Patil Lele: Lempar, Pukul, Hitung Angka
Mengenal Patil Lele
Patil
Lele adalah permainan tradisional yang ada di zaman dahulu ketika nenek kakek
kita atau bahkan nenek dan kakek dari nenek kakek kita mainkan. Selain
permainan ini tradisional permainan ini juga merakyat. Artinya tidak hanya
kalangan orang-orang berduit saja yang mampu memainkannya. Permainan ini dapat
menyatukan anak-anak orang kaya dan anak-anak orang tak punya.
Permainan di
luar ruangan ini pernah sangat terkenal pada zamannya. Boleh disebut setiap
permainan tradisional selalu menjadi tren pada saat-saat tertentu. Tidak bisa
pada satu permainan dapat bertahan lama. Daya tahan yang tak cukup lama ini
tentu dipengaruhi oleh sifat manusia yang mudah bosan dan selalu mencari hal
baru. Namun ketika telah tidak ada lagi opsi untuk permainan yang lain biasanya
akan kembali lagi ke permainan semula. Begitulah permainan tradisional ikut
berputar dan dinamis sesuai kondisi zaman.
Mengenai asal
asli patil lele sendiri tidaklah jelas, namun yang jelas permainan ini banyak ditemukan di
daerah Jawa Timur dengan sebutan Patil Lele, Jawa Tengah dan Yogyakarta dikenal
sebagai Benthink, di Bangka Belitung dikenal dengan Tak Tek, dan di beberapa
daerah lain di Indonesia mengenal dengan sebutan gatrik, gatik, ataupun tal
kadal.
Bentuk
permainan ini adalah dengan menggunakan alat bantu berupa dua bilah kayu yang
satu lebih panjang 3 kali atau bahkan 5 kali lipat dari yang lebih pendek.
Kemudian untuk sarananya diperlukanlah lapangan atau alas tanah yang kemudian
bisa digali untuk dibuat lubang yang besarnya sama dengan kayu yang berukuran
pendek jika dimasukkan. Ada juga yang menggunakan ruangan tertutup namun luas
untuk bermain patil lele dengan mensejajarkan dua buah batu bata yang tengahnya
diberi jarak.
Kayu yang
digunakan dulu adalah kayu dari ranting-ranting pohon yang kokoh semisal pohon
jambu merah, pohon petai, ataupun pohon bambu. Sekarang karena banyaknya
pegangan sapu ijuk bekas di rumah, anak-anak memanfaatkannya untuk alat bantu
permainan ini. Selain karena mudah mendapatkannya anak-anak juga tak perlu
untuk menghaluskan sisi-sisi kayu karena kayu yang digunakan untuk pegangan
sapu telah halus dan bahkan biasanya diberi sampul plastik.
Jawaban yang
sering muncul ketika mendengar kata “patil lele” bagi kalangan awam pastilah senjata
yang digunakan ikan lele (kumis) dibagian kepalanya yang mana digunakan oleh
ikan lele untuk melindungi dirinya dari musuh. Namun memang tidak bisa
dijelaskan dari mana asal kata “patil lele” untuk permainan ini. Yang masuk
akal adalah karena kayu yang digunakan keras maka jika tidak hati-hati akan
sakit jika terlempar keras dan mengenai pemain. Oleh karenanya dapat
dianalogikan bahwa permainan patil lele memang patil ikan lele, kalau tak
dijaga dan hati-hati akan terluka.
Cara Main
Pada
tahap pra permainan dimulai haruslah membentuk dua kelompok. Sedikitnya ada
satu orang dalam satu tim. Artinya permainan ini dapat dilakukan hanya dengan
dua orang. Bahkan dengan tiga orang secara bergantian juga bisa dilakukan.
