(Review) Sejarah Teori Antropologi II - Prof.Dr. Koentjaraningrat


Resume
1.    Antropologi dan Penelitian Komparatif
Penelitian komparatif merupakan penelitian yang menjadi awal terjadinya antropologi. Dalam penelitian ini banyak ahli-ahli antropologi yang menjadi pendorong, dan tak jarang juga yang menentang penelitian ini. Di antara pendorongnya ialah J. J. Bachofen, L. H. Morgan, E.B Tylor, yang fokus pada evolusi kebudayaan. Selain itu tokoh ahli yang menentang ialah C. Lévi-Strauss dan pengikutnya. Bab ini selanjutnya akan membahas tentang empat macam penelitian komparatif:
(1)  Penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan secara inferensial;
(2)  Penelitian komparatif untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan;
(3)  Penelitian komparatif untuk taxonomi kebudayaan; dan
(4)  Penelitian komparatif untuk menguji korelasi-korelasi antarunsur, antarpranata, dan antargejala kebudayaan, guna membuat generalisasi mengenai tingkah laku manusia pada umumnya.[1]
Metode komparatif mengandung dua pengertian yakni komparatif diakronik yang dilakukan oleh R. Firth, ahli antropologi Inggris yang meneliti komunitas penduduk di TIkopea, R. Redfield ahli antropologi Amerika yang dibantu asistennta J. Spillius menghasilkan buku Social Change in Tikopea, serta M. Mead seorang ahli antropologi psikologi. Yang kedua ialah komparati sinkronik tokoh dibaliknya seperti E. M Burner yang meneliti kebudayaan masyarakat Batak Toba, A. L Kroeber yang meneliti proses perubahan kebudayaan manusia dengan memnabdingkan 20 peradaban besar di dunia. Hasil penelitian ialah “bahwa tiap unsur peradaban tersebut di atas mengalami proses perubahan yang berbeda-beda dalam kebudayaan induknya masing-masing” (Kroeber via Koentjaraningrat, 2010 : 10).
            Koentjaraningrat adalah penganut pendirian taksonomi dengan klasifikasi seperti apa yang dituliskannya dalam bab penelitian komparatif. Tokoh yang mempelopori diantaranya ialah E. Leach yang mengklasifikasikan beribu-ribu kebudayaan yang ada di dunia, yang kemudia dikecam oleh Radcliffe Brown karena metode dan teknik tidak pernah diaplikasikan. G. P. Murdock sebagai orang yang melakukan taksonomi membagi pola istilah kekerabatan menjadi enam tipe yakni: 1. Tipe Hawaii, 2. Tipe Eskimo, 3. Tipe Iroquois, 4. Tipe Sudan, 5. Tipe Omaha, dan 6. Tipe Crow. Tokoh yang lain iala M. Fried yang mempelajari mengenai masyarakat beberapa suku bangsa berdasarkan klen dan asas keturunan unilinealnya.
            G. P. Murdock juga dikenal dengan penelitian komparatif cross-cultural. Buku yang penting ialah Africa, Its People and Their Culture History (1959). Karya-karya Murdock merupakan perwujudan dari teori adhesion karangan Tylor. Untuk mempermudah melakukan penelitian dengan cara in terdapat buku acuan seperti yang dibuat oleh Murdock yakni Etnoghraphic Atlas, Cross Tabulations of Murdock’s World Ethnographic Sample, dan A Cross-Cultural Survey yang disusun oleh R.B Textor (1967). Kecaman untuk penelitian komparatif cross-cultural ialah yang disebut dengan Galton’s Problem yang diselesaikan dengan cara statiska, run test of diffusion dan sifting test.
            Mengenai luas sampel yang digunakan oleh H. E. Driver dibagi menjadi empat macam. 1. Yang terletak di beberapa daerah kebudayaan, 2. Yang tersebar secara acak di seluruh dunia, 3. Tersebar acak di seluruh benua, dan 4. Yang dipilih dari kebudayaan-kebudayaan yang dipilih dari semua daerah kebudayaan di seluruh dunia. Secara kualitatif poin pertama dapat dilakukan dengan baik sedangkan tiga poin lainnya masih diragukan.       
