Dunia Harus Tahu: Bom Waktu

Masyarakat sudah benar-benar tidak tahan dengan di rumah saja. Barusan kukirim makan buka buat bapak, di jalan raya yang kulewati 'menangis aku melihatnya' betul ramai adanya. Masyarakat di sini sedang butuh hiburan, ingin merayakan lebaran, sudah bosan. Bagaimana di tempat kalian?. Hm ya... 
Dulu waktu ada kasus (1) covid-19 di Indonesia aku langsung mengontak temanku yang India, Jay saat dia sedang aktif di sosmednya, tentu saja. Seorang teman yang kutemukan gara-gara tugas surat Bahasa Jerman waktu SMA dulu. Dia ternyata masih bersahabat seperti dulu, dan dikatakannya waktu itu bahwa dia dalam keadaan sehat, tak kurang. Waktu itu baru pertama kali dikabarkan akan lockdown di India oleh pemerintah India. Aku meminta cuplikan video padanya yang ia kirim sebagai whatsapp storynya berisi cambukan polisi India terhadap warganya yang tak patuh ya tentu dengan kebijakan. Jay mengambil video dari jauh dari balik jendela rumahnya. Itu hanya di gang kecil, tapi orang banyak yang dicambuk buat tidak berkerumun. Jelas mataku nanar melihat video kiriman Jay. Terlintas di pikirku " bagaimana jika itu di Indonesia? masih adakah ampun atas kemanusiaan di sini?". 
Nyatanya, aparat kewalahan di sini. Mereka juga sibuk berargumen baik tentang tumpukan di penutupan gerai McD Sarinah atau penumpang pertama setelah bandara Soetta dibuka dengan maskapai Citilink dan Lion Air sebagai perantaranya. Hufft, kan? Belum lagi hari ini kulihat di thread twitter cara mudah mempunyai surat perjadin ke luar kota plus bisa pula mendapatkan dengan mudah di platform tokopedia sebagai syarat seseorang boleh melakukan perjalanan selama masa PSBB ini. Sebal! 
Aku juga pernah bilang ke seseorang yang tak jauh tapi pun tak dekat secara fisik sebelum ramadan dan lebaran menjelang dengan pandemi covid-19 yang menghantui. "Mas, gimana kira-kira kalau ramadan sama lebaran corona belum pergi?" ternyata Tuhan menunjukkan jawaban lewat hari ini dan esok yang harus terlewati dengan keadaan seperti ini -pandemi covid dan tentu saja stres-. Ramadan dan lebaran sebagai hari khusus umat muslim ini tak bisa lagi seperti dulu. Ada banyak orang yang tak bisa berkumpul dengan keluarganya. Rela berkorban demikian, namun nyatanya pun disia-siakan dengan peraturan yang terus-menerus dilanggar karena aturannya pun berubah-ubah sesuai suasana hati penguasa. 
Jalanan sudah ramai, masyarakat mau merayakan lebaran. Tapi pun tak ada salahnya bilang kalau sebentar lagi ada gelombang kedua yang mungkin lebih menyeramkan. Notabene kita belum pernah mencapai puncak grafik sehingga turun pun segan. Aku tentu cuma bisa nangis, meratap. Aku di Indonesia. Berharap setelah lebaran corona menghilang dan dapat bersua ternyata sia-sia saja. Barusan kulihat berita, puncak pasien positif corona bakal terjadi saat lebaran. 

Sebenarnya apa yang sedang dirayakan saat lebaran oleh orang muslim di Indonesia di tengah bencana bersama? Mungkinkah puncak kejayaan corona? Mengapa peribahasa 'berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian" yang sudah dimiliki sejak dulu tak teraplikasikan dengan baik? Lalu juga, mengapa "bhinneka tunggal ika" dimaknai tak mendalam di pemerintahan kita sehingga banyak pendapat yang membuat bingung tak hanya aku, tapi juga kamu, bahkan mungkin mereka yang membuat?. 



Nb:

Mengingat puisi (m)beling Sutardji Calzoum Bahchri : Tragedi Sihka Winka dan mengenang puisi Sitor Situmorang : Malam Lebaran


Setelah lebaran besok, bakal gak ada renang bersama ponakan dan adik-adik. 
Kangen banget main air :))

Sumpah! Ini akan jadi angan-angan saja kalau kita tetap gak tertib. Tertib itu datangnya dari kita sendiri, kok. Kalau kalian ikut-ikutan merasa sudah tidak apa-apa kan juga ujungnya karena kalian yang pilih. Pilih ikut pilihan orang biar tanggung jawabnya bisa disamakan sama orang yang kalian jadi panutan. Gitu? Ini mah namanya cari pembenaran dan validasi yang tak berakal bagiku. Sembrono, sembarangan. Ayo coba berpikir kritis lagi. 
Aku sudah menahan buat tidak dulu membersihkan gigi karena covid-19 dokter gigi tidak melayani, nunda gak pergi juga tiap ada panggilan wawancara kerja di Surabaya, atau kota lain, pokoknya sekadar pertemuan yang gak penting aku tunda dulu. Parahnya banyak orang sakit, usia renta yang biasanya kontrol rutin ke rumah sakit pun harus dibatalkan/ditunda. Lebih buruk lagi, tenaga medis kita sudah lebih banyak menunda kegiatan 'biasa' mereka. Tega sekali kita melenggang tanpa dosa dan antipati terhadap sesama manusia yang senegara, bahkan kalian lupa kalau ada yang namanya persaudaraan sesuku bangsa?. Pusing mikir sendiri. Makanya aku tulis biar ada yang baca kegelisahanku yang mungkin orang lain dengan gelisah yang sama pun tak bisa menyatakan lewat perubahan langsung dan nyata di depan mata, setidaknya kuungkap begini dalam wacana. 

 
 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��