Air Mineral dalam Kemasan
Sudah
begitu lelah kiranya bumi kita berputar hingga untuk sekadar beristirahat dan
menabung untuk ke depan saja, bumi selaksa tidak mampu menyangga tubuhnya.
Kebocoran, ambrol, hingga keringnya tanah memberikan gambaran yang luas sudah
setua apa bumi yang kita pijak. Kelelahan bumi, tempat alam dan makhluk lainnya
melakukan segala aktivitasnya, tak lain dikarenakan ulah manusia, yang memiliki
akal pikiran untuk menentukan dan memilih cara untuk memperlakukan alam secara
semestinya. Bukan bermaksud menyalahkan, namun jika saja kenampakan manusia
saja yang berbeda dengan binatang dan tetap sama tidak memiliki akal pikiran mungkin hal-hal yang tidak
diinginkan semacam di atas tidak akan terjadi. Tiga hal mengenai satu-kesatuan
perlakuan antara bumi dan manusia yang tidak dapat dipisahkan ialah manusia
ditundukkan alam, manusia dan alam saling bersinergi membentuk simbiosis yang saling
menguntungkan, dan alam menundukkan manusia. Penulis di sini akan membahas
ketiga hubungan antara manusia dan alam dengan mengampil topik mengenai air
mineral (biasa disebut air putih) dalam kemasan disesuaikan dengan konsep
konsumsi menghabiskan, merusak, memakai dan mengubah.
Bagi masyarakat Indonesia, khususnya
di pulau Jawa meminum air mineral dalam kemasan bukanlah hal yang biasa
dilakukan. Dalam segala aktivitasnya diruntut dari zamannya, air mineral ini
hanya dikenal dengan air yang telah dimasak dan langsung bisa disajikan sebagai
pelepas dahaga dan penetralisir makanan yang dicerna. Bentuk penyajian yang
biasa dilakukan ialah dengan mengisikan air yang telah dimasak tersebut ke dalam
kendi, gentong, teko, dan ceret. Jika
bertamu ke rumah orang-orang Jawa kebanyakan pada zaman dahulu sebelum dikenal
dengan luas air mineral dalam kemasan, yang disuguhkan pada tamu ialah air
minum dalam kendi dan alat penampung lainnya di atas berisi air yang telah
dimasak. Pada banyak ilustrasi pada cerita orang-orang Jawa zaman dahulu
ibu-ibu mengirim makan siang untuk suami dan anaknya yang bekerja di sawah pun
membawakan mereka minuman dalam kendi yang berisi air. Pengetahuan alam dan
masyarakat Jawa yang berkembang seiring dengan revolusi industri disertai
dengan globalisasi, membuat mereka ikut pada arus yang sedang terjadi.
Penemuan plastik dalam revolusi
industri membuat hangat bumi dan seisinya ini mengenai topik mengemas benda
dalam bentuk yang paling nyaman dan aman. Begitu pula dengan air minum yang
dulunya bisa dijumpai di tiap-tiap dapur rumah tangga. Mungkin sekarang memang masih
ada, namun tidak sebanyak dahulu. Mungkin masih ada, tapi tidak disuguhkan. Mungkin
sekarang memang masih ada, tapi tidak banyak diminati seperti dahulu.
Keunggulan air mineral dalam kemasan dibanding dengan air minum yang telah
dimasak di rumah yang diambil dari sumur atau air PDAM (Perusahaan Daerah Air
Minum) ialah pada kepraktisannya. Botol plastik menjadi primadona hingga saat
ini karena kemasan yang bisa dibawa kemana-mana dan ditemukan di mana-mana, serta
tidak perlu repot untuk memasak air. Jika sesuai dengan standar ISO
(International Organization of Standarization) yang menetapkan layak tidaknya
kemasan plastik didaur ulang kemasan plastik air minum dalam kemasan memilki
tanda PET - (polyethylene terephthalate) 1,
berarti hanya dapat sekali dipakai dan tidak sarankan untuk memakainya secara
berulang-ulang. Beberapa merek dagang air minum dalam kemasan memberikan
kata-kata persuasif pada iklan dan kemasan produk dari air minum mereka dengan
meremas botol plastik tersebut ketika telah habis. Cara tersebut ditempuh oleh
perusahaan air mineral sebagai peringatan bahaya yang terkandung pada kemasan
air minum dalam kemasan secara tidak langsung. Sebab, plastik yang digunakan
untuk mengemas mengandung zat yang sama dengan penyebab penyakit kanker apabila
digunakan dalam jangka waktu panjang yakni zat karsinogen. Selain itu pesan yang
dikandung dari hal yang telah diterapkan di atas adalah untuk memudahkan
pengelolaan sampah serta kenyamanan dan kebersihan lingkungan.