2.    Konsepsi-Konsepsi Antropologi Psikologi
Antropologi Psikologi berkembang diawali dari Amerika Serikat yang kemudian pada masa sekarang telah secara luas digunakan. Perkembangan ilmu ini didukung oleh ahli antropologi yang melihat kebudayaan melalui watak khas atau ethos, ada hasrat dari mereka untuk mengembangkan teori-teori psikologi yang universal dari kebudayaan masyarakat Eropa Barat dan Amerika ke luar dari kebudayaan itu, dan karena terdapat keinginan untuk mendeskripsikan secara umum kepribadian penduduk dari suatu kebudayaan.
Tabel 1. Tokoh Antropologi Psikologi dan Konsepnya
No
Nama Tokoh
Teori/ Metode/ Konsep
Penjelasan
1
Ruth Benedict (Murid dari F. Boas).
1.     Etos Kebudayaan.
2.     Kepribadian Nasional.

1.     Buku yang telah diterbitkan Pattern of Culture (1934) – masalah integrasi unsur-unsur kebudayaan dalam kebudayaan induk merupakan kesatuan holistik, dan upaya untuk mendeskripsikan jiwa, watak khas, atau etos dari suatu kebudayaan.
Mendeskripsikan tiga kebudayaan yang berbeda dan jauh tempatnya satu sama lain.[2]
2.     Buku The Momentum and The Sword (1946) – dengan meneliti para imigran Jepang tanpa bertatap muka langsung. Buku ini banyak mendapat kecaman.

2
M. E. Opler (Mengembangkan Konsep R. Benedict).
Etos Kebudayaan.
Dalam kenyataan seringkali ada beberapa tema berpikir yang hidup bersama dan bahkan adakalanya tidak terpancar satu etos – Dynamic Forces in Culture (1945).
Mengusulkan themes  sebagai perbaikan dari konsep Ruth Benedict.
3
Margareth Lantis.
Etos Kebudayaan.
Melalui Folklor dan karya seni – The Study of Folklore (1950)
4
E. Sapir (Ahli antropologi dan Linguistik Amerika).
Etos Kebudayaan.
Individu masyarakat dengan cara masing-masing lebih aktif menginterpretasikan berbagai etos (konfigurasi) dalam kebudayaan.
5
B. Malinowski (Ahli antropologi, fungsionalisme).
Dorongan Naluri Manusia. Psikologi Universal.
Buku Sex and Repression in Savage Society (1927) – menentang gejala Oedipus[3].
6
Margaret Mead (Murid F. Boas).
1.     Psikologi Universal.
2.     Pola Pengasuhan Anak.
1.     Penelitiannya dilakukan di Samoa melihat seberapa batas para remaja khususnya wanita mengalami masa pubertas yang dipublikasikan dalam bukunya Comingof Age in Samoa (1928).
Memperoleh kritikan dari R. Fortune dan D. Freeman karena etnografi yang dibuat tidak benar dan kurang teliti.
2.     Growing Up in New Guinea (1930) – adat-istiadat pengasuhan anak di Bali.
Growth and Culture (1951) – sebagai kelanjutan dari penelitian di Bali bersama Mcgregor.

7
R. Linton (Ahli Antropologi yang bekerja sama dengan ahli psikologi dalam melakukan penelitiannya).
Kepribadian umum.
Metode eksak, dalam bukunya The Individual and His Personality (1938) – tes proyektif Rorschach dan Thematic Apperception Test (TAT).
Kepribadian umum adalah sejumlah watak yang kadang-kadang atau seluruhnya dan ada kalanya hanya sebagian ada dalam jiwa dari sebagian besar dari suatu masyarakat – The Cultural Background of Personality (1945).
8
C. Du Bois.
Kepribadian Umum.
Meminjam metode yang digunakan oleh Linton, tes Rorschach dan mengembangkan sendiri tes porteusmaze di Alor, Indonesia Timur dalam bukunya – The People of Alor.
9
R. H. Lowie.
Kepribadian Nasional.
Buku Toward Understanding Germay (1954) – dibuat dalam proyek Gren untuk mengetahui perkembangan baru negara Jerman.
10
F. L. K. Hsu (Antropolog Cina).
Kepribadian Nasional.
Caste and Club (1963) – membandingkan etos kebudayaan Cina dengan Amerika dan India.
11
P. Radin.
Pengalaman Individu.
Grashing Thunder (1913:1926) – menyebut pengalaman individu sebagai life history, dengan menggunakan seorang tokoh bersuku bangsa Indian Wennabago.
