Dunia Harus Tahu: Kalau Tidak Seperti Ini, Kadang Tidak Seperti Itu

Heol! Belum setengah hari mengurus, ternyata bisanya diambil setengah hari lagi. Hari ini aku belajar menjadi warga yang baik.

Apa yang diurus? SKCK - Surat Keterangan Catatan Kepolisian
Buat apa? Um... Persyaratan melamar apapun yang mau dilamar wkwk
Berhubung sekarang zaman semakin maju, Kepolisian Republik Indonesia pun agaknya tidak mau ketinggalan zaman dan dibilang gagap teknologi (gaptek). Ya, SKCK sudah bisa diurus melalui portal yang disediakan oleh pihak Kepolisian. Beberapa di antaranya, Polda dan Polres juga memiliki fasilitas yang sama. Lalu bagaimana aksesnya?
Pertama-tama, setelah aku mencari kata kunci yang kuinginkan di gugel pencarian mengarahkanku pada skck.polri.go.id/ tapi portal ini masih dalam masa perbaikan, sehingga kemudian iseng kucari dengan tambahan kata 'jatim' berakhir muncul skck.jatim.online/. Baiklah, pada awlnya ku mendaftarkan diri sebagai anggota dari warga yang ingin membuat skck (di portal ya). Hm, sayangnya bukan karena koneksi yang lamban tapi memang portal yang tersedia berat bawaannya sampai telepon genggam basis androidku tak mampu membuka dengan stabil. Akhirnya aku ganti menggunakan laptop. Lancar sih, tapi ya memang bawaan portalnya berat, jadi tetap saja membuat pengoperasian laptop jadi lambat. Setelah selesai masuk ke portal dan memilih membuat SKCK. Setelah itu aku mengisi data yang diminta. Ups! Ternyata setelah kusimpan portal ini 502 (gak bisa dibuka). Jadi, pengisian online yang telah kulakukan tadi entah berhasil atau tidak. Heuheu....

Semenjak hal itu terjadi, akhirnya kuputuskan untk mengurus SKCK secara offline. Berusaha menjadi warga negara yang tidak berlebihan dan sesuai petunjuk teman-teman di website yang telah kubaca sebelumnya akhirnya aku berangkat ke Kantor Desa. Oh ya, sebelum ke Kantor Desa tadinya aku diharuskan menemui seseorang yang biasanya membuatkan surat pengantar SKCK ini. Sayangnya, orang yang harus ditemui sudah berada di Kantor Desa yang mengharuskanku bertemu beliau di sana. (sebenarnya menemui orang tersebut adalah cara yang instan, sebab bertemu langsung dibuatkan pengantar). Sampai di Kantor Desa, aku bertemu orang yang harusnya kutemui. Tapi aku dihadapkan oleh orang lain yang meminta surat pengantar dari Pak RT. Artinya, aku harus menemukan Pak RT meminta pengantar dari beliau. Aku menyadari sesuatu.... Baiklah, harusnya memang mulai dari bawah.

Sepanjang jalan aku berusaha tidak menyesal. Sepanjang jalan aku tidak mendendangkan lagu kesukaan. Bukan berarti aku sedang tak suka. Aku sedang menikmati apa yang aku lihat lalu kurasa. Aku mengenal Pak RT, pun begitu dengan sekretarisnya. Mereka adalah tetangga beda rumah. Yaiya, kan tetangga. Mengambil blangko pengantar ke Pak RT aku langsung menuju ke warung beliau. Sayangnya beliau tidak di warung, aku bertemu istrinya yang memberi penjelasan harus mengambil blangko dulu ke sekretaris RT. Langsung saja aku ke Sekretaris RT tersebut. Dikarenakan kenal baik, sampainya aku di depan rumah aku langsung pasang senyum lebar ke istrinya yang sedang duduk santai di depan rumah. Eh, sepertinya beliau tidak mengenaliku yang berkaca mata plus pakai kerudung. Duh, mungkin sudah sangat berbeda di pikirannya dan aku ini siapa? Padahal aku baru 2 bulan pindah rumah. Ya, dulu rumah kami berhadapan hanya dibatasi jalan raya yang lebar. Semakin mendekat padanya, akhirnya beliau sadar. "Owalah, Shanti tah iki mau".

