Data Harian: TPL Saptosari (2015)
Data Harian
Selasa, 13 Januari 2015
Sambutan
matahari dengan sedikit malu-malu menampakkan diri, mengawali perjumpaan lamaku
dengan teman antropologi budaya UGM dalam fantasi ruang yang tak tertutup rapat
seperti biasa lagi. Tak ada angin yang diatur seperti pada suasana ruang
perkuliahan. Angin mengadaptasikanku dengan alam sekitar yang hijau, warna yang
jarang kutemui semenjak sementara menetap di Jogja. Pukul 10 pagi lewat
sedikit, dengan bahagia kita sampai di Kecamatan Saptosari. Menunggu hingga pukul
1 siang untuk acara sambutan oleh bapak Camat Saptosari aku dan Anis (teman antro)
menggunakan waktu yang cukup lama tersebut untuk ke Alfamart mencari es krim.
Memang
hujan. Tapi niat kita sudah bulat. Kita terjang hujan yang menghadang dengan
gaya sok pahlawan. Tapi tetap saja kembali dengan kebasahan. Sebelum menuju
alfamart, Anis bertanya dimana letak alfamart dengan mengira-mengira berapa
jauh alfamart dengan tempat kita berdiri waktu itu, bapak yang kebetulan lewat
itu menunjuk dengan logat Jawa kentalnya. Oke intinya kita sampai walaupun
bapaknya bicara bahasa Jawa (aku sendiri kurang sedikit paham).
Sudah
kembali lagi ke kantor kecamatan, tahu-tahu makanan datang. Yeah…. Asyik, kita
makan. Setelah makan, kita disambut oleh beberapa kepala desa, kapolsek, dan
camat. Pengarahan sederhana dipaparkan dalam acara sambutan tersebut. Acara
sambutan tersebut diakhiri dengan doa yang semoga saja memang dapat menjadi
harapan yang terkabul.
Amin..
amin…
Penjemputan
dilakukan oleh kepala desa beberapa saat setelah penyambutan. Semua teman-teman
dijemput dengan mobil karena daerah yang diteliti jauh dan saat itu hujan.
Tempatku melakukan penelitian tidak begitu jauh dengan kantor kecamatan. Namun
sayangnya yang menjemput belum juga datang. Hujan juga tidak segera reda. Namun
untungnya kita sabar menunggu. Dari proses menunggu, untungnya aku bisa
melakukan pembicaraan ringan dengan beberapa perangkat kecamatan, yang ternyata
satu diantara mereka adalah bapak dukuh yang menerimaku untuk tinggal sementara
di rumahnya. Pak Hardiwiyono bapak asuh selama 2 minggu untuk penelitian
pertamaku.
Aku
dan Elda sebagai partner serumah serta mbak Giza yang datangnya telat disambut
dengan teh dan kopi yang masih panas. Bapak menanyakan banyak hal kepada kita
bertiga, begitu juga kita yang menanyakan banyak hal kepada bapak seputar
padukuhan dan hubungannya dengan tema yang kita angkat saat penelitan ini.
Selesai sesi tanya jawab, kita membersihkan diri dari segala macam hal yang
kotor dan basah. Setelah membersihkan diri kita makan makanan yang dihidangkan
oleh keluarga bapak Hardiwiyono. “Sederhana” makanannya. Sering kata tersebut
muncul dari mulut mbak Dita menantu pak Dukuh. Namun kita bertiga sepakat
sesederhana apapun itu rasanya enak. Sesederhana apapun katanya, aku masih
belum bisa memasaknya.
Hari
ini ditutup dengan kekhawatiran karena hujan dan malam sudah datang tapi mbak
Giza belum juga pulang. Semoga saja dia baik-baik saja dalam perjalanan
pulangnya.