12
Oscar Lewis.
Pengalaman Individu.
La Vida – buku yang memiliki nilai kesusasteraan yang tinggi diterbutkan melalui proses wawancara, metode angket, dan observasi. 
13
J. R Goody.
Sikap Terhadap Maut.
Karena banyak gangguan jiwa berakar pada rasa takut. Bukunya Lo Dagara of Western Africa (1962).
14
J. P. Gillin.
Teori Belajar.
The Ways of Men (1948) – berisi penggunaan konsep teori belajar.
15
C. Kluckhohn.
Orientasi Nilai Budaya.
Konsep yang memberi pemecahan terhadap lima masalah yang bernilai dalam hidup yakni 1. Makna hidup manusia, 2. Makna hubungan manusia dengan sekitarnya, 3. Persepsi manusia mengenai waktu, 4. Pekerjaan dan amal perbuatan manusia, 5. Hubungan manusia dengan manusia menjadi isi dari sistem nilai budaya dalam suatu kebudayaan – Variations in Value Orientation (1961).
            Banyak dari ahli psikologi yang tidak setuju dengan tes proyektif yang dilakukan oleh antropologi dalam penelitiannya. Metode tersebut tidak sesuai dengan nalar berpikir psikologi sehingga banyak diantaranya yang mengecam tes proyektif.
            Pengalaman individu yang digunakan oleh ahli antropologi tidak semata-mata merupakan bahan dasar untuk penelitian. Pengalaman pribadi tersebut digunakan sebagai bahan tambahan saja dalam penelitiannya.
            Orientasi nilai budaya jika diterapkan dalam kondisi masyarakat Indonesia sekarang dapat dilakukan dengan mengubah istilah yang digunakan Kluckhohn dalam penelitiannya. Penerapan nilai budaya ini sangat berguna bagi perusahaan di Indonesia yang kemungkinan besar memiliki pegawai yang dari berbagai latar belakang kebudayaan.
3.    Konsepsi-Konsepsi Mengenai Perubahan Kebudayaan
Mengenai perubahan kebudayaan yang terjadi ialah sebuah konsep dimana evolusi kebudayaan menjadi konsep untuk beberapa ahli antropologi yang tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 2. Tokoh Perubahan Kebudayaan
No
Nama Tokoh
Teori/ Metode/ Konsep
Penjelasan
1
B. Malinowski.
Perubahan Kebudayaan.
Mula-mula melakukan pekerjaannya untuk pemerintah jajahan Inggris.
Dalam bukunya The Dynamics of Culture Change memuat metodologi untuk akulturasi.
2
Hunter Wilson (murid dari Malinowski). 
Perubahan Kebudayaan.
Menguraikan perubahan kebudayaan tradisional yang tidak seimbang pada suku bangsa di Afrika – Reaction to Conquest (1936).
3
M. J. Herskovits.
Perubahan Kebudayaan.
Merumuskan akulturasi dengan ikhtisar yang berjudul A Memorandum for the Study of Acculturation
4
R. Linton.
Perubahan Kebudayaan.
Dalam bukunya Acculturation of in Seven American Indian Tribes – mengenai unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan sukar berubah.
5
G. M. Foster.
Perubahan Kebudayaan.
Traditional Cultures and The Impact of Technological Change (1962) – berisi pola akses akulturasi kebudayaan yang kontak dengan kebudayaan asing.
6
G. Splinder.
Perubahan Kebudayaan.
Sosio-Cultural and Phsycological Proccesses in Menomini Acculturation (1955) – mengenai masyarakat secara vertical maupun horisontal terbagi-bagi ke dalam suatu golongan.
7
H. G. Barnett.
Perubahan Kebudayaan.
Menyatakan bahwa individu yang tidak terpandang oleh masyarakatnya ialah individu yang termotivasi untuk mengadakan pembaruan dalam kebudayaan.
8
A. Wallace.
Perubahan Kebudayaan.
Penolak terhadap gejala akulturasi.

9
J. H. Steward.
Perubahan Kebudayaan.
Evolusi kebudayaan multilinear – evolusi kebudayaan itu tidak sejalur tetapi banyak jalur karena adaptasi dengan lingkungannya.
10
Leslie White.
Perubahan Kebudayaan.
Semua kebudayaan menggunakan energi atau kebudayaan bersifat termodinamis/ teori evolusi universal – merupakan kecaman karena teori evolusi unilineal yang etnosentris.