" Nggoleki Pakdhe Mat a? Hoo, yo ngunu dolen rek, nek gak ngurus ngene lak gak dolen se" (Mencari Pakdhe Mat ya? Hoo, ya gitu main ke rumah, kalau gak ngurus kayak gini kan gak main)
" Nggih, Dhe." (Iya, Dhe)

Orang yang dicari keluar dari dalam rumah, sambil mempersilakan kududuk aku diberi pertanyaan seputar apa yang kuminta dan cerita singkat karena mulutku bertanya. Wkwk...
" Lapo, rek. Ngurus surat kawin a" (Ngapain? Ngurus surat kawinkah?)
" Hehehe... Nggak, Dhe. Ngurus SKCK, minta pengantar"
" Yo bekne se, jare wis lulus?" (Ya barangkali, katanya sudah lulus?)
" Nggih, la niki ngurus SKCK damel ngelamar" (Iya, ini mengurus SKCK untuk melamar)
" Lak kerja se?" (Kerja, kan?)
" Nggih, kalihan sing lain hehehe" (Iya, sama yang lain juga hehehe)
" Yo wis ndang kerjo, bayari Mbak sampean nikah" (Ya sudah, cepat kerja buat bayar nikahan Mbak)
" Hehehe," kujawab dengan ketawa saja lalu beliau curhat sejenak.
" Biyen iki aku yo ngunu, aku sing kerjo gawe bayari nikahane Masku" (Dulu ini aku ya gitu, aku yang kerja buat bayar nikahnya Masku)
" Ooohhh, nggih" (ooooh iya)
" Wis a ngisine?" (Sudahkah ngisinya? - Buku tamu)
" Sampun" (Sudah)
" Nek ngunu sampean nang Pak Bayan, terus njaluk tanda tangan nang Pak Polo, nyoh tanda tangan sek nang kene" (Kalau begitu kamu ke Pak RT, lalu minta tanda tangan ke Pak Kadus, di sini kamu tanda tangan).
" Nggih pun, maturnuwun Dhe" (Ya sudah makasih, Dhe).
Lalu sambil cium tangan ke suami-istri itu kuahkiri percakapan dan sesegera mungkin menuju rumah Pak RT.

Pak RT sedang ada tamu. Tamu Pak RT tidak tahu kalau Pak RT adalah seorang kepala RT di lingkungannya. Terlihat dari cara mereka mempersilakanku. Pak RT yang sedang berbincang dengan tamunya sesegera mungkin bangkit dari kursi dan mengambil pulpen lalu menandatangani blangko yang kubawa tanpa basa-basi. Setelah berpamitan dan berterima kasih aku langsung menuju rumah Kepala Dusun. Sesampainya di depan rumah, yang keluar adalah anak bungsunya yang sedang menikmati masa liburan di rumah. "Bapak tidak ada, sampean pendet sore mawon" (Bapak gak ada, kamu ambil sore saja). Dan ya, itu berarti aku harus kembali ke rumah dan tidak melanjutkan ke Kantor Desa. SKCK, sampai jumpa besok. Sebab sore pun kalau sempat kuambil, kantor-kantor sudah tidak melayani.

