Resensi Drama: The World of The Married

Aku belum merampungkan episode pamungkas dari K-Drama "The World of Married". Bukan karena tidak penasaran dengan hasil akhir dari perseteruan di antara Dr. Ji, Tae Oh, dan pemeran lain, bukan. Aku tetap penasaran. Tapi karena wifi rumah yang sedang tidak baik-baik saja, akhirnya kutunda dulu melihat. Meskipun demikian, spoiler tetap ada kok, dari adikku. Katanya, akhir cerita tiap pemeran menjalani kehidupan masing-masing sebagai pilihan atas mereka sendiri. Iya, sebelumnya pemeran dalama drama ini banyak melakukan suatu tindakan dari kritik-saran orang lain di luar persepsinya sendiri. Kecuali, Dr. Ji menurutku. 
Baiklah, sebenarnya pun drama ini adalah drama yang paling behubungan dengan kehidupan kita. Tak dipungkiri, bahkan dalam keluarga besarku kejadian ini sangat dekat. Maka bukan hal yang tak mungkin drama ini disukai masyarakat karena ceritanya sangat dekat dengan masyarakat sendiri. Mungkin bagi orang awam, cerita dalam drama tersebut hanya berputar pada curiga antar pasangan, namun bagiku tak hanya demikian. Ada beberapa poin yang menjadi sorotanku selama drama ini tayang. 

Pertama, drama ini mengajarkan untuk berhati-hati dalam mengambil sikap melangkah ke jenjang pernikahan. Dulu, waktu aku mengambil kelas Antropologi Hukum, dalam kelas yang sedang membahas tentang harta gono-gini dalam suatu perceraian masyarakat secara agama atau adat tiba-tiba dosenku memberikan selingan perkataan berbunyi demikian " Kalau kalian nanti mau menikah buatlah perjanjian pranikah bersama pasangan kalian nanti. Tujuannya bila nanti ada salah satu di antara kalian yang memang mau klaim atas harta gono-gini apabila ada perceraian, pembagiannya sudah jelas". 
Pikirku pada saat itu, aku akan melakukan hal tersebut pada pasanganku kelak sebab itu adalah pemikiran visioner yang tidak ada salahnya dicoba lakukan. Benar, meski di dalamnya terdapat kata "cerai". Sekarang, di dunia ini tak ada seorang manusia pun yang menginginkan bersama untuk berpisah. Dibantah atau tidak, di alam bawah sadar pasti mengatakan 'tidak ingin'. Sebab pun cerai adalah kisah yang tak pernah diceritakan dalam kisah putri dan pangeran yang hidup bahagia sleamanya. Cerai dinomor terakhirkan tanpa pernah dibahas 'apabila' daripada'nya'. 

Kedua, anak adalah korban dari semua hal yang sengaja atau tidak dilakukan oleh orang dewasa. Tersebutlah perceraian maka ia adalah korban utama, seperti Joon Young sebagai anak korban perceraian dalam drama ini. 
Selain korban ia adalah saksi hidup orang tuanya, yang membuatnya trauma atas apa-apa yang telah dilakukan oleh orang tuanya saat bersama maupun saat pisah. Kleptomania jadi perilaku tercela yang diperbuatnya atas rasa kesal yang tak dapat diceritakannya. 
Dalam dunia nyata, aku pun dikelilingi anak-anak atas trauma seperti Joon Young. Meski di antara mereka pun ada yang telah jenuh terjebak dalam urusan orang dewasa dan tumbuh jadi manusia penyabar, kuat, serta bisa membuktikan dia bisa berdiri walau sedang terpuruk dengan keadaan rumah tangga, cerai orang tuanya. 

Ketiga, aku sangat senang dengan pernyataan Dr. Ji di episode 15 yang memedulikan nasib Da Kyung sebagai sesama perempuan. Bagiku, ini adalah cara menyampaikan informasi penting untuk memerangi hal yang benar, dalam hal ini maksudku adalah 'dunia yang patriatki'. Pada akhirnya, rekan Dr. Ji sesama perempuan pun sadar bahwa laki-laki di sekitar mereka bisa dikatakan 'brengsek' sebab cenderung menyalahkan perempuan tanpa sadar akan perilaku sendiri.  

Terakhir tapi mungkin bisa bertambah adalah tentang kepercayaan. Ini satu-satunya hal vital yang lagi dipermainkan dalam drama ini. Memercayai orang lain tanpa bisa memberikan kepercayaan itu terhadap diri sendiri dulu, jadi hal yang selalu dilempar-lemparkan di tiap episode dalam drama tersebut. 
Jika pun spoiler yang dikatakan adikku benar adanya, punya prinsip dan pilihan memang jawaban manjur dalam mengatasi masalah diri yang berhubungan dengan orang lain. Termasuk tak mengambil hati dengan membuatnya seolah merasa 'paling' sehingga menggoyahkan prinsip yang telah dimiliki. Sebab pada akhirnya, semua berjalan masing-masing. Pada pilihan hidup atas kepercayaan diri yang dibangun. 

Pada masa pandemi, dengan menonton drama ini semoga menjadi pengobat hati, tidak hanya sebagai validasi kisah yang sama untuk membuktikan karma does exist. Lagi pula seperti kataku pada hari-hati kemarin untuk menghindari stres karena kondisi yang serba terukur dengan lambat ini, lebih baik mengingat kebaikan orang daripada mengingat kesalahan yang mereka perbuat. 


# Terima kasih buat orang-orang yang mau membersamaiku di waktu biasa maupun genting, walau kutahu tak pernah ada hari biasa yang biasa saja. Sampai jumpa dalam waktu dekat, aku belum menanti keabadian sebab bertemu menjadi kita adalah keabadian itu, dalam rangka merayakan hari-hari yang jauh, aku menantimu. 

#Seminggu sebelum lebaran, mari kita berdoa agar dunia kembali baik. Meskipun di Indonesia diharuskan tangguh dengan berdamai melawan pandemi, huft yang artinya pun harus pasrah pada keadaan. Terserah saja, mau mati dengan cara apa?. Laiknya tiada yang peduli, kita anjing piaraan yang tiba-tiba diliarkan. 

# Aku otomatis malu dengan kelakuan gadis Indonesia yang tanpa izin tangkalan layar percakapan dengan bule "berkulit putih" sebagai tantangan di aplikaso tiktok. Lebih malu lagi ketika pada akhirnya majas pars pro toto dipakai untuk menyamakan kelakuan tidak terpuji netizen gadis Indonesia ini dengan laki-laki India yang suka minta aneh-aneh dalam percakapan sosial media. Pada akhirnya, hari-hari ini yang sering kudengar dari Indonesia adalah berita yang buruk dan cenderung tidak ada gunanya, tapi dilakukan. Seolah membuka tabir sendiri pada khalayak di tengah carut-marut negara. Sehingga ada baiknya tiap hari ditanyakan sebagai kabar adalah sudah menangisi dan merasa ngeri apa hari ini menyangkut negaramu berdamai dengan pandemi. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��