11
R. L. Carneiro.
Perubahan Kebudayaan.
Evolusi diferensial – evolusi unsur kebudayaan tidak sama kecepatannya.
Teori ini berfungsi untuk melakukan klasifikasi atau taksonomi tipe-tipe kebudayaan.

4.    Kebudayaan Folk, Komuniti Kecil, Jaringan Kekerabatan dan Jaringan Sosial
Tabel 3. Tokoh Kebudayaan Folk, Komuniti Kecil, Jaringan Kekerabatan dan Jaringan Sosial
No
Nama Tokoh
Teori/ Metode/ Konsep
Penjelasan
1
R. Redfield (guru besar di universitas Chicago)
Konsep Komuniti.
Menghasilkan buku berjudul Tepostkan: A Mexican Village: A Study of Folk Life (1930) – berkesimpulan bahwa kebudayaan Tepoztlan bukan kebudayaan primitifdan juga bukan merupakan kebudayaan kota masa kini, tetapi berada pada keduanya (Redfield via Koentjaraningrat, 2010: 137).
2
J. A. Barnes.
Analisis Jaringan Sosial.
Dengan pendekatan di mana peneliti mendeskripsi hubungan-hubungan antar individu.
Pendekatan ini cocok digunakan untuk masalah lapisan sosial
Jaringan sosial di masyarakat tidak bersifat egosentris.
Konsep ini belum dapat dikembangkan lebih lanjut oleh Barnes namun telah menjadi terkenal di kalangan ahli ilmu sosial.
3
N. E Whitten, Jr.
Analisis Jaringan Sosial.
Menggunakan musik untuk menganalisis gejala simbolik antarindividu.
Musik dalam masyarakat sebagai alat solidaritas sosial.
            Untuk mempelajari istilah kekerabatan digunakan metode yang paling dirasa manfaatnya yakni genealogi. Genealogi sendiri terbagi menjadi tiga yakni: 1. Mementingkan aspek semantik, 2. Mementingkan aspek demografi, 3. Secara ekstensif.
             
5.    Cabang-Cabang Spesialisasi dalam Antropologi
Percabangan-percabangan antropologi dari awal terbentuknya kata antropologi sendiri bermula pada etnologi yang mempelajari kebudayaan secara diakronik yang kemudian dikenal sebagai antropologi budaya dan mempelajari kebudayaan secara sinkronik yang dikenal dengan antropologi sosial. Secara garis besar antropologi dibagi menjadi dua cabang yakni antropologi biologi dan antropologi budaya yang masing-masing cabang memiliki sub cabang dan sub-sub cabang, Cabang-cabang ini yang kemudian disebut sebagai spesialisasi dapat dlihat dalam uraian buku Handbook of Social and Cultural Anthropology, yang diredaksi oleh J. J Honigmann (1973).
Mengenai ilmu-ilmu bagian antropologi dibagi menjadi tiga percabangan dalam pembahasan bab ini yaitu antropologi ekonomi, antropologi politik, dan antropologi pendidikan. Pada antropologi Ekonomi dijelaskan mengenai evolusi sistem pencaharian hidup manusia, lahirnya cabang spesialisasi antropologi ekonomi, antropologi ekonomi formalis, antropologi ekonomi substantif, dan topik-topik antropologi ekonomi. Tokoh-tokoh yang berjasa dalam antropologi ekonomi diantanya ialah R. Firth yang meguraikan pentingnya kerja sama antara ahli ekonomi dan antropologi selain itu, beliau merupakan ahli ekonomi substantif, H. J, Boeke  yang memiliki konsepsi tentang masyarakat Indonesia dengan dualisme ekonomi yang tertuang dalam sistem ekonomi Boeke.
Namun batas spesialisasi dari cabang antropologi ekonomi ini masih belum jelas. Dengan ilmu ekonomi pembangunan, antropologi bisa masuk dalam cabang ilmu ekonomi sebagai bentuk pembangunan.
