Berkasih: Imsak

Aku lupa kalau di antara sahur dan subuh ada yang namanya 'Imsak'. Ia adalah penanda bahwa pada saat itu akan segera masuk waktu puasa bagi yang ingin, niat, dan butuh melakukan. 
Ngomong-ngomong soal imsak, aku jadi ingat caraku dan mantan putus. Tepat setelah buka puasa saat memang sedang tak terjadi apa-apa. Tanpa aku menanyakan banyak hal karena merasa buat apa? Pun tanpa merasa kecewa karena harus putus di tengah ramadan serta merasa 'tidak punya siapa-siapa' pada lebarannya. Aku memang terduduk lesu sambil makan di tengah banyak orang lain yang ke warung waktu itu. Kebetulan sekali aku makan lesehan, jadi tidak membuat kentara jika aku sedang tidak baik-baik saja. Haha bukan itu inti amanatnya. 
Setelah putus, mas mantan masih nawarin buat diantar ke stasiun, waktu imsak setelah sahur dan dalam masa 'putus'. Aku mengiyakan dong, barangkali percakapan terakhir di antara kita terjadi saat mengantar pikirku begitu. 
Pada imsak itu, saat memutuskan mengiyakan, hal benar yang paling kuharap adalah semoga yang dimaksud putus tidak pernah benar-benar memutus budi baik seseorang untuk telah hadir di kehidupan kita. Sebuah konsep yang kuyakini sejak imsak itu, terwujud juga dalam percakapan saat mengantar ke stasiun. Berlanjut berteman yang sehat sampai sekarang, karenanya aku sangat bersyukur. Aku bisa melalui hal-hal yang terlanjur dicap buruk dengan hal-hal positif yang bisa lebih baik dilakukan ke depan. Bukan begitu, mas yang disebut mantan? (sebenarnya juga kita ga berstatus ya, kenapa orang-orang yang heboh kita dekat dan dianggap pacaran? hhhh Asumsi orang mah bebas) 😄 
Bagiku mengenang hal lucu dan baik dari seseorang daripada keburukannya adalah hal sederhana yang sulit dilakukan, sebab manusia itu jiwanya akan lebih tertantang kalau ngobrol tentang keburukan. Ya, gak manusia?. 
Dua gelas jerapah bening yang kutinggal di kos Jogja, kaca lipat yang emang aku gak punya dan akhirnya dipakai adikku buat merias wajah kalau mau nari (ih berguna banget, Met), terus tumblr kuning yang jenjang kamu kemas sedemikian rupa dengan kata-kata yang tergesa dan kertas kado motif batik sebagai kado wisudaku waktu itu contoh kebaikan mas mantan yang lucu bagiku. Mantan yang jadi teman ini, jadi berusaha pada akhirnya, paling tidak menyesuaikan mana yang sebenarnya aku ingin dan butuh. Terus juga paling tak bisa lupa ketika ditawari ikut jadi pekerja mahasiswa paruh waktu di jurusan. Ada lagi! Mas mantan ini masih sempat ajak nonton aku, main, dan jemput aku kalau aku tiba di Jogja pada waktu tengah malam atau pagi sekali. 
Tapi sudah benar tidak ada rasa di antara kita karena tanaman yang kutanam saat imsak waktu itu, kusemai dan kupupuk ia dengan membuang rasa membenci dan menggantinya dengan rasa sayang lain yang tidak berlebih. Memberi sesuatu yang tidak berlebih itu sama dengan mengharap. Kalaupun memang tidak atau bukan sesuai harapan, hal tersebut tidak banyak mengecewakan, membuat drama hidup yang rumit, dan menumpuk dendam negatif pada orang lain yang sebenarnya pun orang tersebut tak bisa lantas otomatis disalahkan atas kehendaknya melakukan sesuatu. Orang lain tersebut butuh waktu pun untuk meresapi tindakannya sehingga, berpikir jernih dan kritis dalam menghadapi sesuatu jadi pilihan tepat kala gundah-gulana datang menyergap. Mungkin juga ditambah waktu yang tepat untuk berpikir, seperti saat imsak : di antara sahur dan subuh. 
Bukan berarti cara tersebut bisa diterapkan pada semua orang. Mencari tahu sesuatu tentang diri sendiri adalah salah satu cara mencintai diri sendiri untuk menemukan. Jadi cari lalu temukan. Kalau sudah menemukan, ayo berbagi pengalaman, aku siap mendengar. 


Bonus hari ini: matahari terbit setelah purnama, pada ketinggian yang sama.
 Makasih 💙

Comments

Post a Comment

Menulislah selagi mampu

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��