Setelah terbentuk kelompok maka melakukan suit untuk menentukan giliran siapa
yang pertama memainkan permainan. Ada yang tidak ikut main nantinya menggambar
dua kotak di tanah sebagai pencatat skor dalam permainan
Tahap
pertama adalah menaruh bilah kayu kecil dengan posisi horisontal di atas
lubang. Posisi yang baik untuk menaruh bilah kayu yang kecil ini terserah pada
pemain yang melakukan. Kemudian dari arah belakang dengan bilah kayu yang
panjang, kayu yang pendek tersebut di dorong sejauh-jauhnya. Regu yang jaga
diharapkan teliti dan siaga pada bilah kayu yang pendek karena jika tertangkap
tangan mendapatkan skor dan anggota regu yang main posisinya mati. Untuk
menangkap dengan dua tangan mendapatkan skor 10. Menangkap dengan tangan kanan
mendapat skor 15, dan menangkap dengan tangan kiri mendapat skor 25. Namun jika
tak tertangkap oleh grup jaga, grup jaga bisa menghentikan dengan kaki dalam
bahasa permainan patil lele dikenal dengan “sarukan” (menghentikan
dengan telapak kaki) dan “salmankan” (menghentikan dengan punggung
kaki). Sebenarnya untuk kedua istilah tersebut diambil dari nama artis India
yang membintangi film yang dulu pernah sangat populer. Sehingga untuk menambah
kesan modern pada zaman itu digunakanlah istilah dengan nama artis. Setelah
akhirnya kayu yang pendek jatuh ke tanah, barulah dibuat garis melempar yang
diambil dari ujung terjauh jatuhnya kayu. Kemudian regu jaga melempar dari
garis lemparan yang tujuannya adalah mengenai kayu panjang yang ditaruh
horisontal diantara lubang. Kayu yang panjang ditaruh sesuai yang dikehendaki
pemain. Jika kayu kecil masuk dalam lubang, regu jaga mendapatkan skor 10 masuk
dalam setengah lubang mendapat skor 5 dan otomatis anggota regu yang main mati.
Mengenai kayu yang panjang walaupun hanya sedikit namun jika sudah kena pemain
mati dan harus diganti dengan anggota yang masih hidup. Untuk istilah orang
yang bermain dengan sangat teliti dan cermat biasanya disebut dengan istilah “titis”
dan yang untuk orang yang paling pandai dalam permainan disebutlah “jadud”.
Tahap
kedua, biasanya tahap ini disebut bang-bangan karena kayu sebagai alat utama
permainan digebang hingga beberapa kali sesuai kemampuan pemain. Pemain membawa
bilah kayu panjang dengan tangan kanan dan menaruh bilah kayu yang pendek di
atasnya. Dalam tahap ini boleh dilakukan sampai 3 kali percobaan. Pada
percobaan ketiga dihitung sebagai permainan. Bilah kayu yang
pendek didorong ke atas dengan bilah kayu yang panjang. Jika hanya bisa satu
kali mengenai kayu pendek maka skor bisa didapat asalkan kayu yang pendek tidak
tertangkap oleh lawan. Skor dalam tahap ini jika dapat menggebang hanya 1 kali
maka dihitung tiap garisnya 1 hitungan kayu panjang, 2 kali berarti satu
hitungan kayu pendek, 3 kali berarti 5 hitungan kayu pendek, 4 kali 10 hitungan
kayu pendek, seterusnya merupakan kelipatan 5 yang dihitung dengan kayu yang
pendek. Semua hasil hitungan dihitung sampai jarak terdekat dari lubang. Skor
untuk yang jaga dapat didapat hanya apabila dapat menangkap bilah kayu yang
pendek saat digebang dengan skor tetap seperti pada tahap pertama.
Pada
tahap final, permainan akan terus berlanjut
dimana bilah kayu yang kecil ditaruh setengah berdiri di pojok lubang
dan apabila telah siap maka bisa dipukul. Dan saat bilah kecil itu melayang
barulah bisa dipukul dengan bilah kayu yang panjang dan mendapat nilai. Untuk
skor dalam tahap ini sama dengan di tahap kedua. Pemain dianggap mati apabila
tidak dapat memukul jauh dari lubang kayu yang pendek pada saat melayang di
udara.
Jika
sampai tahap ini dari anggota tiap kelompok tidak ada yang “mati” maka
permainan tetap ada pada kelompok tersebut dan diulang dari tahap pertama
permainan. Saat kedua regu merasa lelah dan mengakhiri permainan maka regu
dengan skor terbanyaklah yang menang. Regu yang menang boleh meminta apa saja
kepada regu yang kalah seperti digendong.