Masih di halaman rumah Kepala Dusun, aku akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat servis gawai. Mengambil titipan mamaku di sana. Perjalanan yang kutempuh tidak melewati jalan raya yang banyak lalu-lalang kendaraan bermotor. Aku mengambil jalan tikus lewat sawah penghubung Dusun Kasiyan dan Dusun Kademangan. Batas antara kedua dusun in di tengah sawah sangat terasa. Jalan yang sudah dicor merupakan bagian dari Dusun Kademangan, sisanya milik Dusun Kasiyan. Wkwk... hmmm... Di sepanjang sawah aku melaju tak secepat aku berada di jalan konvensional, sebab menikmati pemandangannya dan menghirup udara segar diantaranya lebih menenangkan. Sampai pada satu titik dimana sawah sangat berasap, karena 'damen' - batang padi yang sudah kering telah cukup waktu untuk dibakar. Beberapa orang yang lewat, sepintas wajah yang kukenal kuberi anggukan senyuman. Beberapa orang lagi memalingkan muka mengetahui aku seperti orang aneh di antara mereka memakai sepeda motor dan helm lewat sawah. Sebenarnya tidak ada yang alah denganku, paling orang-orang hanya mengira aku adalah korban sesat dari G-Maps. Wkwkwk ...
Setelah lewat sawah berakhir, rumah pertama yang kuingat ketika mengunjungi Dusun Kademangan adalah rumah cat putih di pojokan perempatan yang berhalaman luas dengan beberapa pohon mangga di halamannya. Dulu rumah itu tidak berpenghuni dan kata tetangga yang lebih tua dariku ketika kami jalan-jalan pagi di hari Minggu berkata rumah itu angker. Ih, keangkerannya (dulu) bisa dilihat dari lampu rumah yang kadang-kadang nyala dan mati sendiri. Hm... aku melihat sih dulu, tapi kalau sekarang sih aku berpikir itu memang diset untuk mati dan hidup pukul segitu. Tapi tetap saja, melalui cerita tetangga itu aku percaya rumah itu berhantu dan tadi ketika kulewat rumah itu ramai dengan orang ngaji, tidak lagi sepi tanpa penghuni tapi berpenghuni. Hihi..  Intinya, gak serem kok wkwkwk...

Terus menyusuri jalan yang kuhafal, akhirnya aku menemukan jalan yang benar (Ya, gitu sering lupa jalan). Dusun Kademangan bisa dibilang memiliki keunikan. Di sana bisa ditemukan peninggalan sejarah berupa punden berundak yang mirip bangunan candi. Secara berkala, bangunan tersebut juga dibersihkan. Bangunan yang digunakan sebagai makam leluhur dusun tersebut sebenarnya di Dusun Kasiyan juga ada. Tapi tidak berbentuk makam berundak, hanya punden biasa yang kadang ramai dikunjungi orang dari luar daerah untuk mendoakan yang ada di makam. Balik lagi ke Dusun Kademangan, di sana juga memiliki makam orang-orang keturunan Tionghoa-Kristen yang dikijing dan bangunannya besar-besar. Letak makam tersebut bersebelahan dengan TPA  (Tempat Pembuangan Akhir) yang berhadapan langsung dengan lapangan Desa Dlanggu.

Selepas melewati area-area yang kuingat sepanjang memori masa kecilku muncul di Kademangan akhirnya aku sampai di tujuan. Setelah mengetahui bahwa barang yang dititipkan tak bisa diambil saat itu juga. Ya sudah, aku pulang ke rumah. Pulangnya, aku berhasrat untuk kembali lewat sawah dan mengingat apa yang kira-kira belum sempat kuingat sebgai kenangan yang dulu pernah kubuat selama lewat di jalan yang sama.

Benar, aku dulu pernah ikut kegiatan Pramuka di lapangan yang kusebut, memenangkan lomba baca puisi di Balai Dusun Kademangan, dan suka membeli jajan di toko pojokan yang sekarang dicat biru depan rumah cat putih yang angker itu. Sebelum akhirnya sampai kembali ke Dusun Kasiyan, aku melihat banyak anak kecil bergerombol tapi masing-masing memegang gawainya. Iyaps, mereka di warung pojok/pinggir sawah yang di sana ada wifinya. Hm, pantas saja. Hm...Anak-anak sekarang akan diam di hadapan benda penghubung kemayaan. Sama sepertiku yang sering kali diam menuangkan pemikiran dalam daya ingat yang pendek ini.    

Mengurus hidup hari ini: melakukan kerja yang belum usai.
Semangat ya, hidup. Semangat hidup.

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��