Aqua menjadi
merek dagang air minum dalam kemasan yang dikenal dengan baik oleh masyarakat
Indonesia karena sebagai pencetus pertama perusahaan air minum dalam kemasan di
Indonesia. Majas metonimia seringkali bahkan terdengar untuk pembelian air
minum dalam kemasan. “Mas beli aqua”, kemudian penjual memberikan apa yang
dimaksud si pembeli meski bukan ‘aqua’. Seperti keranjingan pada merek dagang
tersebut, konsumsi akan air mineral ini begitu bertambah marak dilakukan oleh
masyarakat Indonesia. Tidak jarang ditemukan pada tiap tempat sampah baik dalam
kemasan gelas ataupun botol bekas air minum dalam kemasan. Bisa dikatakan,
masyarakat seolah menjadi lebih mempercayai air-air dalam kemasan yang teruji
secara klinis atau yang mampu menyembuhkan penyakit daripada meminum air
mineral yang sama warna beningnya dan dimasak di rumah.
Seiring berjalannya waktu, air minum
dalam kemasan galon sama halnya dalam kemasan botol yang dimodifikasi lewat
bentuk botol, iklan yang menarik, air mineral dalam kemasan galon memiliki
perubahan, meski bukan perubahan galonnya, dimana orang tidak harus mengganti
air isi ulang dengan air mineral dari perusahaan asal galon yang sama. Banyak
ditemukan pula penjual air mineral isi ulang di daerah-daerah di Indonesia yang
menjual air dengan harga lebih murah dari harga perusahaan air minum dalam
kemasan. Hal tersebutlah yang membuat masyarakat lebih memilih menggunakan air
minum dalam kemasan isi ulang untuk kebutuhan konsumsi air setiap hari.
Jika dikembalikan lagi dari
asal-muasal air ini dikonsumsi dalam artian dihabiskan maka dapat dengan mudah
diberi contoh bagaimana masyarakat sekarang berlomba-lomba untuk melakukan
penjarahan terhadap sumber-sumber mata air. Begitupun pada konsep merusak yang
menempel pada air sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui sekalipun.
Jika saja merek dagang suatu perusahaan air mineral dalam kemasan dalam
melakukan pengambilan air tanah yang nantinya dikelola untuk perusahaan mereka,
namun tanpa persetujuan dari pihak adat atau lokal masyarakat yang tinggal di
daerah yang memiliki sumber mata air maka yang terjadi adalah proses merusak.
Merusak di sini disebabkan oleh masyarakat lokal atau adat lebih mengerti bahwasannya
tentang kondisi alam yang sedang atau akan dipergunakan sebagai pusat
pengeboran sumber mata air. Bisa saja pada saat itu yang digunakan sebagai
sumber ialah sumber air untuk lahan yang ditanami masyarakat atau sumber mata
air yang memang digunakan untuk keperluan saat musim kemarau sehingga apabila
dipakai terus-terusan seperti yang dilakukan oleh perusahaan air mineral pada
dengan keadaan tersebut, mengancam kehidupan masyarakat lokal dan lingkungan
tempat tinggal mereka.
Suatu usaha memproduksi barang untuk
dikonsumsi khalayak menyertakan sumber-sumber alam seperti air, yang mengalir
dari hulu ke hilir sesuai tatanannya, mengambil air sebagai bentuk konsumsi setidaknya
disesuaikan dengan kaidah konsumsi yang solutif agar tidak banyak manusia berkuasa
atas penggunaan air, serta menjaga keadaan bumi ini tetap nyaman untuk
ditinggali.
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu