Opini: Pernah Main (1)

Sebelum menulis ini aku menghembuskan nafas berat. Sama - persis seperti kembali mengingat-ingat yang telah jauh berlalu: berat. Kenangan yang harus kugali dalam lagi supaya anak-cucuku nanti paling tidak menikmati permainan tradisional yang dulu masih bisa kumainkan hampir tiap hari lewat tulisan ini. Tujuan yang muncul tersebut dipelopori 2 keponakan yang lebih memilih gawai daripada bermain peluk-tangkap denganku. Apakah aku kesal? Iya, tapi tidak sepenuhnya. Baiklah, akan ku perkenalkan permainan tersebut.

1. Boi-boian
Sarana dan prasarana:
- Bola
- Kreweng (pecahan genting yang sekira luasnya 6 meter persegi) 10 buah
- Halaman yang cukup luas untuk berlari
Peserta:
Permainan ini terdiri dari setidaknya 3 orang. Satu orang bertugas sebagai penjaga pecahan genting dan 2 lainnya menjadi target berikutnya untuk berjaga.
Cara main:
Kreweng ditata ke atas dan pastikan jumlahnya 10. Setelah itu, jangan lupa untuk mengundi siap yang akan berjaga terlebih dahulu. Siapapun yang berjaga bertugas untuk menghitung jarak antara kreweng dengan pelemparan bola. Jarak diukur tepat dari kreeng berdiri dan 2-7 langkah si penjaga (tergantung kesepakatan pemain). Setelah diukur, penjaga kembali ke belakang kreweng yang telah ditata kemudian dilanjutkan mengawasi bola yang akan dilempar pemain lain. Pemain yang lain bertugas untuk menjatuhkan kreweng yang ditata dari jarak yang telah digaris penjaga kreweng. JIka pemain lebih dari 3 maka pemain yang bertugas melempar bola dapat dilakukan secara bergantian dan ini juga kesepakatan awal pemain dalam permainan.
Bola diusahakan untuk mengenai kreweng hingga jatuh. Apabila 1 dari 10 kreweng jatuh bola harus lekas diambil oleh pejaga dan penjaga kemudian bertugas untuk  melemparkan bola ke arah pemain yang menjatuhkan kreweng atau teman lain yang menjadi sekutu dari yang menjatuhkan. Kemudian pemain lain yang merasa dekat dengan kreweng yang masih berserakan karena hantaman bola bisa kembali menata kreweng tersebut sehingga tegak berdiri sejumlah 10.
Jadi ada yang mengecoh si penjaga, ada pemain yang bertugas menata. Sebenarnya permainan ini 1 lawan banyak orang, tapi kalau memang penjaga lincah bergerak bisa jadi belum tertata rapi krewengnya sudah mendapat pengganti penjaga lain.
Permainan ini pernah ku kenalkan di Jrakah, waktu KKN. Hehe..

2. Boyo-boyoan
Boyo-boyoan ini merupakan permainan yang sering ku lakukan bersama teman-teman dusun di pos RT 2 Dsn. Kasiyan, Ds. Pohkecik. Namanya terinspirasi dari cerita rakyat buaya dan kancil yang cerdik. Iya, boyo dalam Bahasa Jawa memiliki arti buaya.
Sarana dan Prasarana:
Memerlukan tempat yang agak tinggi atau dua tempat tinggi yang bisa memungkinkan seseorang berpindah dengan jangkauan.
Peserta:
Lebih dari 1 orang. Satu akan menjadi buaya, yang lain akan menjadi mangsa buaya.
Cara main:
Orang yang telah ditunjuk sebagai buaya bertugas mengenai bagian tubuh mangsa. Hal ini juga sesuai kesepakatan. Boleh berganti pemain apabila terkena baju atau hanya boleh bagian tubuh. Batas wilayah buaya ada di antara dua tempat tinggi. Sedangkan para mangsa boleh berada di kedua tempat tinggi atau ke tempat rendah. Namun jika mangsa berada di tempat rendah memiliki risiko dikejar oleh buaya yang sedang berjaga. Tidak yang menang dan tidak ada yang kalah dalam permainan ini. 

3. Kil-kilan
Sarana-Prasarana:
Tubuh yang sehat untuk bermain, terutama bagian jari-jemari tangan. 
Peserta:
Minimal 3 orang. Dua orang bertugas menjaga menggunakan jari-jari tangan.
Cara Main:
Setelah hompimpa menentukan pemain pertama, kedua, dst. Maka yang perlu dilakukan adalah dua orang yang berjaga berhadapan. Tahap pertama meletakkan jari kelingking di atas tanah di antara dua pemain yang berjaga sambil pemain pertama memberikan kode 'kil siji','kil loro' kil telu', dst. Jika pemain lupa memberikan kode tersebut di tengah bermain salah satu pemain yang berjaga dapat menyela dengan bilang 'nas'. Berarti ada diskualifikasi karena tidak menyebutkan kode yang seharusnya disebut. Sehingga pemain yang sedang bermain harus bergantian berjaga. Jika jumlah pemain genap maka dapat membuat grup yang saling berlawanan dalam memainkan permainan ini. 

Ini bagian 1, ada beberapa bagian lanjutan yang belum sempat kuselesaikan dan masih berupa draft. Ini pun sebenarnya sudah draft lama yang ingin kurampungkan. Selamat bermalam Kamis. ☕



Selingan:
Bermain yang kusenangi adalah memanjat pohon dan membuat temanku berkumpul di tiap cabang pohon. Pohon keres (beberapa daerah menyebutnya pohon talok/kersen) menjadi pilihan pohon kami. Cabangnya yang lumayan kokoh buat 3 orang, daun-daunnya yang rimbun, ditambah buah keres yang bisa diambil ketika masak menjadikannya tempat asyik untuk memulai rencana esok hari bahkan keinginan yang tak sempat terbagi dan dibagi pada saat ini namun terucap sudah 11 tahun lalu di antara kami. Sepulang sekolah kami lakukan. Dimulai dengan saling jemput ke rumah teman yang satu ke lainnya, kemudian menuju pohon yang terletak di lapangan desa samping sekolah. Aku berada di cabang pohon paling atas, di bawahnya ada Leni, bawahnya lagi Anis. Begitu ada tambahan orang, kami bisa berbagi cabang. Kadang Leni pun berada di cabang paling atas denganku. Kadang kami sama-sama menikmati hembusan angin di cabang paling atas, saling berpegang satu dan yang lain. Setelah merasa senang angin menghembuskan kami, kami kemudian menikmati buah keres yang kami cari di sela-sela menikmati angin. Kami duduk di cabang masing-masing. Kadang bercanda dengan saling lempar sisa sesap buah keres. Oh ya, selain pohon keres di samping sekolah, kami sering memanjat pohon keres di tengah sawah di perbatasan desa. Pemilihan tempat main yang cukup jauh bagi kami dulu, sengaja dilakukan menjauhi orang-orang yang mungkin kenal kami saat memanjat pohon. Maklum, dulu sering dinasihati"arek wedok ojo penekan engkok enuke suwek"(anak perempuan jangan suka manjat pohon nanti vaginanya sobek). Hm ya, kami menghindari nasihat tersebut hadir ketika kami asyik bertingkah di atas pohon keres.   



Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��