Opini: Adora: Simulacra - Hiper Realita

Wah, agaknya thread Adora di Twitter bikin aku penasaran juga. Ya, cerita tentang 'Hilman' tiba-tiba saja jadi booming dibicarakan oleh teman-teman 'sepemikiran' di grup 'iuran kado pendadaran'. Berkat hasil saling bagi-pakai lewat grup tersebut, aku pun membuka dan membaca sampai tuntas apa yang ditulis Adora dalam thread yang sampai saat ini belum selesai ditulisnya. Aku mengaca pada keadaan sebelum-sebelumnya. 
Keadaan dimana adikku punya teman yang kelakuannya sama persis dengan Hilman. Tapi Hilman versi adikku bukan orang yang main RP (Role Player) dulu, lalu kenalan di RL (Real Life) seperti kisah Adora. Oh ya kedistrak bentar - sementara aku tidak berkomentar dalam grupku yang membagi cerita tentang Adora dan kisah cintanya, hal itu disebabkan perasaan yang masih nyangkut entah apa dan belum beres dalam pikiran-pikiranku. Seperti mau bilang ke Adora - "Kamu bukan satu-satunya orang yang menghadapi kenyataan seperti ini"(setelah kusadari pertemanan adikku di SMA dulu juga demikian, hm ya.. aku gak pernah main RP meski ada teman-teman di kelas Bahasa dulu yang kemungkinan main but teman-temanku juga tidak berlebihan sih, kemudian cerita teman segrup yang menyatakan pernah bermain RP dan terbawa ke RL). Namun balik lagi pada kisah yang masih mengganjal dan belum aku komentari aku iseng mencari tahu apa mungkin sebenarnya khayalan -khayalan itu diproduksi seseorang melalui fenomena yang sedang terjadi. 
Ternyata, oh ternyata Bapak Jean Baudrilard seorang Filsuf dan Sosiolog dari Perancis dengan kajian pos-strukturalisme telah memberikan buah pemikirannya dari apa yang terjadi pada saat ini. Dinamakan dengan 'simulasi' 'simulacra' 'simulacrum'. Atau bisa dikatakan juga sebagai simulasi buatan - dari dunia nyata. 
Begini, kalau banyak diceritakan Pak Jean ini menceritakan tentang bagaimana media bekerja sebagai pembuat simulacra melambungi realitas yang ada sebenarnya, dengan menskenariosasi apa yang telah terjadi nah, di sini kalau cerita dari Adora, Hilman (yang asli) lah yang kemudian membuat skenario ini. Membuat dan membutakan mbak Adora (mungkin juga orang lain yang punya cerita yang sama) sehingga ia merasa apa yang diperbuatnya selama beberapa bulan berpacaran dengan Hilman dengan jarak jauh itu terlihat nyata. Dengan apa? ya dengan teknologi yang ada. Gawai misalnya yang sering disebutkan Adora lewat video call, chatting, telponan, dsb. Pada akhirnya lewat realitas imajinatif yang dibuat oleh Hilman (yang asli) terciptalah karakter Hilman yang seolah-olah nyata dengan membuat fakta-fakta yang sebenarnya ada menjadi suatu hal yang terasa lebih terasa itu realita, padahal sebenarnya dunia fantasi seorang pembuat Hilman. Begitulah Adora berada dalam simulacra yang dibuat oleh si pembuat Hilman. 
Tahapan awalnya sebenarnya seseorang yang membuat tokoh Hilman ini tentu mendapatkan inspirasi dari kehidupan nyata yang telah ia jalani. Dalam tahap ini Pak Jean menyebutnya sebagai simulasi sebagai tahap pertama dari bagian pemikirannya mengenai simulacra. Hilman diberi oleh si pemilik peran sebagai orang yang asyik diajak ngobrol, suka fotografi, dan lain sebagainya. (Duh, kujadi ingat kalau memilih karakter di teater persis tahapan pencariannya tapi melalui olah rasa, entah kalau RP hehe). Begitu karakter tiruannya jadi, lalu  dijadikan (seolah-olah) ada di dunia nyata. 
Tahapan kedua yakni simulacra. Simulacra berjalan dengan menutupi atau membelokkan fakta-fakta yang ada. Nah, di sinilah cerita Adora jadi seru. Iya, seru sebab ia menyadari apa yang dilakukannya tidak lagi berada di tataran dunia maya yang diciptakan dan dia mau untuk diajak pacaran secara RL dengan Hilman. Keinginan ketemuan dengan Hilman menjadi salah satu kebutuhan bagi Adora yang dikubur hidup-hidup oleh pembuat Hilman. Yeah.. 