Hari ke – 2
Rabu, 14 Januari 2015
Pagi
ini dingin. Terasa hangat dengan 5 orang dalam kamar. Yeahhh.. mbak Giza
membawa mbak Hilya dan mbak Vita yang kehujanan pulang ke rumah pak Dukuh dan
menginap karena tabu bagi mereka untuk meneruskan perjalanan pada malam hari
yang gelap gulita dan dalam kondisi basah karena hujan.
Aku
sudah mengusahakan untuk bangun pagi. Ya, meskipun hanya jam 5 bisaku. Tapi
entah karena capek, aku melanjutkan
tidur setelah sebelumnya menyapa ibu dukuh di dapur sedang memasak. Pagi itu,
kita benar-benar bangun pukul setengah 7. Mbak Vita langsung melanjutkan
perjalanan ke Kanigoro dan mbak Hilya masih tetap tinggal sampai sarapan juga
dan setelah bersih diri baru berangkat ke Krambil Sawit diantar mbak Giza hanya
bertemu di Alfamart. Mbak Giza menjadi pahlawan malam itu ini hanya menurutku.
Hehehe. Kemungkinan besar juga hari ini menjadi malas karena hujan yang turun
dari pagi.
Sekitar
pukul 09.00 WIB ketika hujan telah reda. Ryu datang dengan wajah cerianya. Dengan nafas
sedikit ngos-ngosan dia menyambut kami. Aku sempat terkejut Ryu mau jalan kaki
ke rumah kami yang memang tetanggaan dengan padukuhan tempat kami tinggal.
Kita
memutuskan untuk pergi ke telaga. Namanya telaga Winong, telaga padukuhan
Gondang. Dalam perjalanan, kita bertemu bapak yang kebetulan mau mengadakan rapat
kelompok tani seperti janjinya kemarin padaku saat sesi tanya jawab dengan
bapak bahwa hari ini ada rapat kelompok tani raharjo. Kebetulan yang ditempati
untuk rapat adalah kediaman bapak Jarwo yakni rumah yang dilewati jika mau ke telaga.
Pembicaranya
adalah ibu Tatik dengan ketua kelompok tani adalah bapak Gito. Semua orang yang
ikut berkumpul adalah ketua RT dan kemungkinan juga dengan perangkat padukuhan.
Pak dukuh yang pertama-tama menyampaikan tentang kondisi desa, dukuh, dan
kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan warganya, kemudian
dilanjutakan dengan perkenalan kami.
Warga
padukuhan Gondang mengira kami adalah mahasiswa KKN yang membawa beberapa
program untuk padukuhannya. Dan dalam perkenalan kami, kami mengklarifikasi
bahwa kami bukanlah mahasiswa KKN. Dan menekankan kata penelitian kepada warga
yang ikut rapat dalam kelompok tani Raharjo tersebut.
Setelah
perkenalan bu Tatik sebagai pembicara mulai membicarakan program SLPPT yang
merupakan singkatan dari sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Sekolah
yang dimaksud bukanlah sekolah formal dengan buku sebagai pendamping. Melainkan
sekolah praktik dimana belajar melalui pengalaman. Bu Tatik memperkenalkan
kembali apa itu SLPPT kepada masyarakat guna hanya mengingatkan kembali pada
kelompok tani tujuan ikut program. Bu Tatik dan para warga kelompok tani
menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pergaulan dalam rapat
tersebut.
Bahasan
lainnya adalah seputar tujuan produksi dan produktivitas tanaman yang sudah
dibudidayakan, cara pengolahan tanah hingga pasca panen, serta penerapan
teknologi benih bersertifikat. Yang menarik dalam pembicaraan adalah penggunaan
pupuk organik oleh warga. Sebenarnya tak hanya tentang pupuk organiknya yang
menarik. Ketersediaan pupuk kimia yang dari pemerintah untuk kecamatan
Saptosari juga menarik bagiku. Pada rapat di siang hari itu bu Tatik juga
menanyakan darimana bapak-bapak dan ibu-ibu yang hadir mendapatkan pupuk kimia
sedangkan ketersediaan pupuk di Kepek pun tidak ada. Dan pengakuan warga adalah
mereka mendapatkannya secara diam-diam. Anehnya dari pembicaraan saat itu
sedikit membingungkan bagiku karena tidak ada titik temunya. Namun entah
mungkin bagi warga mereka lebih mengerti masalah tersebut. Dan dengan itu
akhirnya aku sesuai sub tema akan mengambil masalah pupuk di Gondang, Kepek.
