Resensi Film: Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (NKCTHI)

Aku tak punya keinginan buat nonton film yang telah perdana tayang di layar bioskop pada tanggal 02 Januari 2020 tersebut. Sebelumnya, kukira yang mengajakku menonton punya kebutuhan rohani yang harus dipenuhi, oleh karena itu mengajakku menonton film ini. Oh ternyata tidak juga, ia hanya ingin mengisi kekosongan waktu yang kubuat karena kusuruh dia tidak balik duluan ke Jogja. Meskipun begitu aku bersyukur dengan menonton film ini membuatku bisa menulis lagi mengembalikan rasa penasaranku terhadap kata dan rangkaiannya: ah ya! mengasah otakku untuk menuangkan segala resah. 

Film ini, film ini : judulnya NKCTHI merupakan singakatan dari 'Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini" sebuah film garapan Angga Dwimas Sasongko yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karangan Marchella FP. Di sini akan kubahas sedikit tentang filmnya, sebab buku yang dimaksud belum kubaca bahkan melihat fisiknya ada saja kubelum pernah. 

Nkcthi merupakaan film bergenre keluarga yang ceritanya tentu tak jauh-jauh dari konflik keluarga. Dalam film ini keluarga yang dimaksud diharapkan bersikap normatif terlihat bahagia dengan doktrin dari seorang Ayah yang pada akhirnya menjadi puncak konflik cerita. Berpesan bahwasannya setiap keluarga mempunyai rahasia, film ini nyatanya memang mampu mengeluarkan tiap-tiap rasa yang ada setelah penonton masuk dalam alur ceritanya, larut dalam tiap adegan yang diperankan aktornya, terenyuh dan terhentak dengan tiap musik yang disajikan bersamaan dengan tiap babak yang berkelanjutan, dan tentu latar yang tidak membosankan. 

Harapan memiliki keluarga yang bahagia bukanlah masalah bagiku sebagai penonton film ini siang itu. Sebab kuyakin tiap keluarga menginginkan menjadi bahagia. Masalah yang benar-benar timbul dan dapat terhubung pada semua orang terutama kaum milenial yang sering mengidap gangguan kecemasan adalah tidak adanya ruang bagi kita untuk mengungkapkan rasa, merasa, menjadikan rasa itu ada. Rasa sering kali timbul, tapi kita coba tahan. Rasa sering kali ada tapi kita tolak keberadaannya hingga paling mengerikan rasa benar-benar berwujud tapi kita mengabaikan dan membuat kita tak saling tegur sapa: merasa baik-baik saja karena anggapan rasa itu tidak ada.  



Apakah ada bagian yang kusuka? Ya, ada!

Perasaan campur aduk tiap kali babak tentang Aurora dijadikan tajuk. Aku merasa ia adalah refleksi diriku. Iya: Anak tengah!. Kira-kira menjadi Si tengah harapannya memang (agak) mirip dengan Si Aurora ini. Ada memang rasa ingin diakui, tapi seorang anak tengah sering kali berpikir : Ah udahlah mundur aja, lebih baik diam seperti biasanya. Pikiran yang kemudian diiyakan pun dengan perilaku termasuk pengambilan keputusan dalam banyak hal. Dalam dunia nyata kuakui aku sering kali tampil, tapi di situ juga aku masih tetap menanamkan : Ada orang lain yang lebih baik dariku ini. Bagiku itu bukan perasaan iri. Bagiku ini adalah rasa salah berlebihan terhadap diri sendiri yang tidak mau diprioritaskan oleh keadaan yang bahkan sudah terjadi. Nkcthi membuatku sadar untuk tetap terbuka pada setiap kesempatan, tentu harus tetap selektif, dengan kesadaran penuh aku tanamkan aku bisa memilih. 

Banyak amanat yang bisa diambil dalam film ini. Sayangnya kutak bisa mengungkapnya satu-satu dan rinci. Karena bagiku, aku lebih mementingkan pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan yang mana tetap saja membuat cerita dalam film ini menjadi menarik. 


#Sekecil peran Isyana dalam film ini, ia tetap berarti.

- Kusulut berani dalam diriku, aku akan banyak mencari tahu dan menceritakan. Sampai jumpa di perjamuan :')

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��