Artikel: Dilema Penggunaan Pupuk Masyarakat Desa
No
|
KECAMATAN
|
Sangat
Miskin
|
Miskin
|
Hampir
Miskin
|
JUMLAH
|
1
|
Semin
|
3.509
|
2.681
|
2.245
|
8.435
|
2
|
Gedangsari
|
3.248
|
2.612
|
2.264
|
8.124
|
3
|
Playen
|
2.713
|
2.391
|
2.130
|
7.234
|
4
|
Ponjong
|
2.327
|
2.300
|
2.471
|
7.098
|
5
|
Saptosari
|
3.199
|
2.123
|
1.590
|
6.912
|
6
|
Karangmojo
|
2.672
|
1.975
|
1.985
|
6.632
|
7
|
Wonosari
|
1.756
|
1.985
|
2.491
|
6.232
|
8
|
Ngawen
|
3.098
|
1.646
|
1.168
|
5.912
|
9
|
Semanu
|
1.446
|
1.763
|
2.667
|
5.876
|
10
|
Nglipar
|
2.073
|
1.682
|
1.525
|
5.280
|
11
|
Patuk
|
1.985
|
1.475
|
1.428
|
4.888
|
12
|
Tepus
|
1.105
|
1.346
|
1.799
|
4.250
|
13
|
Paliyan
|
1.414
|
1.285
|
1.422
|
4.121
|
14
|
Panggang
|
1.996
|
1.181
|
911
|
4.088
|
15
|
Tanjungsari
|
1.175
|
1.259
|
1.549
|
3.983
|
16
|
Rongkop
|
1.058
|
1.149
|
1.511
|
3.718
|
17
|
Girisubo
|
1.513
|
1.169
|
935
|
3.617
|
18
|
Purwosari
|
1.282
|
832
|
763
|
2.877
|
KABUPATEN
|
37.569
|
30.854
|
30.854
|
99.277
|
|
Data BPS
2008
|
Tabel 1: Data Kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul[1]
Pendahuluan
Kepek, Saptosari merupakan desa yang telah banyak berkembang di
antara desa-desa lain di Saptosari. Sebagai kecamatan yang termasuk miskin
menurut data di atas, yang kemudian dipertegas oleh Camat Saptosari saat
menyambut kedatangan peserta Teknik Penelitian Lapangan (TPL) di Kecamatan
Saptosari pada 13 Januari 2015.
Desa
Villages
|
Luas Panen
Harvested
Area (Ha)
|
Produksi
Production
(Ton)
|
Rata-rata
Produksi
Productivity of
Production (Kw/Ha)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Krambil Sawit
|
388
|
6,15
|
0.1585
|
Kanigoro
|
350
|
5,55
|
0.1586
|
Planjan
|
383
|
6,10
|
0.1592
|
Monggol
|
283
|
4,29
|
0.1498
|
Kepek
|
382
|
6,15
|
0.1609
|
Ngloro
|
330
|
5,05
|
0.1530
|
Jetis
|
371
|
5,85
|
0.1576
|
Jumlah 2008
Total 2007
|
2 487
2 487
|
39,14
38,59
|
0.1568
0.1552
|
Tabel 2: Data
Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Ladang menurut Desa di
Kecamatan Saptosari tahun 2008[2]
Desa Kepek,
Saptosari merupakan sebuah potret keberhasilan pertanian. Gambaran yang paling
menonjol dari keberhasilan tersebut adalah dengan beberapa tanah garapan warga
yang digunakan sebagai tanah garapan percontohan. Percontohan yang dimaksud
adalah dengan kondisi tanah yang kurang subur, warga Kepek dapat mengolahnya
dan mengusahakannya sehingga menghasilkan hasil pertanian yang baik dalam
penataan lahan dan hasil panen. Hasil panen pertanian tersebut juga dapat
dilihat pada tabel yang terdapat di atas. Karena kerja keras dan kerja sama
mutualisme pemerintahan desa setempat dan warganya itulah, Desa Kepek mampu
menjadi desa percontohan bagi desa-desa lain dengan kondisi tanah kurang subur
lain di Saptosari.