Perkembangan Permainan
Secara
keseluruhan permainan dari waktu ke waktu tidak mengalami perkembangan.
Permainan ini diturunkan atau diwariskan kebanyakan dari kakak kelas kepada
adik kelasnya saat bermain di sekolah dasar atau di sekolah menengah pertama
dulu. Ketidakberkembangan permainan ini disebabkan jenis permainan ini memiliki aturan yang baku jadi sulit
dilakukan perubahan untuk permainan ini.
Patil Lele di Era Modern
Masyarakat
mulai sedikit banyak menyingkirkan hal-hal yang berbau tradisional dalam
kehidupannya. Tentu hal ini dikarenakan sikap yang mengatasnamakan bahwa yang
tradisional itu kolot. Namun tak selamanya yang tradisional bersifat kolot.
Bahkan yang dari tradisional dapat dijadikan tren modern. Seperti permainan
patil lele sendiri yang dijadikan ide pembuatan game online. Sekarang
masyarakat tak perlu keluar rumah lagi untuk bermain patil lele namun hanya
dengan duduk dan fokus pada smartphone yang sudah diberi aplikasi
tersebut maka sudah bisa menikmati serunya bermain patil lele. Jika diketik di playstore
(berisi toko yang menjual aplikasi online di sistem operasi android)
sebagai pencarian maka akan keluar beberapa game patil lele.
Dari
adanya permainan patil lele yang berupa aplikasi tersebut membuktikan bahwa
yang tradisional tidak selamanya bersifat kolot, tua, dan terkesan tidak
modern. Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi pada hal tersebut adalah
bahwa dengan dibuatnya aplikasi tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat
peduli terhadap kenangan masa kecilnya, mayarakat peduli pula pada budaya yang
dapat membawanya kepada kehidupan yang sekarang.
Patil Lele, Permainan yang Masuk
dalam Kategori Folklore
Permainan
patil lele merupakan permainan untuk bertanding (game) yang mana mempunyai
sifat (1) terorganisasi, (2) perlombaan (competitive), (3) harus
dimainkan paling sedikit oleh dua peserta, (4) mempunyai kriteria yang
menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, (5) mempunyai peraturan
permainan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya (Roberts, Arth, dan
Bush 1959:597). Patil lele sendiri masuk dalam kategori folklor karena cara
memperolehnya berupa warisan lisan tidak diwariskan dari orang tua maupun guru
sekolah melainkan dari sesama teman di sekolah ataupun teman main di daerah
lingkungan rumah.
Tentu
karena sifatnya yang diturunkan secara lisan permainan semacam ini banyak
sekali ditemukan di beberapa daerah yang dekat dengan daerah lain. Semisal
patil lele di Jawa Timur namun ditemukan permainan semacam patil lele di Jawa
Tengah dan sekitarnya yang kemudian pada masyarakat Jawa Tengah disebut dengan
benthik. Bahkan permainan seperti patil lele sendiri juga ditemukan di Korea
sebagai permainan tradisional masyarakat Korea (terdapat dalam drama Korea “The
Moon That Embrace The Sun” episode 15). Seperti juga gosip,cerita rakyat
(mitos), dan folklor yang lain, pada permainan rakyat juga ada beberapa versi.
