwosari. Stasiun pertama yang mengenalkan relasi pendek kereta lokal Jogja - Solo, naik kereta Prameks (Prambanan Ekspres). Stasiun pertama yang jadi saksi aku kenal Memet (wakwakwak) dan keluguannya. Di stasiun itu, aku juga pernah melakukan perjalanan tercepatku, hanya untuk mengambil ponsel di Omku dan makan sup matahari dengan balik ke Jogja membawa selat solo yang terkenal itu. Stasiun Purwosari juga jadi tempatku dan Andhika, sahabat kecilku yang tak pernah kutahu tumbuh dewasanya, pada akhirnya bisa bertemu 2 tahun silam. 

Berkunjung benar-benar punya makna magis. Entah buat melepaskan, bertahan, memperkeruh, atau hanya menjalani keadaan. 

Stasiun yang juga pernah membuat momen bahagia terjadi selama ku jalani adalah Lempuyangan, saat itu perjalanan pertama Kadija(Kangen di Jalan) ke Kuningan turun Stasiun Cirebon Prujakan. Kita berangkat untuk menjenguk, untuk menghibur, dan beruntungnya ia yang kami jenguk kembali sehat dan bisa berkumpul lagi dengan Kadija. Itu momen bahagia karena Kadija bisa hahahihi dalam satu gerbong yang sama meski ada kejadian stnk motor dan botol minum (tupperwareku 😭) jatuh di jalan menuju ke stasiun dan ada salah satu anggota yang hampir ketinggalan kereta karena itu. Cemas sih di stasiun, tapi di kereta syukurlah bisa tenang. 
Selain Lempuyangan, stasiun Kota Probolinggo juga jadi tempat yang menyenangkan karena ia adalah tempat yang memberiku ketenangan sebelum bertolak ke Jogja atau kembali buat pulang. Stasiun Probolinggo tidak seperti stasiun kebanyakan yang ramai hiruk-pikuk. Seperti kotanya yang tidak terlalu ramai dan tenang, stasiunnya pun demikian. 

Campur Aduk di Kereta
Coba tebak apa yang campur aduk? Kalian sudah tahu kan.... Tentu saja suasananya. Tapi kalau kereta menurutku suasananya tercipta tergantung dengan kelas yang kita naiki saat itu. Wah bisa begitu ya?. Iya, bagiku begitu. 
Kalau memililih kelas ekonomi yang berhadapan, kita dihadapkan pula pada situasi yang harus serba menerima dan memahami liyan. Makanya kelas ekonomi ini sering kali jadi kereta jujugan kaum muda dan gerombolannya yang suka jalan-jalan karena murah, memang berhadapan sehingga memudahkan komunikasi, dan berisikpun ditolerir (kalau memang gak ada penumpang lain yang rese' bilang ke masinis  atau kru yang bertugas). 
Meskipun berisiko berisik dan mungkin posisi duduk yang tidak nyaman, di kelas ekonomi aku merasa senang karena bisa berinteraksi dengan orang lain. Melihat anak kecil yang main dengan orang tuanya, memerhatikan nasihat ibu pada anaknya, mendengar kelakar para orang tua yang baru saja berkenalan karena duduk berhadapan, hingga menikmati tawa renyah anak-anak muda yang bahagia mengenang masa-masa indah mereka. Ups! Tidak lupa suara tangis bayi yang mungkin belum bisa menyesuaikan diri di atas kereta api. 

Kalau penumpang lagi sepi, kereta ekonomi bagus buat isi konten. Tentu saja foto dibantu dengan teman yang mengasihimu. Kapan lagi aku yang difoto? Biasanya kan, aku yang ngefoto. 

Kalau di kelas selain ekonomi bahkan ekonomi premium pun, aku merasa tidak bisa melihat interaksi orang-orang yang kulihat di kereta ekonomi. Intinya, kalau pergi dengan kereta ekonomi rasa guyub yang menempel di masyarakat Indonesia itu seperti terlihat nyata terpupuk dengan baik. Kalau selain ekonomi, interaksi hanya sebatas pramugari/ra kereta dengan penumpang. 
Yah, meski ada kalanya bagiku memilih kereta bisnis karena memiliki tujuan agar tubuh yang lelah rehat sejenak di perjalanan dan merasakan tenang menikmati musik yang sudah jarang didengar, maupun buku yang baru saja kubeli belum sempat kubaca, atau bahkan memunculkan ide buat nulis dengan memejamkan mata (tidur di kereta maksudnya wkwkwk). 

Pemandangan di balik jendela kereta itu menakjubkan. Makanya kalau memang tempatku harusnya yang di samping jendela sesuai tiket aku akan duduk di sana kecuali, ada penumpang ngeyel yang maunya menang sendiri. Ya, paling juga bisa sabar sampai gak ketemu lagi di stasiun pemberhentiannya atau aku. 

Sudut-sudut di kereta tentu saja adalah bahan bagiku buat membuang dan mengganti kenangan. Eh! Mana ada aku membuang kenangan, apalagi mengganti. Begini, sudut-sudut di kereta adalah tempat terbaik buat meluruskan niat. 
Nah, iya. Setelah akhirnya berpisah di stasiun dengan manusia dan tempat kejadian kenangan yang kita sayang, tentu saja setelah itu dalam pikiran akan muncul ,"iya, setelah ini apa?bagaimana?mengapa?". Aku selalu begitu. Tepat di atas tempat duduk sesuai dengan tiket yang tertera, kala dudukku sudah benar-benar nyaman dan tidak ada rasa ingin kencing, yang ku lakukan adalah membangun kerangka berpikir selanjutnya karena saat itu dan ke depan tak bisa melakukan aktivitas yang seperti kemarin sehingga, aku membuat rencana hidup jangka pendek di atas kereta.

Tidak lupa refleksi diri di kaca toilet kereta api dengan selfie

Kupikir selama naik kereta aku tak akan ke restorasi kereta karena pramugari/ra sigap juga mengantarkan makanan. Ternyata tidak begitu juga. Aku pernah merasa sangat lapar dan lama menunggu pramugari lewat sehingga membuatku ke restorasi dan membuka pintu gerbong kereta ekonomi yang berat satu per satu. Ah ya. Di restorasi kereta pernah jadi tempatku berbincang menghabiskan waktu hingga sampai tempat tujuan, karena terpisah kursi dan gerbong. Harus sekalian makan atau minum kalau ke restorasi jika tidak begitu tidak boleh menikmati meja dan kursi kecil yang menghadap jendela ke luar buat memandang keajaiban semesta sambil berpikir dalam diam dengan 'berlama-lama'.

---------

Terjadi di Atas Kereta

Kamu menggenggam tanganku 
Persis saat di hall TBY menonton teater dengannya waktu itu 
Genggamanmu tidak begitu erat 
Ternyata kamu tetap takut kehilangan


Teredam Gesek Roda Besi

Tangisku tak bisa reda 
Menatap layar telepon sambil masih terisak 
Saat itu kubuka galeri 
Mengambil peranmu dalam setiap kenangku
Meneladanimu dalam sosok ibu 

Penumpang lain jadi ikut khidmat melihatku bercucuran air mata
Seolah aku perlu ditanya
Mereka mengerti saja tindakan itu tak menghasilkan solusi yang tepat 
Saat itu aku cuma dikerubungimu 
Berkisah dalam pilu sembilu haru 
Tapi kamu sedang bahagia 
Perjalanan di atas kereta dengan semangat kembalimu pada kuasa kehadiranmu


-----------










 





Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��