Bertani telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat
desa Kepek. Secara visual, ini ditampilkan dalam semangat warga untuk pergi ke
ladang di pagi hari dan pulang pada sore harinya dengan membawa gendongan
rumput untuk makanan ternaknya. Narasumber utama yang bekerja di kantor pada
siang haripun tetap melakukan aktivitas pergi ke ladang mencari makan untuk
ternaknya pada sore hari setelah melakukan istirahat sejenak setelah bekerja di
kantor. Kemudian pada hari yang benar-benar bebas dari segala urusan di kantor,
barulah narasumber dan istri pergi ke ladang untuk mengolah tanah.
Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya itulah masyarakat Kepek, Saptosari sebagai narasumber
penelitian menggantungkan hidupnya pada tanah garapan dan hewan ternak. Bukan
hal yang mudah bagi warga Desa Kepek untuk bertani di tanah yang mereka punya.
Penyebab ketidakmudahan tersebut adalah karena tanah sebagai pijakan dasar
untuk melakukan usaha pertanian di Kecamatan Saptosari pada umumnya adalah
tanah kapur yang jauh dari kata subur. Selain itu, kesulitan lainnya adalah
mendapatkan fasilitas lain seperti pupuk sebagai hak warga untuk lebih meningkatkan produktivitas pertanian.
Kepek
dan Usaha Pertaniannya
Ladang
dalam penyebutan masyarakat tidak diartikan sama dengan pertanian yang masih
dilakukan dengan berpindah-pindah. Ladang yang dimaksud adalah tempat untuk
mengolah tanah pertanian. Sebelum masuk lebih jauh mengenai pertanian yang ada,
patut kiranya kita mengenal pertanian dan pembagian sistem produksinya.
“ Pertanian, yaitu kegiatan manusia untuk mengembangbiakkan (reproduction)
tumbuhan dan hewan dengan maksud agar lebih baik dalam arti kuantitas,
kualitas, dan ekonomis. Artinya dengan biaya produksi yang rendah menghasilkan
produk yang tinggi dengan kualitas yang lebih baik seperti tahan hama atau
penyakit. Pada taraf ini manusia telah mulai berusaha dengan tujuan tertentu.
Dalam pertanian ada 2 sistem yaitu (1) sistem pertanian ladang dengan faktor
produksi utamanya hanya alam, selalu berpindah-pindah mencari lahan subur (2)
sistem pertanian menetap dengan faktor produksinya selain alam yang
mengikutsertakan modal dan tenaga. Pada sistem ke-2 ini sudah ada usaha untuk
menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah dengan cara pemupukan, pembuatan
tanggul, terasering, dan pengolahan tanah yang baik.”[3]
Pertanian di
Desa Kepek adalah pertanian dengan sistem ke-2 karena pada aktivitasnya, petani
menggunakan tenaga dan modal. Yang lebih mendasar adalah mereka tidak lagi
berpindah ladang untuk membuka lahan lain lagi. Tanah yang mereka garap
merupakan ladang atas nama mereka sendiri dengan tenaga kerja manusia dan modal
dari anggota keluarga yang memiliki hak atas tanah yang digarap tersebut.
Kondisi tanah
yang merupakan faktor alam paling menentukan dalam mencapai usaha yang maksimal
dalam bidang pertanian di Desa Kepek bukanlah tipe tanah yang subur. Untuk
mengatasi masalah tersebut petani melakuakan usaha yang tepat dalam mengolah
tanah garapan dengan rotasi tanam yang tepat, dan pemupukan tanaman yang
diharapkan mampu mengubah kondisi tanah yang kurang subur tersebut setidaknya
menjadi lahan pertanian yang dapat menghasilkan.