Setelah
ikut kelompok tani kita melanjutkan ke telaga. Telaganya berwarna hijau, dengan
suasana masih sejuk, dan ada sinyal. Sinyal seperti hal yang sangat dibutuhkan
saat ini jujur saja. Karena di rumah memang tidak ada sinyal. Hehehe… tapi di
sisi lain telaga masih sangat menjadi tempat yang digantungkan oleh warga.
Masih banyak warga mandi dan mencuci di telaga.
Dari telaga
kita menemukan jalan lain untuk pulang yang sebelumnya juga diyakinkan oleh bu
dukuh Buluh Rejo yang sempat bertemu di jalan. Panah ke telaga suci akhirnya
menyempatkan kaki kami untuk ke sana terlebih dahulu sebelum sampai ke rumah.
Banyak anak kecil yang mengkuti kami dan mengantar kami ke telaga. Mereka
adalah tahap kemurniaan manusia, yang masih belum membedakan dan memilah-milah
sesuatu. Mereka masih belum bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Mendengar
kami berbicara saja mereka bilang kalau kita menggunakan bahasa Belanda.
Sampai rumah,
mbak Giza dan mbak Farda ternyata sudah menunggu kita begitu juga makan siang
yang akhirnya kita makan sore. Aku memutuskan untuk tidak makan karena perut
masih penuh degan makanan baik yang kita beli di jalan maupun dari makanan yang
disuguhkan pak Jarwo di rumahnya saat rapat kelompok tani raharjo tadi.
Aktivitas warga
menjelang malam adalah mandi di telaga. Jihan anak kecil depan rumah melakukan
hal itu juga dengan ibunya. Mereka lebih memilih ke telaga suci untuk mandi
karena jaraknya lebih dekat dari rumah.
Sementara
dengan kepergiaan matahari dari padukuhan Gondang, mbak Giza mengantar mbak
Arda dan Ryu untuk kembali ke padukuhan Buluh Rejo tempat tinggal mereka.
Malamnya, kita
bertukar cerita sampai menjelang tidur.
Hari ke-3
Kamis, 15
Januari 2015
Sama
saja dengan pagi kemarin bangun pagi merupakan hal sulit dilakukan apalagi jika
hari hujan. Malas bergerak merasuki tubuhku untuk kembali lagi tidur dan
melanjutkan ke alam mimpi. Namun kita tak begitu lama karena hari itu kita
membantu masak di dapur. Meskipun kita tidak melakukan banyak hal, tapi kurasa
sudah cukup membantu.
Pagi
ini, kita isi dengan pergi ke narasumber bapak Jumali. Tak tahunya Ryu sudah
ada di depan rumah sebelum kita berangkat ke narasumber. Rumah bapak Jumali
dekat dengan telaga Winong sehingga kita mampir dulu memandangi telaga dan tak
lupa membeli jajan di toko mbak Sur anak pak dukuh. Hehehehe… setelah
memperjelas arah mana yang harus dipilih, kita berempat melanjutkan perjalanan.