Tahapan terakhirnya dari apa yang telah kujabarkan di atas adalah yang dipandang sebagai ada hal yang lebih nyata tapi maya, tapi sebenarnya kemayaan itu melebihi realita. Pada suatu pertemuan di kelas kajian konsumsi dan gaya hidup disinggung oleh Prof. Irwan Abdullah mengenai "hyper reality" - hiper realita. Disebutkanlah contohnya pada saat itu berbentuk emoji atau emotikon yang jadi bagian tak terpisahkan di dalam pertukaran obrolan dalam kemayaan dunia yang kemudian disebut dengan chatting.  Kalau cerita yang dikarang disebut simulacra, maka apa yang ditawarkan dalam cerita menjadi hiper realitas. 
Emotikon ini  misalnya 😊 memang tervisualisasi seperti orang tersenyum. Tapi sayang, aku yang sekarang duduk mengetik memberikan emotikon tersebut sedang berkeringat di dahi dan serius mengerjakan tulisan ini tanpa senyum sedikitpun. Begitu ruang-ruang dalam hidup kita sekarang kiranya dipenuhi dengan apa-apa yang bisa dibuat melebihi realita, apa-apa yang digambarkan tapi tak sesuai dengan kejadian dalam kenyataan hidup. Kemudian begitulah tanda-tanda melebur antara realitas dan yang imajinatif, kadang simpang-siur, dan banyak kemudian tidak lagi menghiraukan kenyataan yang benar-benar ada atau bahkan melebihi apa yang ada. Contoh-contoh yang seperti cerita Adora mungkin saja bagian kecil dari kehidupan seseorang yang benar-benar tidak seorang pun dapat simpati jika tidak ada kemauan dari si pemilik cerita mengungkapkan dan berbagi kisahnya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada tingkah laku manusia yang didukung oleh teknologi mutakhir yang ada. 
Ini hanya pemikiranku yang belum tersampaikan di grup yang tadi pagi hingga agak siang ramai membicarakan kisah Adora. Aku sadar aku tidak bisa nyinyir di grup sebab kenyataannya tulisan ini akan panjang untuk discroll dan (mungkin) teman-teman jadi lebih malas membaca. Ah, ya untuk cerita Adora merupakan bagian dari tingkah laku individu dalam skala kecil, dalam skala yang besar dengan komunitas tertentu yang bisa menjalankannya, cara simulacra ini bekerja dan membutakan mata masyarakat pada kebenaran yang sebenarnya, bisa dilihat dari fenomena media yang menggiring opini masyarakat atau politik negeri ini yang agaknya ngeri dibuat oleh kaum pemikir melalui 3 tahapan simulacra. Wacana tandingan yang dianggap benar dan tidak menyudutkan bisa menjadi pemecah masalah dalam fenomena seperti ini. Sayangnya, lagi-lagi siapa yang akan (dengan) waras melakukan hal seperti ini? Sepatutnya diri ini refleksi, merefleki, direfleksi. 
Sampai detik ini, kumasih bergejolak dengan tanda-tanda yang sama dengan kehadiran kisah semacam Adora dan kenyataan hidupnya, sebab aku pun tak tahu mungkin di luar sana sebenarnya ada orang-orang yang ingin membuatku masuk dalam cerita hidupnya supaya lebih menarik dan berkonflik. Aku memang bermaksud menegatifkan diri karena aku tidak bisa hidup dengan kepositifan terus yang buat hidup tegak lurus tanpa jalan berbatu. Selamat dan terima kasih Adora kau memberikanku suntikan rasa yang menurutku luar biasa (meski cerita di threadmu belum selesai kau kisahkan), membuka mataku untuk senantiasa terjaga dalam dunia yang bisa dibuat, dibumbui, bahkan dilebih-lebihkan. 

Berbagai sumber daring yang dapat dibaca: 
http://catatanhardika.blogspot.co.id/2014/04/teori-simulacra-jean-baudrilard.html
https://kampungmanisku.wordpress.com/2010/04/12/realitas-imajinatif/comment-page-1/ 
https://lingkarstudipopularculture.wordpress.com/2010/05/08/simulasi-simulacra-dan-hiperrealitas/
http://paradigmabebasnilai.blogspot.co.id/2012/09/hiperrealitas-simulacrum.html
http://www.republika.co.id/berita/kolom/teh-anget/16/09/23/odytgn319-paradoks-dunia-simulacra

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��