Pola tanam
tumpang sari mixed crop[4]
merupakan pilihan lain yang dilakukan masyarakat untuk membantu meningkatkan
hasil pertanian mereka. Tumpang sari ini banyak dirasakan manfaatnya bagi
petani setempat seperti “mengurangi risiko kegagalan panen total, tanaman yang
ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah serta dengan
tumpang sari, menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan
penyakit”.[5]
Sekolah Lapang
Pengendalian Tanaman Terpadu (SLPPT) Kepek
Perkembangan
pertanian di desa Kepek, terus maju melalui bimbingan bantuan dari pemerintah
berupa SLPPT (sekolah lapang pengendalian tanaman terpadu). Sekolah ini
didirikan karena atas prakarsa bersama masyarakat kelompok tani dengan pihak
pemerintah sejak tahun 2008 yang berbasis sekolah praktik berdasarkan
pengalaman. Tiap padukuhan di Saptosari memiliki SLPPT dan pembimbing
masing-masing yang mana kegiatan tersebut dilakukan rutin dan berkala tiap
bulan. Tujuan adanya program SLPPT dari pemerintah adalah untuk peningkatan
produksi dan produktivitas tanaman yang sudah dibudidayakan (padi), pengetahuan
kelompok tani tentang cara pengolahan tanah hingga pasca panen, penerapan
teknologi pada pertanian masyarakat, serta penerapan benih bersertifikat. SLPPT
dengan tujuannya tersebut kurang lebihnya membantu masyarakat petani sebagai
wadah mereka berkembang dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan tentang
pertanian.
. Kebiasaan masyarakat mengolah tanah
diperoleh juga dalam materi pembelajaran di SLPPT yang mereka tahu tujuan dari
diolahnya tanah adalah agar terjadi proses pembalikan pada tanah sehingga tanah
yang di dalam bisa beralih posisi di luar dan terkena sinar matahari. Kemudian
yang tak kalah penting saat di ladang adalah menyiangi tanaman, membasmi hama,
dan memberi pupuk pada tanaman.
Menyiangi tanaman berfungsi agar tanaman yang tak
seharusnya hidup di tengah ladang dapat terbasmi. Karena tanaman tersebut semacam
pengganggu pertumbuhan tanaman yang diharapkan. Rumput biasanya menjadi tanaman
yang sangat mengganggu di ladang karena pertumbuhan rumput sendiri relatif
lebih cepat dibanding dengan padi atau jagung yang ditanam di ladang. Sehingga
keberadaan rumput harus dibasmi. Selain itu, pembasmian hama yang kecil seperti
mentul[6]
masih dilakukan secara sederhana oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan
pembasmi hama berbahan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar tempat tinggal
mereka seperti, brotowali dan daun mahoni. Kemudian jika terjadi hama dengan
skala besar barulah masyarakat menggunakan pestisida untuk membasminya. Alasan
penggunanan pestisida ini dilakukan karena pembasmi hama yang alami tak akan
mampu membasmi sampai bersih.
Masyarakat Kepek benar-benar
berkembang setelah adanya program SLPPT. Dari cerita yang ada dan menyebar
adalah pada zaman masyarakat petani dahulu mereka sangat senang menggunakan
kotoran hewan sebagai pupuk untuk tanaman mereka di ladang. Kemudian pada suatu
saat datanglah pupuk kimia ke daerah Saptosari. Sehingga, pada saat itu mereka lebih suka memakai pupuk
kimia daripada pupuk kandang. Setelah beberapa lamanya menjadi konsumen pupuk
kimiawi, masyarakat kecewa akan produksi yang dihasilkan dari penggunaan pupuk
kimiawi tersebut. Masyarakat saat itu sadar, pertumbuhan tanaman mereka memang
lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan pupuk kandang. Namun sayangnya,
hasil panennya tidak lebih baik dari menggunakan pupuk kandang. Dan setelah
banyak mengikuti program SLPPT dan ikut beberapa pelatihan tentang pertanian
masyarakat telah menggunakan kombinasi antara pupuk kandang dan pupuk
kimia.
Dari SLPPT, masyarakat mampu
mengembangkan pertanian mereka menjadi
lebih baik dan menjadikan ladang mereka sebagai ladang percontohan.
Dengan itu masyarakat kembali mendapat suntikan semangat untuk lebih giat lagi
dalam melakukan produktivitas pertanian mereka.
Dilema
: Penggunaan Pupuk Kimia
Ada beberapa macam pupuk yang
digunakan oleh narasumber dan warga kelompok tani lain untuk menghasilkan
produksi pertanian yang unggul. Diantaranya yang paling sering didengar adalah
pupuk ‘Phonska’. Kehadiran pupuk phonska yang merupakan pupuk jenis kimia ini
berhasil menggeser eksisnya pupuk kandang yang digunakan masyarakat desa Kepek
dan desa lain di Saptosari. Dan seperti yang dikatakan oleh pemberi pelatihan
warga di SLPPT bahwa pupuk yang seharusnya terjatah di desa Kepek, stoknya
telah habis terlebih dahulu. Bu Tatik, sebagai narasumber dalam penyuluhan
SLPPT pada hari Rabu, 14 Januari 2015 tersebut mencoba menanyakan secara
langsung kepada kelompok tani yang dibimbingnya. Salah satu perwakilan kelompok
tani berkata:
“Kami juga tidak tahu tentang
habisnya pupuk-pupuk tersebut. Tahu-tahu sudah habis saja di kecamatan.Yang
kami lakukan setelah itu ya, diam-diam membeli pupuk di luar Saptosari. Mau
bagaimana lagi? Kami juga butuh pupuk.”[7]
Distribusi pupuk kimia yang merata
tapi tak pernah tertata dan jauh dari jangkauan untuk menjadi terjatah, bukan
hanya terjadi di satu titik saja di Kecamatan Saptosari. Ketersediaan pupuk
kimia yang tak merata ini terjadi di seluruh daerah kecamatan di Kabupaten
Gunung Kidul.
Peran oknum yang memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada
masyarakat yang berhak akan pupuk bersubsidi, sangatlah menentukan ada atau
tidaknya pupuk-pupuk tersebut. Badan pengawas yang mengawasi distribusi pupuk
kimia bersubsidi ke daerah-daerah kecolongan akan hal itu. Namun sayangnya,
kondisi seperti ini terjadi terus-menerus sehingga meresahkan masyarakat
sebagai pengguna dan yang berhak.
“
Ketua LSM Jejaring Rakyar Mandiri (Jerami), Rino Caroko mengklaim masalah
pendistribusian pupuk di gunung kidul belum merata karena masih ada mafia pupuk
yang bermain. Akibatnya banyak pupuk yang kemudian dijual kembali kepada petani
dengan harga relative tinggi.”[8]
Masyarakat menjadi dilematis untuk
melanjutkan pertanian mereka menggunakan pupuk kimia, yang di satu sisi memang
masyarakat juga merasakan bahwa penggunaan pupuk kimia ini tidak dapat
menjadikan hasil pertaniannya menjadi lebih baik dan tampak lebih segar, namun
di sisi lain mereka menginginkan hasil pertanian dapat dipanen secara cepat.
Pembelian pupuk kimia bersubsidi di
luar daerah menjadi satu-satunya cara bagi masyarakat untuk tetap dapat
mendapatkan pupuk. Meskipun mereka tahu bahwa perbuatan tersebut adalah ilegal
dilakukan. Selain itu, harga pupuk dari
luar daerah tersebut dipatok lebih mahal daripada harga pupuk bersubsidi yang
terjatah.
“ Berbagai usaha telah ditempuh
untuk mengukur sumbangan pupuk pada produksi pertanian. Perkiraan sumbangan
pupuk yang digunakan untuk meningkatkan produksi pangan berkisar antara 50 dan 75%
atau lebih di negara berkembang.” (A. Harre Edwin dan C. White William,
1997:3)
Sumbangan pemerintah untuk pupuk
sebagai kebutuhan terhadap sumber daya lahan mengalami peningkatan jumlah
dengan adanya saling tarik-menarik antara masyarakat awam yang memiliki hak
akan pupuk dengan pemerintah yang kurang bertanggung jawab dengan memutar
rotasi tidak pada tempatnya sehingga membutakan mata masyarakat. Sebagai
penyumbang utama dalam peningkatan produksi tanaman kehadiran pupuk akan
menjadi sangat krusial terutama disebabkan lahan yang semakin sempit yang mau
tidak mau mengharuskan petani untuk lebih meningkatkan perbaikan nutrisi
tanaman.
Pupuk
Organik Solusi yang Apriori
Masyarakat mulai menemukan solusi-solusi
sendiri akan masalah yang mereka hadapi pada bidang pertanian ini. Solusi ini
tentu tak didapat begitu saja. SLPPT memberikan masyarakat buku panduan untuk
meningkatkan produksi tanaman dengan harapan masyarakat mendapat teori yang
cukup sebelum melakukan praktik lapangan.
Solusi yang ada memang tidak jauh
dari apa yang ada di sekitar lingkungan masyarakat. Masalah pupuk kimia
bersubsidi yang tak kunjung reda membawa masyarakat pada solusi untuk
menggunakan pupuk organik, yang mana lebih ramah lingkungan dengan bahan baku pembuatan
pupuk yang mudah didapat. Dari buku panduan yang ada cara pembuatan pupuk
organik yang dipahami oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
Pembuatan pupuk organik (fine
compost)[9]
Bahan:
-
Kotoran sapi 1 ton
-
Serbuk gergaji 40 kg
-
Abu sekam 40 kg
-
Dolomit 50 kg
-
Stardek 4-5 kg
Cara
Pembuatan:
-
Bahan tersebut diaduk/dicampur ditempat[sic]
yang teduh, sesudah dicampur lalu ditumpuk sesudah proses ± 75 setiap minggu
dibalik sampai 4 kali. Setelah selama 1 bulan siap dipakai.
Dosis:
1 hektar 2 ton pupuk organik.
Sebelum tanam disebarkan sampai
merata.
Manfaat
Kompos Lengkap:
-
Menggemburkan tanah
-
Menyuburkan tanah
-
Meningkatkan tanah dalammenyerap[sic] dan
menyimpan air (menahan air agak [sic] tidak mudah menguap)
-
Menetralkan pH tanah (adanya kapur pertanian
/ abu dan asam organik)
-
Membentuk ketahanan tubuh tanaman (batang
daun lebih kekar / tidak sekulen / tidak mudah terserang penyakit, umur
panjang)
-
Membuat daun lebih hijau, bunga tidak mudah
rontok, buah lebih manis
Cara Penggunaan :
Untuk tanaman semusim (padi, palawija, sayuran, tanamana
hias / obat) sebagai pupuk dasar secara umum digunakan dosis 20 ton/Ha.
Andaikan tanah terlalu liat dapat ditingkatkan 30-40 ton/Ha.
“Menurut Permentan No.2 tahun
2006, pupuk organik didefinisikan sebagai
pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah.”[10]
Dengan bahan yang tersedia di sekitar
lingkungan tempat tinggal masyarakat dan buku panduan yang mereka punya,
sebagian masyarakat telah mencoba untuk
membuat pupuk organik secara mandiri meskipun pada evaluasi yang didapat dari
pertemuan SLPPT dengan penyuluh masih ada cara atau bahan yang kurang sempurna
sehingga hasilnya kurang sempurna pula. Masyarakat masih ragu untuk menggunakan
pupuk organik yang harus menunggu satu bulan penuh untuk menjadikannya pupuk
yang baik digunakan dengan kondisi tempat pembuatan yang teduh dan luas.
Sedangkan, masyarakat tidak semua diantara mereka memiliki tempat yang cukup
sebagai naungan pupuk yang dibuat. Yang mengakibatkan masyarakat harus berpikir
ulang untuk membuat pupuk organik yang ramah lingkungan.
Penutup
Proses menjadikan tanah menjadi
lebih berguna kaitannya dengan sumber daya alam yang telah tersedia dalam
kehidupan masyarakat menggunakan cara mempermudah masyarakat dalam
mengembangkan usahanya seperti pemberian pupuk bersubsidi tidak menjadi cara
yang tepat dilakukan untuk masyarakat yang sedari dulunya masih menggunakan
cara alami untuk menghasilkan produk pertanian. Mengenalkan masyarakat pada
produk kimiawi untuk memperlancar produktivitas pertanian memang diperlukan,
namun harapan tentang keberhasilan penggunaan yang masih bertentangan dengan
angan masyarakat tersebut layaknya diberi perhatian yang lebih terutama pada
masalah dilema masyarakat akan penggunaan bahan kimiawi pada usaha pertaniannya
dengan bahan alam yang dikenal masyarakat sebelumnya.
Daftar
Pustaka
- A. Haare , Edwin dan C. White, William. 1997. “ Profil Pasar
Pupuk”, dalam O.P Engelstad (ed.), Teknologi dan Penggunaan Pupuk Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Armunanto, Syarif. 2008. Profil dan Kebijakan Kemiskinan
Kabupaten Gunung Kidul.Yogyakarta: Bappeda Kabupaten Gunung Kidul.
- Kustanti, Diana. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan
Petani Melalui Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari pada Produksi Benih Kapas (
Gossypium Spp ). Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBP2TP).
- Sudarno, Cipto. Menuju Alam Ramah Lingkungan. Sragen : Hasil
Ringkasan Kelompok Tani “ Tani Mulyo”.
- Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Berita Online
- Awalani,
Aji. Diunggah pada 25 September 2014. Rino: Mafia Pupuk
Bergentayangan. http://sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-8665-rino-mafia-pupuk-masih-gentayangan.html. Diakses pada
14 Agustus 2015 pukul 10:50.
Website
- Risnandar, Cecep. Jenis-jenis Pupuk Organik. http://alamtani.com/pupuk-organik.html diakses pada 14 Agustus 2015
pukul 10:28
Rekaman
- Narasumber: Bapak Hardiwiyono, 21/01/2015 durasi 00:12:03 pukul
08:23, durasi 00:00:55 pukul 08:35.
Notulensi Rapat
Kelompok Tani Raharjo. 14 Januari 2015. Data Harian TPL Saptosari 2015.
[1] Sumber Data:
Bappeda Gunung Kidul dalam Armunanto, Syarif. 2008. Profil dan Kebijakan
Kemiskinan Kabupaten Gunung Kidul.
[2]
Sumber Data: Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
dalam Kecamatan Saptosari dalam Angka 2009. Katalog BPS :
1102001.3403030.
[3]
Lihat, Ken Suratiyah. 2015. Ilmu Usaha Tani edisi revisi. Halaman 10.
[4]
Lihat, Diana Kustanti. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani
Melalui Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari
pada Produksi Benih KAPAS ( Gossypium spp ). Halaman 3.
[5]
Ibid. Halaman 4.
[6] Hama
berbentuk uret berwarna putih dan berukuran lebih kecil dan tebal menyerang
batang padi berusia 15 hari.
[7] Penuturan
bapak Gito (ketua kelompok tani “Raharjo”) pada rapat rutin
anggota kelompok tani Raharjo, Padukuhan Gondang, Kepek, Saptosari hari Rabu,
14 januari 2015
[8]
Lihat, Sorot Gunung Kidul. Aji-Awalani. Diunggah pada 25 September 2014.
Rino: Mafia Pupuk Bergentayangan. http://sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-8665-rino-mafia-pupuk-masih-gentayangan.html.
Diakses pada 14 Agustus 2015 pukul 10:50.
[9]
Lihat, Cipto Sudarno. Menuju Alam Ramah Lingkungan. Ringkasan Kelompok
Tani Mulyo, Sragen. Sebagai buku panduan kelompok tani Raharjo Padukuhan
Gondang, Desa Kepek.
[10]
Cecep Risnandar. Jenis-Jenis Pupuk Organik. http://alamtani.com/pupuk-organik.html
diakses pada 14 Agustus 2015 pukul 10:28
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu