Penyimpanan: Ini Berat, Aku (Hanya) Ingin Membaginya

Pada suatu hari, aku berjanji pada teman lamaku untuk mengunjunginya. Iya, aku berjanji untuk kembali lagi ke Solo bukan karena aku pentas teater lagi dan ia menyempatkan waktu untuk melihat pertunjukanku. Aku hanya ingin main - mengunjungi Solo. Bukan main-main atau yang tidak-tidak.

Kemarinlah hari itu, ketika aku menepati janjiku. Entah kemana dia membawaku pergi dalam benakku aku hanya ingin menikmati Solo dan makanannya. Loh! Enggak gitu ah, aku ingin menikmati Solo dari perspektifnya. Tapi faktanya adalah ... dia bukan tipe orang yang suka main. Jadi, hampir 4 tahun di Solo ditambah dengan waktu-waktu di masa kecilnya yang dia habiskan di Solo tidak (/belum) membuat dia hafal jalan di Solo. Jadilah, kemana-mana memakai kecanggihan dunia sekarang : G-Maps. Beruntung aplikasi tersebut tidak merugikanku - maksudnya tidak membuat tersesat. Hehe...

Sampai di Solo masih pukul 9 kurang, jadi karena aku lapar aku diajak makan dong. Asyik, makan timlo (makanan khas Solo dengan kuah bening isinya ampela-ati, telor, sama adonan tepung mirip telur yang aku gak tahu itu apa wkwk). Mirip soto sih sebenernya, cuma bening aja, oh ya harga seporsinya kira-kira 15k an. Setelah makan sambil basa-basi yang perlu, kami menaiki motor menuju ke arah Tawangmangu. Kalau di Solo, daerah dataran tingginya ya Tawangmangu itu. Lalu gunung yang menawan sebagai hamparan indah yang ada di Tawangmangu itu adalah Gunung Lawu. Perjalanan menuju ke Tawangmangu pagi itu cukup 1,5 jam. Kami hanya menyempatkan ke Candi Cetho dan kebun teh. Tidak kemana-mana lagi atau nongkrong kemana-mana. Bahkan sekadar mengambil gambar saja kami enggan. Ya, ada sih foto cuma gak banyak kayak orang-orang kebanyakan yang numpang lewat di ingatan. 

Tiket masuk ke Candi Cetho 7k, biaya parkir 2k. Lalu kalau ingin memberikan sumbangan untuk pemugaran bisa melakukannya di tempat isi kehadiran yang jadi satu sama tempat mengenakan kain khas Candi Cetho. Begitu. Menuju ke bagian paling atas candi, sepertinya cukup membuat berkeringat, tapi karena hawa dingin keringat tak bisa keluar seperti biasa hehe.. Candi ini merupakan bangunan yang masih aktif digunakan untuk sembahyang umat Hindu oleh sebab itu, kebijaksanaan atas perilaku pengunjung sangat diharapkan saat berkunjung. Kebetulan waktu keluar area candi, beberapa orang dengan pakaian khas sembahyang umat Hindu memasuki area candi yang memang berarti candi tersebut merupakan tempat sakral meski digunakan juga sebagai tempat wisata. Wisata cagar budaya, ya. Artinya kita tahu, kita rawat, kita ikut mengapresiasi dan melestarikan. Meskipun sebenarnya dimanapun kita berada wajib untuk melakukan segala hal yang kusebutkan di atas.

