Resensi Buku: Menghidupkan Perempuan lewat "Bukan Drupadi"


(Review)


Buku yang tebalnya 80 halaman ini merupakan kumpulan cerpen ditulis oleh F. Ahsani Taqwim, berisi 12 judul cerpen yang masing-masing cerita memiliki cerita yang mendalam walau hanya dibaca dalam sekali duduk. Meski tidak ada keterkaitan secara langsung antar cerita tapi yang perlu diperhatikan di sini, penulis memfokuskan penulisan cerpennya pada perempuan. Perempuan jadi tokoh utama dalam cerita-cerita yang dibawakan penulis. 

Sudut pandang orang pertama pelaku utama yang sering digunakan oleh penulis dalam ceritanya beberapa kali menampar pemikiran pembaca akan realita yang memang terjadi pada perempuan, termasuk saya sebagai pengulas buku. Dalam penceritaan dengan sudut pandang orang ketiga pun, penulis memberikan amanat yang baik tentang cara memperlakukan wanita yang tercermin dalam cerita "Burgundy II". Disadari atau tidak, cerita-ceritanya memang dekat dengan kita, tapi kita sering kali tutup mata. 

Dalam "Bukan Drupadi" misalnya, yang menceritakan tentang seorang poliandri. Dalam kehidupan masyarakat yang kompleks cerita tentang kelompok ini masih sering dianggap tabu, tidak baik. Berkebalikan dengan poligami yang alih-alih dianggap tidak baik dalam masyarakat, istilah tersebut dilegitimasi sedemikian rupa yang membuat poligami lebih bisa dihargai dan menjamur dalam kehidupan masyarakat. 
Padahal kalau dipikir-pikir, sebenarnya apa bedanya? Toh kita sama-sama manusia. Hanya, dalam cerpen F.Ahsani ini fokusnya pada alasan orang-orang atas pilihan terhadap banyak cinta dan kasih yang tercermin dalam perang batin tokoh utama, "Dasar ibuku. Sudah berani memutuskan untuk menikah dengan dua pria sekaligus, eh dia masih bilang kalau tidak ada laki-laki yang brengsek" (Taqwim, 2020: 5). 

Meski memang dalam kenyataannnya beberapa perempuan merupakan manusia tangguh yang bisa ditempa berbagai macam masalah, dalam kenyataannya perempuan pun manusia. Manusia tidak ada yang tidak cacat dalam kehidupan. Begitulah kiranya yang tergambar dalam cerita Bulik Sri dalam " Tilap". 
Setiap perkataan Bulik Sri sebelum tokoh aku menjadi perempuan yang berdikari dengan pendidikannya, ia adalah seorang patuh yang polos tanpa mengetahui bahwa dunia sebenarnya telah kejam dari dulu, bahkan sebelum ia mengenal Bulik Sri adalah seorang yang bijaksana menurutnya waktu itu. Ada salah satu percakapan yang bisa disetujui dalam kebijaksanaan yang dianjurkan Bulik Sri seperti "Nduk, kita tidak boleh terlalu berharap pada manusia lain, karena itu akan berujung kecewa" (Taqwim, 2020: 25). 
Sebuah petuah yang bahkan bisa diperdengarkan tidak hanya untuk perempuan yang sedang dalam masa antara dan gundah gulana: memilih merasa benar, tidak memilih pun sama. Tapi dibalik cerita Bulik Sri yang menyedihkan, Bulik Sri tetap perempuan tangguh yang tentu tidak jauh dari kecacatan akibat tempaan hidup. 

Penulis sepertinya sangat menekankan otoritas perempuan dalam pencapaian hidup yang sesuai ekspektasi,  dalam "Burgundy". Pernyataan tersebut terkabulkan dalam pertempuran batin dan pikirannya dengan kalimat "Ah, kenapa dalam kasus seperti ini pasti perempuan yang harus dijadikan sorotan dan dibuat tidak enak hati" (Taqwim, 2020: 39). 
Bukan cerita baru perempuan sering dijadikan pendamping, pajangan, hiasan semata dan yang paling menyakitkan dianggap tidak penting dan seringnya dianggap tidak melakukan apa-apa karena sistem patriarki yang terlanjur melekat di benak dan pikiran masyarakat. Bahkan tidak enak hati yang dimaksud tokoh aku adalah buah dari pikiran patriarki yang terlanjur menempel dengan latar suasana yang bagi tokoh aku mendukung. Kalau memang tokoh aku punya pendirian untuk menolak dengan alasan yang telah jelas dia ketahui, tokoh aku telah mencapai kebebasan sebagai perempuan. Sayangnya tidak, mungkin penulis pun demikian. 

Hampir mirip dengan ulasan di atas dalam cerpen " Dari Makasar hingga Selayar" yang menceritakan tentang percakapan kisah hidup dengan latar perjalanan dari Makasar menuju Selayar, pembaca akan dihadapkan dengan persoalan ketidaksetaraan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam pemikiran tokoh aku sebelum menikmati Selayar ia mengatakan "Aku menelan ludah. Akankah aku naik kasta apabila bersuamikan seorang lelaki keturunan bangsawan?" (Taqwim, 2020: 68). 

Pada akhirnya, dalam cerita "Mereka Bilang Saya Cantik" penulis mengungkapkan segala resah yang diresahkan perempuan yang berpikir bahwa cantik tak melulu fisik, cantik tak melulu yang berlabel. Dalam cerita ini pembaca dihadapkan pada permasalahan yang sering membuat sebal karena kurang bersyukur terhadap hal-hal yang telah dimiliki. Beberapa tutur yang masuk akal dilontarkan penulis dalam cerpen penutup dalam buku ini seperti: 
" Aku berpikir sangat keras tentang mengapa Natasha harus merasa sebal jika Tito tidak mau mengajaknya pergi ke kondangan. Bukankah alasan Tito untuk tidak mengajaknya itu adalah sebuah penjelasan yang sangat logis. Mana ada sih laki-laki  yang mau menunggu pacarnya berdandan berjam-jam padahal hanya untuk pergi ke acara resepsi orang lain" (Taqwim, 2020: 77-78). 

Cerpen yang tidak saya sebutkan dalam ulasan ini tidak berarti ceritanya tidak menarik, hanya kurang mengena saja di pikiran saya sehingga tidak saya ulas secara mendalam. Dari segi alur dan latar yang banyak menggambarkan keseharian, banyak membuat kita sadar banyak hal kecil yang sering kali kita abaikan dan membuat kita sering pura-pura tidak melihat. Atau ada kalanya, kita tak sanggup mengatakan karena terlalu sakit dikatakan kepada beberapa orang. Buku ini menggambarkan berontak diri sebagai perempuan yang tak mampu dikatakan langsung dalam cakap, sehingga mewacanakan dalam sebuah buku adalah cara terbaik untuk melakukannya.  

Buku ini, ada baiknya dibaca di perjalanan jarak menengah sambil menikmati pemandangan di balik jendela kereta. Bagi saya, saat-saat itu adalah saat yang berharga untuk refleksi diri dan menikmati segala jerih payah yang kita lakukan agar sampai pada hari ini. Selamat membaca, selamat memilih menjadi perempuan seperti yang kalian ingin.

Hadiah yang cantik, terima kasih :')


Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��