Antropologi politik diperkenalkan pertama kali oleh terbitnya buku African Political System yang diredaksi oleh M. Fortes dan E. E. Evans-Pritchard pada tahun 1940. Pembahasan tentang antropologi politik berupa evolusi terjadinya organisasi kenegaraan, organisasi perang, rasa agresi sebagai naluri, rasa agresi karena frustasi, perang sebagai pengaruh difusi, perang dan ekologi, struktur satuan patrilokal, kesiapsiagaan militer, perang dan evolusi kebudayaan, perubahan organisasi sosial akibat perang, adaptasi ekologi baru sebagai akibat perang, terjadinya organisasi kenegaraan sebagai akibat perang, dan organisasi kepemimpinan, pemerintahan dan kekuasaan. Seperti halnya dengan antropogi ekonomi dalam antropologi politikpun memerlukan kerja sama dengan para ahli politik.
Cabang spesialisasi termuda diantara ketiga cang spesialisasi yang adalah antropologi pendidikan. Antropologi pendidikan dapat diacu dari karangan yang memuat enkulturasi, sosialisasi, dan transmisi kebudayaan. Transmisi kebudayaan terlaksana dengan cara sambil lalu , seringkali berupa bimbingan yang memberi penerangan, persuasi, rangsangan untuk hal-hal yang positif dan mengejek dan menertawakan hal-hal yang negatif. Hukuman untuk hal-hal yang negatif hanya dapat dilakukan oleh warga yang lebih senior. Ahli-ahli dalam cabang spesialisasi ini seperti Fortes belum dapat mengembangkan suatu himpunan konsep dan teori yang kuat.

6.    Antropologi Terapan dan Antropologi Pembangunan
Sifat terapan pada antropologi melekat ketika antropologi sebagai ilmu digunakan untuk mengisi tubuh dari suatu tujuan. Misalnya saja ialah pada zaman kolonialisme dulu didirikan sebuah ilmu kajian Indonesia di Belanda yang bernama Indologie dimana merupakan kajian wajib bagi para pegawai kolonial yang akan ke Indonesia. Di Inggris, antropologi merupakan mata kuliah wajib bagi pegawai pemerintahan jajahan Inggris, sedangkan di Amerika Serikat yang bukan sebagai negara penjajah antropologi terapan pertama kali muncul dalam bentuk lembaga Bureau of Indian Affairs yang bertujuan mengurus kesejahteraan masyarakat Indian. Kemudian pada tahun 1941, antropologi terapan di Amerika Serikat berubah menjadi Society for Apply Anthropology yang menggunakan ilmu antropologi untuk tujuan perang.  
Antropologi pembangunan sebagai upaya untuk mencapai kemajuan muncul ketika negara-negara kolonial sebagai negara yang lebih berkuasa kembali ke bekas negara jajahannya dengan tujuan membantu meningkatkan pembangunan. Dalam pembangunan ini memperhatikan masalah seperti strategi atau kebijaksanaan pelaksanaannya, sektor-sektor serta unsur-unsur apa yang ada dalam masyarakat yang akan dibangun. Dimana dari tiga masalah pokok tersebut dibagi menjadi 16 masalah yakni:
1.    Masalah teori dan metodologi pembangunan.
1.1  Masalah dualism ekonomi, atau kesenjangan antara ekonomi pedesaan dan ekonomi industri di negara yang sedang membangun.
1.2  Masalah kesenjangan kemajuan sosial-budaya antara berbagai golongan sosial dan bagian-bagian tertentu dalam negara-negara yang sedang membangun.
1.3  Masalah merangsang orientasi nilai budaya dan jiwa wiraswasta yang mendorong kemakmuran.
1.4  Masalah peranan agama dalam pembangunan.
2.    Masalah kebijaksanaan pembangunan.
2.1  Aspek manusia dalam model-model perencanaan pembangunan.
2.2  Masalah arah pembangunan yang berbeda daripada arah pembangunan yang menuju masyarakat serupa Eropa Barat dan Amerika.
2.3  Kajian antropologi mengenai pembangunan ekonomi marxisme.
2.4  Aspek manusia dari pembangunan padat karya, atau pembangunan padat modal.
3.    Masalah sektor-sektor serta unsur-unsur apa yang ada dalam masyarakat yang akan dibangun.
3.1  Masyarakat desa.
3.2  Penduduk (migrasi, urbanisasi, transmigrasi, dan KB).
3.3  Lingkungan.
3.4  Kepemimpinan dalam pembangunan.
3.5  Perubahan sosial-budaya akibat pembangunan.
3.6  Pendidikan sebagai masalah khusus dalam pembangunan.
3.7  Aspek manusia dalam reorganisasi administrasi dan pemerintahan.
3.8  Masyarakat majemuk dan integrasi nasional.
(Koentjaraningrat, 2010: 245-246).