Siang sudah ketika kami turun menuju ke Solo lagi, sebelum itu aku menyempatkan makan 'selat solo' di Warung Mbak Lies. Kuahnya enak, masakannya enak, harga terjangkau, rekomendasi lah. Nah, ternyata setelah makan itu waktu sudah hampir sore sedangkan aku belum beli tiket balik ke Yogya. Inginku pulang agak sore menjelang malam pupus. Tiket kereta dari Stasiun Solo Balapan tinggal yang malam. Ya sudah, belum rejeki. Ya sudah, berarti aku bisa agak lama di Solo. Ternyata, benar juga agak lama. Lama menunggu di stasiun, buat antri beli tiket Prameks. Oh ya, kita sekarang gak bisa membeli tiket KA Lokal sekalian pulang kayak dulu. Jadi, kita harus beli tiket balik sesuai kebijakan PT.KAI 3 jam sebelum keberangkatan kereta. Ya, harusnya gak kaget juga sih hari itu antrinya sampai 2 baris mengular: malam minggu, masih liburan, dan besok ada UM UGM.... Pada akhirnya aku dapat tiket yang paling malam itu. 

Di tengah kekhawatiranku barangkali aku tidak dapat tiket bahkan yang paling malam pun dengan antri berdiri yang kadang buatku tak kuat menahan kaki, temanku baik sekali. Ikut berdiri sampai kira-kira tinggal 15 antrian di depanku. Oh ya, ada selingan juga sih waktu aku berdiri untuk mengantri. Aku melihat beberapa anak, tepatnya 5 orang memakai kaos berwarna putih. Kadang berlari, kadang bergelayut ke Si Ibu, kadang berbagi, dan yang paling besar mengajak adiknya bermain. Mereka dilahirkan tak sama, mereka bukan anak-anak sengaja dinamakan rejeki bagi orang tuanya yang entah dimana. Hal itu kuketahui setelah berbincang dengan Si Ibu. Ibu yang mengasuh kelima anak itu, iya anak asuh. Ibu yang kutemui, sosok orang yang dapat tersenyum bahagia melihat anak asuhnya ke Solo naik kereta. Ia cerita, dari kelima anaknya ada yang memang belum pernah naik kereta, dari kelima anaknya mereka punya latar belakang dilahirkan berbeda. Pikiranku kadang berkelit dalam perbincangan dengan Si Ibu ketika aku melihat ekspresi anak-anak dan senyum puas Si Ibu. Iya, mereka (masih) punya rumah dalam ruang-ruang kosong yang selalu disediakan Si Ibu. Pelukan, nasihat, curhatan, apapun tentang hidup mereka. Aku pun sempat terenyuh, tak bisa menampakkan senyum tersebab aku memakai masker 'tuk menutupi flu yang sedang kualami, membuatnya kadang tak terlihat tulus bahkan itu adalah senyum tulus. Mataku tak dapat dipicingkan dan membentuk 'eye smile'. Mataku hanya bisa berkaca-kaca mengetahui rasa penasaran yang terjadi di antara Si Ibu dan lima orang anaknya. 
Tiket kudapat, sayangnya aku lupa berpamitan pada Si Ibu. Aku lupa. Lalu entah kenapa aku memikirkan ini : kalau kapan-kapan ku bertemu lagi aku ingin punya cerita lagi. Barangkali aku pun bisa berkontribusi pada kehidupan orang lain seperti itu di masa yang akan datang. 

Waktu yang semakin menipis di Solo, ku habiskan di Stadion Manahan, iya stadion yang selalu ramai dikunjungi warga Solo. Sampai sekira jam 6 sore, kuputuskan untuk kembali ke mushola tempat kami menitipkan motor. Setelah itu kututup hariku di Solo dengan naik kereta terakhir hari itu. Aku bersyukur, lelah yang kudapat cukup membuatku tersadar akan uluran tangan manusia lainnya. 

Pendopo di Candi Cetho

Pengunjung yang antusias di bawah sana 

Sisa dupa 

Jangan tanya aku yang mana?
Dia Andhika dulu waktu kecil dipanggil 'Kuping Gedhe'. Yaampun kalau diingat-ingat aku pernah juga manggil ke dia kayak gitu dan berpikir sekarang, itu menyakitkan. Meski itu faktanya. Hehe

Suasana puncak candi 

Sepanjang jalan di Tawangmangu 

Biar tidak sia-sia dan biar jadi bukti aku "pernah" sebagai syarat untuk ditunjukkan di blog ini tentunya :') 




Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��