Bekerja: Orang-Orang Proyek bukan Karya Ahmad Tohari (III) - Perempuan dalam Proyek

Ada yang bilang padaku secara tidak langsung dalam temu singkat. Untuk beberapa waktu lamanya jadi mendengung di telinga, mampir tapi tidak dalam waktu sehari, "setelah kuliah, yang kamu cari bakal gak ada batasnya. Benar-benar kamu melihat dunia ini adalah permukaan yang luas dan kamu harus bertahan dengan bergerak di atasnya". 
Aku sungguh sadar, hidup di dunia yang serba patriarki ini terutama hidup di dunia proyek yang "serba laki-laki" bukan pilihan baik. Tapi saat itu aku belum mencoba. Sekarang setelah ku melakukannya, memang patriarki benar-benar musuh bagiku yang memang ingin bergerak tanpa dibatasi. Tapi bukan berarti hidup di proyek tidak baik. 
Patriarki itu apa? Bagi sebagian orang di proyek yang mengenalku dekat, mungkin sering kali mendengarku mengatakan kata tersebut. Baik, kujelaskan agar semua mengerti bahwasannya patriarki adalah sebuah sistem, tatanan, struktur yang tidak terlihat secara fisik mengarusutamakan kepentingan laki-laki daripada kepentingan perempuan (bisa baca di sini). Dalam contoh sehari-hari misalkan yang paling sering terjadi adalah otoritas rumah tangga ada di tangan ayah, segala keputusan terletak pada ayah (gak lagi ngomongin agama ya, ini realita sosial kita).  

Lalu ada hubungan kausalitas apa patriarki dengan orang-orang proyek?. Begini, karena seperti yang kita tahu sistem yang tidak terlihat ini terkonstruksi secara sosial juga pada masyarakat yang menganggap bahwa pekerja proyek adalah urusan laki-laki. Hanya laki-laki yang bisa melakukannya, sebuha konstruksi sosial yang keliru, ambigu, tapi telah mengakar pada konsep pemikiran masyarakat mengenai itu. Jujur saja, dari awal aku masuk ke proyek banyak yang mencibir " Mbak, harusnya kamu gak kerja di proyek, proyek itu berat". Kuanggap itu sebuah cibiran sebab mereka belum mengetahui caraku bertahan dan baru saja aku akan memulai untuk menjadi aku dalam lingkup hidup itu.  

Dari pemahaman awal itu, yang harusnya kita pahami sebagai patriarki adalah sistem yang tidak cukup menyetarakan perempuan dalam peran dan tugasnya sebagai sesama manusia. Kalau dianalisis dari cibiran tadi seolah-olah perempuan dalam proyek yang mampu sampai akhir bertahan adalah manusia yang harus dua kali lari lebih kencang dripada laki-laki. Tapi sebenarnya, laki-laki maupun perempuan tidaklah sedang dalam lomba lari, bukan?. 

Meskipun dicibir di awal, aku merasa porsi kerja antara perempuan dan laki-laki di proyek sama saja bagiku, kadang mereka pun membolehkanku yang dismenorrhea buat istirahat dulu sebagai bentuk penghormatan pada perempuan yang memiliki fisik yang beda dengan laki-laki. Hanya beberapa dari mereka pernah bilang," gak usah ke lapangan aja mbak, biar aku aja kasihan sampean" yang bagiku diisyaratkan sebagai hak khusus bagi perempuan agar tidak gosong permukaan kulitnya. Hey, dude! aku sungguh tidak berpikir bahwa itu adalah hak khusus bagiku dalam dunia kerja. Kecuali ada hal mendesak yang harus segera kuurus dan sakit, aku pasti akan mendatangi yang namanya lapangan. Bagiku : mengapa tidak? Aku mewakili diriku sebagai perempuan selagi mampu, pasti akan ku selesaikan. 

Heu, tapi tetap aja kan kepatriarkiannya keluar........

Menjadi perempuan masih dianggap lemah adalah hal-hal yang masih saja terjadi pun di dunia orang-orang proyek. Beberapa kali aku ingin membantu mengangkat barang (yang notabene 'katanya' berat) tapi dilarang, pergi ke lapangan sendiri naik sepeda motor (adanya ini, meh piye?) harus didampingi, berlanjut pada masalah yang dianggap para lelaki gampang seperti simpan-menyimpan barang diberikan pada perempuan. Sebenarnya, perempuan dan laki-laki sama-sama bisa melakukannya, bukan?. 

Hmmm... 

Dimanapun berada, budaya patriarki ini tetap ada kok. Pindah tempat kerja pun, tetap ada. 

Nah, hal yang perlu diingat bukan bagaimana budaya yang tersistem secara tidak kasat mata ini terus-menerus bisa dipertahankan, tapi yang perlu diingat bahwa bagaimana budaya patriarki bisa diubah menjadi lebih memanusiakan bagi dua belah pihak antara perempuan maupun laki-laki dalam melaksanakan peran-peran sosial dalam masyarakat?.   

Pada akhirnya, perempuan sepertiku masih tetap menjerit, sering mengumpat dalam hati, tidak membuat kata-kata itu hadir walau di ujung bibir - tentu dalam kehidupan orang-orang proyek. Inilah alasan ada yang diam-diam mati dalam diri manusia seperti mereka yang belum sepenuhnya teredukasi: kemanusiaan.



Lika-liku t'lah kita lewati bersama sampai hari tiba. (Pendekar Cahaya, Isyana Sarasvati) 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��