Semua masalah yang tersaji di atas mengalami saling keterkaitan. Persoalan batas yang menjadi perhatian khusus juga terhadap pembangunan terutama setelah pembagian batas yang menjadikan terpisahnya suku bangsa menjadi berada di antara dua negara merupakan kajian penting. Iridentisme merupakan sebutan untuk istilah keberadaan suku bangsa tersebut setelah mengalami pembagian pada masa kolonialisme.
Perkembangan antropologi terapan di Indonesia diawali dengan kolonialisme yang terjadi di Indonesia. Para ahli Indologie Belanda pada masa itu melakukan pendekatan secara normatif dan dengan metode deduktif. Negara-negara lain yang mendorong berkembangnya antropologi di Indonesia ialah Amerika dengan memiliki tiga pusat kajian Indonesia di Cornell University, Yale University, dan Massachussets Institute of Technology (MTT).
Clifford Geertz sebagai ahli antropologi yang banyak mengkaji dan melakukan penelitian langsung di Indonesia juga merupakan tokoh pendorong perkembangan antropologi di Indonesia dengan beberpa karyanya yang diperoleh dari hasil penelitiannnya di Bali dan Jawa. Namun kebanyakan dari konsep yang disajikan tentang agama, identitas suku bangsa Jawa, dan struktur sosial kurang jelas arahnya dan terlalu mudah menyimpulkan sehingga mendapat banyak kecaman dari ahli antropologi lain.
Indonesia masih belum memiliki ahli antropologi pada awal kemerdekaan. Karena pada masa itu antropologi terapan yang dimaksud tidaklah cocok untuk kondisi Indonesia sebagai negara baru. Perkembangan lebih lanjut dapat dibaca dalam buku Koentjaraningrat, Anthropology in Indonesia.
Pada konteks negara Indonesia, antropologi dan antropologi terapan tidak memiliki perbedaan baik dari metodologi dan teori. Yang dapat dibedakan dari keduanya mengenai topik penelitian bukan dari ilmunya. Pemilihan topik untuk sebuah penelitian yang relevan untuk konteks negara Indonesia akan lebih terlihat bersifat terapan.  

Kelebihan dan Kekurangan Buku
            Secara keseluruhan jika dibandingkan dengan buku Sejarah Antropologi I, buku ini memiliki kekurangan yang lebih sedikit. Ejaan yang digunakan sudah benar meskipun mungkin juga terdapat beberapa kata serapan yang belum diubah ke dalam bentuk ejaan yang disempurnakan pada saat ini seperti pada kata taxonomi yang seharusnya ditulis menjadi taksonomi, konsepsi yang seharusnya ditulis konsep. Selain itu, penggandaan kata dalam kalimat seperti yang ada pada buku Sejarah Teori Antropologi I sudah tidak ada lagi.
            Menggambarkan atau melukiskan tokoh sebagai sarana mengenal dan mengetahui bagaimana rupa tokoh tersebut oleh Koentjaraningrat tetap dilakukan dalam edisi lanjutan buku Sejarah Teori Antropologi I ini. Pengenalan semacam ini bagus karena sebagai pengenalan juga sebagai perwujudan pengumpulan biografi dari tokoh antropologi yang bisa saja tidak dikenal dalam dunia antropologi Indonesia yang berkembangnya belakangan. Banyaknya tokoh yang dibahas dalam buku jilid II ini sedikit membingungkan pembaca karena tidak sama dengan pada jilid I yang membahas satu per satu tokohnya, tetapi di buku ini membahas tentang teori dan konsepsi yang dicetuskan oleh ahli atau tokohnya.  
            Buku ini mampu menjadi penunjang dan layak untuk dibaca kaum antropolog muda mengetahui bagaimana teori-teori antropologi terbentuk, ahli antropologi yang membentuk, perkembangan teori, dan kecaaman-kecaman yang dilakukan oleh ahli antropologi lain, serta bagaimana solusi dibuat dalam memberi kecaman terhadap teori orang lain. Dengan begitu, antropoog muda terdorong untuk masuk ke dalam dunia yang mengharuskan menemukan solusi dari segala pertanyaan manusia dan masalahnya di muka bumi ini tanpa harus berteori saja.
            Buku jilid I dan jilid II ini akan membantu pula bagi antropolog muda dalam melakukan teorisasi, metodologi, ataupun pengonsepan suatu penelitian atau sumber penulisan. Meskipun kebanyakan dari isi buku hanya membahas tentang sekilas teori, konsep, dan metode penelitian. Dalam buku ini, Koentjaraningrat sering kali melibatkan kecenderungannya  untuk menyetujui teori atau konsep dari tokoh yang dikajinya, sehingga memberikan beberapa penerangan bagi pembaca kemana arah atau kerangka teori yang dianut oleh Koentjaraningrat.        
Komentar dan Pertanyaan Kritis
            Memahami buku karangan Koentjaraningrat yang merupakan edisi lanjutan dari buku sebelumnya ini harus dilakukan dengan fokus yang tinggi sehingga materi yang termuat dan terkandung dalam bacaan tidak begitu saja kabur dan tidak dapat dimengerti. Perlu buku-buku penunjang sebagai sarana mendukung pemahaman terhadap buku ini. Banyaknya tokoh yang dibahas dalam buku ini sedikit membuat bingung terlebih apabila kita sebagai pembaca tidak tahu sama sekali dan tidak pernah membaca profil dari tokoh yang dibahas yang mengakibatkan hanya setengah saja informasi yang dapat diserap atau bahkan nihil.
            Antropologi Psikologi yang tersaji dalam bab dua pada buku ini yang menjelaskan tentang konsepsi-konsepsi saya rasakan agak membingungkan terlebih lagi apabila terdapat tokoh yang tiba-tiba muncul tanpa ada pembahasan pada halaman ataupun paragraf sebelumnya.
            Selama ini yang terasa dalam lingkup Indonesia dan masyarakatnya ialah masyarakat belum begitu mengenal antropologi sebagai ilmu yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Diakui atau tidak ilmu ini masih sangat awam bagi masyarakat Indonesia yang masih dalam tahap pembanguanan ini. Bahkan, mengetahui antropologi saja masyarakat masih mencampuradukkan dengan ilmu-ilmu lain yang lebih dulu mereka kenal seperti arkeologi atau astronomi.  
            Sebagai antropologi terapan di Indonesia pun terkadang penanganannya sedikit telat. Penggunaan ilmu ini sebagai pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia hanya dipandang sebelah mata, setelah semua akibat yang terjadi tak menggunakan ilmu ini sebagai acuan untuk pembangunan pada masyarakat yang beraneka ragam barulah ilmu ini tidak dipandang sebelah mata. Refleksivitas yang telat dari masyarakat Indonesia ini memaksa negara ini secara tidak langsung masih terkungkung pada pembangunan yang tak sesuai tujuan dan harapan.    
            Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi dari berbagai negara yang tersaji dalam buku ini mengingatkan saya pada beberapa film yang berusaha mengenang kembali jasa-jasa dari seorang tokoh ahli. Namun yang saya perhatikan di sini ialah masih belum banyak ditemukan usaha untuk mengenang jasa ahli antropologi dalam perjalanannya menemukan teori dalam bentuk film. Mungkinkah hal seperti ini tidak begitu dilirik karena antropologi belum dirasa sangat membawa manfaat bagi kehidupan di dunia?
Daftar Pustaka
Backer, Rachel. 2007. Sigmund Freud di Seberang Masa Lalu. Sketsa : Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 2009. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.
Koentjaraningrat. 2010. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI-Press.


[1] Pernyataan Koentjaraningrat menurut ahli antropologi India, Gopala Sarana (1975). Halaman 3.
[2] Kebudayaan tersebut ialah Indian Pueblo Zuňi di Negara Bagian Colorado, Kebudayaan Dobu di d’Entre-Casteaux sebelah tenggara Papua Nugini, dan kebudayaan Kwakiutl yang terdapat di kepulauan dekat pantai barat Kanada.
[3] Gangguan neurotik pada jiwa manusia dimana emosi-emosi seseorang jatuh cinta pada ibunya dan cemburu pada ayahnya, dimana semua kita pernah melaluinya. Merupakan pengembangan dari psiko-analisis Sigmund Freud yang diambilnya dari kisah Oedipus Rex. Backer, Rachel. 2007. Sigmund Freud di Seberang Masa Lalu. Sketsa : Yogyakarta.

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��