Resensi Film: 27 Steps of May

Bagus! 
Kisahnya sederhana, terjadi di masyarakat tapi sering kali luput dan ditinggalkan begitu saja tanpa proses keadilan yang baik. Sekarang, kalau aku bicara tentang alurnya, di beberapa ulasan teman-teman lain yang suka nulis pun sudah dibahas. Jadi di sini yang kusoroti adalah pertentangan yang terjadi dalam diri atas trauma. 

Trauma siapa? Tentu trauma May, seorang penyintas perkosaan yang waktu itu usianya masih 14 tahun dan selama 8 tahun setelah kejadian ia hanya melakukan kegiatan yag begitu-begitu saja di rumah -bangun-setrika-berdandan-membuat boneka-makan-skipping-tidur. Sama seperti sekarang ya? work from home, study from home, heh are u ghibah from home too? euw. Kita sama-sama membawa trauma sekarang, bedanya dengan May ia benar-benar tidak bisa keluar rumah walau kiranya wabah berakhir. Sebab diceritakan bahwa May telah mengunci diri secara rapat dari kehidupan sehari-hari di luar rumahnya. Selama itu, yang coba ia tunjukkan pada dunia adalah versi terbaik dari dirinya, yang hanya diketahui Bapaknya, seorang yang selalu menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa anaknya. 

Butuh 8 tahun bagi Bapak dan May sama-sama bisa sembuh. Dari siapa ia mendapatkan kesembuhan? Ternyata bukan orang lain. Melainkan diri sendiri. Meski diceritakan May bertemu pesulap dalam gelap dan diam-diamnya ia berbatas tembok rumah, tapi bagiku pesulap adalah pemain cadangan yang membuat May menemukan kembali kepercayaan pada dirinya, setidaknya untuk bercerita walau divisualisasikan terlebih dahulu, tidak langsung berbicara seperti orang kebanyakan. Bapak pun demikian. May jadi pemain cadangan yang membuatnya menemukan kepercayaan dirinya bahwa salah bukan milik Bapak. 

27 Steps of May yang kukira bakal menceritakan deskripsi per deskripsi tentang 27 cara May melakukan kegiatan sehari-hari sebagai penyintas atau 27 langkah keluar untuk menuju pintu rumah ternyata bukan demikian. 27 tidak disimbolisasi di sini, tapi tentu penonoton boleh memberikan komentar setelah melihat filmnya. Makasih Go-Play sudah memberikan fasilitas gratis selama diam di rumah, walau aku telat nonton karena gak diputar di bioskop Probolinggo waktu itu, dan begitu ada sehari tayang karena film ini festival malah gak punya waktu, akhirnya juga aku bisa melihat May, Bapak, dan keseruannya dalam menghadapi hidup yang tidak pernah normal seperti kata orang-orang. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��