Perbedaan versi pada permainan rakyat berupa perbedaan nama, cara bermain, dan
tata cara bermain, bahkan dalam permainan seperti patil lele ada perbedaan pada
kayu untuk main. Versi yang berbeda dalam permainan rakyat disebabkan oleh
adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal. Misalnya pada satu versi patil lele
membuat lubang di tanah, namun pada versi lain menggunakan dua buah batu bata
sebagai pengganti lubang.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam permainan rakyat ini sangatlah banyak. Terutama dalam
nilai kebersamaan. Dari permainan ini sendiri dapat dilihat bahwa hanya dengan
dua bilah kayu saja manusia sebagai individu dapat bersatu membentuk kelompok
yang kemudian bermain dengan bersama beriringan dan tak terkesan rusuh. Selain
itu nilai kekompakan, solidaritas dan siasat dalam kelompok juga ditonjolkan
dalam permainan patil lele, meningkatkan sportivitas dalam sebuah permainan
kelompok, dan sikap terbuka terhadap lingkungan adalah nilai-nilai positif yang
didapat dari permainan patil lele yang mana nantinya bagi anak-anak yang
melakukan atau bermain permainan ini dapat memiliki fungsi pedagogig atau
pembelajaran kehidupan di masa depan untuk mereka. Selain nilai, ada juga manfaat dari permainan
ini. Ada dua bagian besar untuk manfaat dari permainan ini. Pertama dapat
mempertahankan kebugaran fisik. Permainan bertanding yang bersifat keterampilan
fisik, misalnya, berfungsi mengembangkan kecekatan gerak otot-otot para pemain
kecilnya (James Danandjaya:1984:181)Yang kedua meningkatkan ketahanan mental
yang mana pada setiap permainan rakyat yang sifatnya bertanding selalu
menampilkan ego individu dan ego seperti itu harusnya yang dihilangkan untuk
permainan yang bersifat kelompok. Dengan ikut bermain patil lele maka
setidaknya dapat merupakan gerakan untuk melestarikan budaya asli milik
Indonesia.
Jadi,
permainan rakyat yang punya banyak manfaat dan nilai-nilai positif seperti
patil lele ini harus dilestarikan, dijaga keasliannya, dan dipertahankan
keadaannya. Dengan canggihnya teknologi pada zaman sekarang bukanlah tidak
mungkin game online permainan rakyat banyak diproduksi meskipun harus
mengubah bentuk permainan namun sifatnya tetap melestarikan.
Daftar Pustaka
Buku :1. Danandjaya, James. 1984.
Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Pustaka
Utama Grafiti
Internet :1. Alexa. 2014. #13 Angka Tiga Belas.20 Permainan yang Sudah Jarang
Dimainkan Sekarang. http://angkatigabelas.blogspot.com/2012/04/20-permainan-tradisional-yang-sudah.html
diakses pada 21-12-2014
pukul 08.30
2. Irsyad, Hasan. 2012.Diskusi Warung Kopi.
Blogspot.com.PATIL LELE: Permainan Tradisional Indonesia yang Ternyata Juga
Populer di Korea. http://diskusiwarungkopi.blogspot.com/2012/06/patil-lele-permainan-tradisional.html
diakses pada 21-12-2014
pukul 08.25
3. Iyon. 2011. Permaianan
Tradisional. Patil Lele/Bentik. http://permainan-tradisonal.blogspot.com/2011/05/patil-lele-bentik.html
diakses pada 21-12-2014 pukul 08.32
4. Laila, Nur Ratri. 2013. Kompasiana. Patil
Lele: Antara dua bilah bamboo dan dua sisi kecerdasan. http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/31/patil-lele-antara-dua-bilah-bambu-dan-dua-sisi-kecerdasan-581237.html
diakses pada 21-12-2014
pukul 08.42
5. NN. 2012.LBBChalkywhite ini lbbku. Permainan
Tradisional Jawa Timur. http://lbbkapurputih.wordpress.com/category/edu-game/culture-game/ diakses pada 21-12-2014 pukul 08.34
6. RiffienArr. 2010. Beta CrowdVoice. Permainan
Masa Kecilku. http://www.thecrowdvoice.com/post/permainan-masa-kecil-ku-26056955.html
diakses pada 21-12-2014
pukul 08.38
7. Setyo, Hedi dkk. 2012. Kebudayaan Jawa
Tengah. Benthik (Patil Lele) http://kebudayaanjawatengah.blogspot.com/2012/09/benthik-patil-lele.html
diakses pada 21-12-2014
pukul 08.28
8. Utama, Bakti. 2014. Bakti Utama Ganda
Pamungkas All About the Future. Tugas Soft Skill Universitas Gunadarma :
Permainan Patil Lele. http://bhaktigreget.blogspot.com/2014/01/tugas-soft-skill-universitas-gunadarma_21.html
diakses pada 12-2014 pukul 08.46
Televisi : Serial
drama MBC tahun 2012 “The Moon That Embraces The Sun” episode 15
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu