Kehadiran 'Fungsi' dan 'Kegunaan' dalam Pameran Nasional Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 di Yogyakarta

Terlibat dalam pameran sebagai penikmat alat musik yang tersaji dari berbagai daerah yang disebut sebagai ‘nusantara’ memberikan kekaguman sendiri bagi penulis. Dari segi banyak dan variasinya alat musik, penataan yang membentuk pola kecil ke besar atau dari sederhana ke rumit, berbagai bentik yang dibunyikan dengan banyak cara  hingga cara penyampaian  alat musik  kepada khalayak umum. Diawali dari itulah daya tarik akan seni musik yang disajikan dalam bentuk pameran ini memiliki daya dan kekuatan untuk memikat atau memberi pesona kepada pengunjung museum atau penonton pertunjukan yang tiap malam dilakukan oleh panitia penyelenggara pameran nasional alat musik tradisional nusantara 2017 yang diselenggarakan di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta pada tanggal 27 April – 5 Mei.
            Dalam pandangan penulis untuk mengidentifikasi gejala atau fenomena tersebut, tidak bisa hanya mengandalkan faktor yang tunggal. Misalnya terselenggaranya acara tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya. Ada hal-hal yang sifatnya mendesak seperti lunturnya kecintaan terhadap alat musik tradisional bagi masyarakat sehingga menciptakan momen seperti itu untuk sarana apresiasi dan mengenang kembali. Sudah tentu demikian, seperti halnya yang dikatakan oleh ketua panitia penyelenggara pameran ini pada malam pembukaan pementasan musik etnik, bahwa:
“ Faktor yang hadir dalam pembuatan alat musik ini (merujuk pada alat musik krumpyung[1] dari Kulon Progo) bukan hanya sebagai bentuk budaya melainkan karena adanya desakan faktor sosial dan ekonomi yang membuat hadirnya kreativitas dalam ketidakberdayaan si pembuat untuk memiliki gamelan yang asli.”  
Faktor-faktor yang hadir pada musik yang merupakan penataan bunyi oleh manusia dapat digolongkan menjadi fungsi dari seni yang ada pada musik itu sendiri. Pembuatan alat musik krumpyung misalnya, sebagai pengganti satu set gamelan merupakan bentuk representasi simbolik, perwujudan dari ide dan perilaku si pembuat alat musik terhadap keterbatasan lingkungannya menyediakan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan alat musik, keinginan untuk memberikan benda yang sama sebagai pengganti gamelan untuk anaknya yang tunanetra dan suka akan bunyi gamelan, serta keterbatasan ekonomi untuk mendapatkan alat musik yang diinginkan.  
Kemudian berbeda dari krumpyung, karinding hadir sebagai sebuah kegunaan seni musik dalam kehidupan masyarakat. “ When we speak of the uses of music, we are referring to the ways in which music is employed in human society, to the habitual practice or customary exercise of music either as a thing in itself or in conjunction with other activities” (Meriem, 1967: 210). Pada kondisi dan waktu tertentu menurut penuturan pemusik yang berasal dari masyarakat Sunda, karinding ini berfungsi sebagai penghalau hama di sawah sehingga kehadiran bunyi yang berasal dari alat musik ini sangat bermanfaat bagi petani. Kegunaan seni musik merupakan bentuk perlakuan terhadap musik itu atau dalam kata lain praktik kebiasaan yang dilakukan dengan alat musik tersebut.



Karinding



Fungsi dan kegunaan seni musik dalam sebuah alat musik bukan berarti dua hal yang tepisah sebab keduanya adalah suatu unsur yang komplementer – saling melengkapi. Sehingga, kedua alat musik di atas pun memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing serta secara keseluruhan dipandang sebagai alat musik. Dalam pameran nasional alat musik tradisional ini misalnya, meskipun kedua alat musik ini bukan dari daerah yang sama dan cara permainannya tidak dilakukan secara bersamaan namun karena dalam situasi ‘pameran’ maka yang hadir pada keduanya ialah kegunaan seni musik yakni sebagai dokumentasi, edukasi, dan konsumsi. Sedangkan fungsi dihadirkan melalui pementasan musik etnik dengan tujuan apresiasi terhadap budaya etnis nusantara dan komunikasi antar budaya melalui tanya-jawab yang dilakukan langsung setelah pementasan alat musik tradisional kepada pemusik dari tiap etnis yang hadir dalam pementasan tersebut. Sehingga dapat dilihat dari pola yang ada, meski ada pembedaan makna dari fungsi dan kegunaan namun kedua hal tersebut merupakan sistem yang bekerja secara bersamaan yang diilhami melalui ide, aktivitas, repertoar, dan materi budaya dari alat musik itu sendiri.     

Referensi:
Merriem, Alan P., 1967, The Anthropology of Music, Bloomington: Indiana University Press




[1] Satu set gamelan yang terbuat dari bambu. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��