Di
rumah pak Jumali kita disambut hangat oleh keluarganya. Pak Jumali tidak bisa
berjalan dan sekarang dengan bantuan kursi roda beliau yang mempunyai keahlian
membuat kerajinan bambu, dapat melakukan pekerjaan ringan di dalam rumah dengan
bantuan kursi roda tersebut. Dengan kemampuannya peralatan rumah tangga seperti
tampah, bakul nasi, tambir (tempat resepsi nikah) dapat dibuat dengan pemesanan
terlebih dahulu. Menurut bapak Jumali untuk mendapakan bambu tidaklah sulit di
desa ini. Apalagi warga biasa memesan dengan bambu mereka sendiri. Penjualan
kerajinan ini dilakukan di sekitar desa dan kecamatan. Banyak yang menggemari
hasil karya bapak Jumali karena bagus dan pengerjaannya halus. Sayangnya, hari
ini kita tidak bisa melihat bagailmana bentuk nyata dari kerajinan yang dibuat
bapak Jumali karena sedang tidak ada stok di rumah. Pak Jumali juga sempat
mengajarkan ilmu yang didapatnya pada tetangga yang ingin bisa membuat
kerajinan bambu. Bapak Jumali sendiri baru saja pulang dari Bantul untuk
pelatihan di balai rehabilitasi terpadu penyandang difabelitas dan mempunyai ilmu
baru untuk memperbaiki barang elektronik yang rusak. Dari rumah pak Jumali,
yang banyak menginfokan dimana tempat tinggal orang-orang penting di padukuhan
Gondang, kita sepakat untuk mengunjungi pengrajin perak yang letak rumahnya
juga sudah diberitahu oleh pak Jumali.
Jam
makan siang kita makan di rumah. Setelahnya Ryu meminjam sepeda motor mbak Giza
untuk menjemput Immas yang ada di Bulu Rejo agar bisa main di rumah kami. Immas
datang dan kami mengajaknya ke telaga Winong. Sempat terperangah kita akan banyaknya
anak-anak yang memakai mukena berjalan menuju arah telaga. Dan seketika kita
sadar bahwa mereka akan mengaji. Ryu yang mengambil tema mitos dan religi
mengajakku untuk masuk dan ikut adik-adik pergi ke rumah di seberang telaga tersebut.
Namun sebelumnya karena ada pedagang jajan kita jajan sekalian dan baru masuk.
Sebelum jajan habis, Silvi teman dari Desa Jetis datang diantar mbak Giza yang
akan rapat panitia. Setelah menyambut Silvi, aku dan Ryu ke rumah yang
ditempati untuk mengaji tersebut dan kita seakan baru tersadar jika tadi pak
Jumali juga mengatakan bahwa rumah dekat telaga adalah rumah pak Ri yang
biasanya digunakan untuk tempat berkumpulnya pemuda padukuhan.
Benar
saja dugaan tersebut. Rumah pak Ri tak pernah sepi dari jam 3 sore hingga 10
malam. Dari hari Senin hingga Senin lagi. Kegiatan yang sering dilakukan adalah
mengaji yang tanpa pungutan biaya dan dengan metode mengajar satu per satu tiap
santri. Santri yang kecil biasanya mengaji dari pukul 3 sore hingga 4 sore
dilanjutkan santri dewasa yang mengaji hingga pukul 10 malam. Terdapat 14
pengajar di rumah pak Ri yang kesemuanya adalah orang asli Gondang. Dan yang
mengaji tersebar dari 4 padukuhan yakni padukuhan Tileng, padukuhan Wareng,
padukuhan Trowono 2, dan padukuhan Gondang sendiri. Pengajian rutin untuk umum
dilakukan pada setiap malam Senin dan malam Jumat. Sedangkan untuk anak-anak
muda dilakuakn pengaian umum pada malam Rabu. Dengan motto “embuh ngaji nangdi
sing penting gelem ngaji” pak Ri sangat ingin memajukan agama islam yang
dibawanya dengan sejarah kakeknya untuk memperjuangkan kemerdekaan dengan
menyebarkan agama islam.
Pak
Ri membangun fasilitas kamar mandi di dekat telaga dan memberi ikan sapu-sapu
di dalam telaga. Fungsi dari kamar mandi sendiri agar warga mau mandi di tempat
tersebut dan tidak mandi di telaga. Namun nyatanya program itu gagal dan
fasilitas tersebut kini tak terawat. Ikan sapu-sapu disebar untuk makan lumut
agar telaga tak berubah warna menjadi hijau. Pak Ri juga menceritakan fungsi
telaga sebagai air tadah hujan yang besar yang merupakan sumber kehidupan bagi
warga. Sehingga bagaimanapun juga susah dilakukan perubahan untuk tidak mandi
di telaga. Meskipun maksud pak Ri sendiri juga karena kondisi kontra yang ada
dimana anak-anak berangkat mengaji namun di tempat yang banyak mengumbar aurat.
Pernah
juga pak Ri membuat usaha marmer dari batu andesit yang hasilnya lumayan besar,
namun dari pemerintah tidak ada tindak lanjut sehingga usaha tersebut mandek.
Kita juga dapat ilmu tentang bagaimana membedakan antara rumah joglo dan rumah
limasan yang mana rumah Joglo memiliki 4 tiang penyangga di tengahnya dengan
kayu susun di atas tiang sedangkan rumah Limasan memiliki 12 tiang penyangga.
Banyak
hal berguna hari ini yang rasanya tak patut jika kita lewatkan begitu saja. Dan
untungnya Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku untuk merasakannya.
Hari
ke-4
Jumat,
16 Januari 2015
Hari
ini hari pendek katanya. Ya karena sekolah bakal pulang lebih dulu dan instansi
bakal tutup lebih awal. Kita sudah sangat siap untuk berangkat ke balai desa
Kepek untuk melapor kehadiran kami di desa dan melapor berapa lama kita
nantinya tinggal, serta ingin meminjam data monografi.
Aku,
Elda, mbak Giza, Ryu, dan mbak Arda berlima berjalan kaki menuju ke balai desa
yang memang jaraknya lumayan dekat dengan rumah. Perangkat desa menyambut kami
dengan ramah dan kita langsung diarahkan kepada pihak yang terkait. Data
monografi diberikan kepada kita dan
beberapa dipaparkan terlebih dahulu. Setelahnya, kita dipinjami data monografi
yang kemudian kita foto kopi dan
ternyata kita tidak perlu melapor untuk tinggal karena sudah ada di
rumah pak dukuh seperti itu kata petugas desa.Di dalam kantor balai desa
tersebut sudah ada perpustakaan mini yang kebanyakan bukunya berkaitan tentang
tanaman cara tanamnya. Yang kemungkinan juga merupakan tanaman yang cocok untuk
ditanam di daerah dengan tanah kering seperti
desa Kepek.
Elda
diantar mbak Giza menemui narasumber di puskesmas. Dan kita bertiga tidur di
rumah hingga kembalinya Elda ke rumah. Aku dan Ryu meminjam sepeda motor mbak
Giza untuk digunakan pergi ke desa Monggol tempat Dina dan Hima tinggal. Selain
itu kita ada misi lain di sore itu untuk membeli sate. Hehehe
Kita
berkunjung ke rumah Hima dan Dina melihat bagaimana keadaan mereka yang
ternyata baik-baik saja. Dan memutuskan pergi mencari hiburan lain dengan
mengunjungi rumah Hadi yang dekat dengan rumah Dina karena masih di desa
Monggol namun hanya beda dusun. Bapak pemilik rumah Hadi baik sekali. Beliau bahkan
memetikkan langsung apel di sebelah rumah untuk disuguhkan kepada kita. Oh ya
di rumah Hadi juga kebetulan Ilham dan Gusmus datang berkunjung. Dan dengan
pikiran positif aku menganggap bahwa kita semua iba pada Hadi karena tidak bisa
pergi dan jalan sendiri disebabkan selain karena tidak ada sepeda motor juga
karna dia tidak bebas karena kaka tingkat yang selalu mengikutinya. Bahkan dia
seperti sepi di tempat yang ramai jika hanya berdua dengan kakak tingkat itu.
Ehm … itu hanya curhatan Hadi sih.
Misi
hari ini terselesaikan dengan membeli 4 porsi sate di dekat alfamart.
Hari
ke – 5
Sabtu,
17 Januari 2015
Aku
tak Ingin Pulang, tapi Ingin!
“
Aku sedih melewatkan ruang lain pada waktu yang sama hari ini”
Tak
tergambarkan olehku betapa bahagianya mereka
Bertemu
teman lama menggiurkan mulut untuk bicara
Entah masih
sama atau beda dalam tiap detiknya di awal perjumpaan utuk sekian kalinya
Aku
masih tetap dalam posisi hina
Hanya
menatap layar yang bahkan sekarang tak dapat aku ajak bicara
Sekedar
omong kosong yang menarik atau apalah terserah
Aku
hanya ingin bantuan kalian untuk lepaskan beban
Aku
hanya ingin uluran tangan kalian untuk lepas penat
Maaf
teman, aku hanya sekadar tegar melewatinya
2
sisi bertolak belakang berkebalikan
Aku
mau mengantongi permata indah di hadapanku kini
Aku
ingin membawa oleh-oleh mutiara terbaik dari tanah ini
Sesaat
bermanfaat menghilangkan penat namun sesat
Hujan
mengiringi langkah kepergiaan
Kepulangan
yang dirindukan
Kepulangan
yang bahkan mungkin hanya bagian dari imipian
Aku
ingin pulang….
Tapi
tidak!
Sejak
pagi tidak ada berita baik menghampiri kecuali sms yang bernadakan “your
crush look cool today” seakan di dunia lain aku kiranya dalam bentukan orang
lain tersenyum tak tahu mau membalas apa. Ah, gak penting. Tapi jadi penting,
ketika aku berusaha melupakan pasti masih saja banyak yang mengingatkan. Ketika
aku mencoba untuk tegar, rasa itu hilang begitu saja. Sumpah jadi ingin pulang
karena sms itu. Jadi ingin lihat langsung kejadian di sana. Hanya itu.
Namun sepertinya doraemonpun tak mau meminjamkan pintu kemana sajanya sesaat
kepadaku.
Woyyy!!!
Bangun!!! Kembali pada kenyataan dihadapanmu.
Siang
hari aku pergi ke Krambil Sawit desa terjauh dengan jalanan tak rata namun
dengan keindahan pantai bak surga di dalamnya. Aku menemui Anis di balai
padukuhan karena dia yang ada di desa Krambil Sawit dengan Nike dan mbak Hilya.
Mereka sedang membagikan raskin pada warga. Dan setelah pekerjaan itu selesai,
kita pergi ke pantai Ngeden.
Nadia,
Restu, dan Aziz menyusul pergi ke pantai. Pantai Ngeden. Indahnya tak ingin
membuatku cepat pulang. Kita menghabiskan sore bersama di sana sampai hujan
turun tak diundang.
Kita
pulang ke rumah masing-masing dengan kehujanan. Dan aku pulang sendirian dari
rumah Ryu. Sebenarnya sih takut tapi bohong :P. Hehehehe… Malam itu diakhiri
dengan percakapan singkat antara pak dukuh dan kita bertiga yang sebelumnya
memberikan oleh-oleh untuk pak dukuh.
Hari
ke – 6
Minggu,
18 Januari 2015
Tidak ada jadwal pasti ingin melakukan
apa hari ini. Sebenarnya mau ikut ke ladang. Namun karena cuaca sedang tidak
memungkinkan, ibu dukuh memutuskan untuk jangan ke ladang hari ini, kalau
sedang tidak hujan nanti diajak. Kalau hujan ladang becek. Yah…..
Bersambut pagi
Matahari malu malu
datang menyapaku
Mimpi indah waktu
berjalan mundur
Hanya buaian di
masa lalu
Sendu sambutku
minggu itu
Aku memberi tahu
mbak Giza pagi itu bahwa ban sepeda motornya bocor. Oleh karenanya setelah
hujan reda pada siang hari dan etelah kita membersihkan diri kita ke tambal ban
di pertigaan dekat SD Trowono 2. Ternyata berat juga mendorong sepeda motor mbak
Giza yang hari sebelumnya aku pakai untuk ke pantai dengan jalan yang tak
mulus. Kemungkinan besar bannya bocor karena aku pakai kemarin. Heheh.. maaf ya
mbak Giza.
Setelah
menyerahkan sepeda motor ke tukang tambal ban kita pergi membeli jajan yang berada
di sebelah kanan SD Trowono 2. Sambil menikmati jajanan yang kita beli di situ,
kita melihat anyak orang ke rumah depan toko dengan memebawa semacam jarik. 10
menit kemudian beberapa ibu-ibu juga datang ke toko itu dengan membawa jarik
juga. Kita sempat mengobrol sedikit dengan mereka namun tak menanyakan kegunaan
jark yang mereka bawa. Yang kita tahu ibu-ibu tersebut sedang arisan.
Sepeda motor sudah
tertambal dan bisa digunakan lagi. Dengan dijemput bergantian kita kembali ke
rumah. Elda diantar dulu oleh mbak Giza kemudin menyusul aku yang sedikit demi
sedikit jalan menuju rumah. Sampai di warung dekat telaga suci, mbak Giza
menyuruhku untuk naik. Kita memutuskan untuk ke telaga dulu. Mengingat mbak Gza
juga belum pernah ke telaga suci. Setelah naik turun tanjakan yang ada di
telaga suci, kita bertolak pulang ke rumah.
Hari ke-7
Senin, 19 Januari 2015
Sama seperti hari Minggu, aku hanya di rumah bedanya kalau hari ini
malah aku sendiri di rumah. Pagi harinya aku dan mbak Giza pergi ke pasar
Trowono dan membeli jajanan pasar. Setelah memberi oleh-oleh dari pasar pada
mbak Dita kita bertanya pada mbak Dita tentang ibu-ibu yang bawa gendongan dan
kenapa pasar tidak seramai yang kita kira. Ternyata kata mbak Dita itu karena
mereka membawa barang ketika arisan dan kembali membawa barang ketika pulang
arisan. Jadi fungsi gendongan sendiri untuk menggendong barang. Sedangkan pada hari itu bukanlah hari pasaran.
Karena pasar Trowono pasarannya adalah Kliwon yang jatuh pada hari Rabu di
minggu ini.
Ditemani sepi, suara ayam petelur yang tak hentinya menghasilkan
telur, dengauan sapi, dan ringikan kambing aku terpaut dan terpaku dalam suara
alam nan sunyi selain mereka yang perlu pada waktu itu untuk bersuara. Aku
menikmati ditinggal sendiri oleh mbak Giza dan Elda yang pergi ke puskesmas
dengan menonton film, dan seakan melupakan data yang harus didapat.
Sekejap saja, tiba-tiba sakit kepala datang merusak segalanya. Aku
benci kalau harus berurusan dengan sakit. Dan entah kenapa itu masih saja ada
menyerangku bertubi-tubi.
Rasanya ingin begitu saja meletakkan kepala untuk tidur siang, bisa
saja. Namun sepertinya kepalaku tak bisa diajak kompromi. Sampai mbak Giza dan
Elda kembali dari puskesmas, sakit kepalanya belum juga hilang.
Tiba sesi obrolan dengan Elda dengan aku mencoba tidur dengan
menjawab sambil berbaring. Namun nyatanya sama saja tidak ada tidur siang hari
ini, yang ada perjumpaan siang. Anis datang bersama dengan mbak Via. Mbak Faza,
dan mbak Inas yang masing-masing dari
desa yang berbatasan dengan Desa Kepek.
Jadilah hari itu kita mengobrol dengan banyak orang. Akhirnya kita
dikunjungi. Sebenarnya mereka ingin ke telaga namun karena keasyikkan mengobrol
jadi lupa tujuan awal. Aku kalau harus sih karena ada Anis bergegas
mengantarnya walau sakit masih kurasa. Aku tahu, mungkin apa yang dirasakan
Anis apa yang itu kata orang tekanan batin lebih sakit dari apa itu sakit
kepala yang kurasakan.
Setelah mengantarnya dan bermaksud menjemput orang yang tersisa untuk
ke telaga, ternyata orang-orang yang tersisa mbak Faza dan mbak Inas pulang
lebih dulu. Mbak Via tetap tinggal dan mengadakan sesi obrolan denganku. Ahhh
benar-benar lupa dengan data. Maaf.
Aku keluar rumah setelah mendengar anak kecil mengobrol dengan
Anis. Merekalah Rama si adik tetangga yang kelas 1 SD dengan teman sekelasnya
Nisa dan kakaknya Alya yang sekarang kelas 5 SD. Dilihat dari cara bicaranya,
Alya adalah anak yang pandai di kelasnya. Benar saja Alya mendapat peringkat 2
di kelasnya yang berkebalikan dengan adiknya yang peringkat 17 di kelasya dari
17 siswa di kelasnya. Meskpun begitu aku masih tetap bangga pada sosok Rama
yang menaati apa kata orang tua saat disuruh pulang. Mereka bertiga kurasa
memang anak-anak yang taat.
Setelah mbak Giza datang, mbak Via diantar pulang mbak Giza dan
Anis yang kembali lagi ke rumah ditemani Nike juga pulang. Dengan berpamitan
dengan kita dan ketiga adik-adik tetangga mereka pulang. Hmmm… berharap besok
bisa berjumpa. Kurasa ada obat manjur ketika harus bertemu seseorang yang kita
sayangi.
Sesi hari ini ditutup dengan dinginnya udara yang di atas rata-rata
tidak seperti biasanya, entah karena hujan yang memang juga turun waktu itu
atau karena memang karena aku sedang menggigil. Yang penting aku menarik selimut
dan menggunakan kaos kaki untuk menghangatkan tubuhku malam itu.
Hari ke – 8
Selasa, 20
Januari 2015
Benar saja pagi itu sepertinya
banyak yang sudah mendengar berita. Teman-teman cowok akan melakukan
pertandingan sepak bola di lapangan Kepek. Hmmm… yeay kita jumpa, teman J
Dari pagi kita bertahan di rumah pak
dukuh karena kita tahu hari ini tanggal 20 dan ada posyandu di rumah pak dukuh.
Yang artinya boleh-boleh saja ikutan cari data dari kesehatan.
Posyandu dimulai dari pukul 9 sampai
selesai. Benar-benar banyak ibu menggendong anaknya. Jika dilihat sacara
sekilas, mereka adalah ibu-ibu muda. Kegiatan posyandu dimulai dengan sambutan
dari ibu kader yang memberi pengumuman bahwa uang yang terkumpul pada bulan lalu
sebesar Rp 14.000,00 yang kemudian tidak bisa dibelikan obat atau semacamnya
yang aku kurang paham. Setiap posyandu akan diberikan kardus kosong yang
kemudian akan diisi dengan uang suka rela. Berbeda dari padukuhan Bulu Rejo
yang memungut Rp 1.000,00 untuk tiap tanggal 20. Begitu kata ibu kader pada
para ibu dan otomatis pada kita yang mendengarkan waktu itu.
Posyandu hari ini dilakukan dengan
menimbang berat badan tiap anak. Fungsinya untuk mengetahui si anak kurang gizi
atau tidak. Setelah menimbang bayinya, si ibu akan mengambil buku pantauan
kesehatan bayi yang sebelumnya dikumpulkan di ibu kader kemudian pulang ke
rumah masing-masing. Sesi konseling bayi hanya terjadi di awal. Kemudian
setelah semua selesai, kita ikut mengobrol di tikar yang sudah kita gelar. Elda
sesuai temanya menanyakan hal yang perlu pada ibu kader sampai selesai urusan
datanya juga. Ibu RT yang juga salah satu ibu kader mengaakan supaya kita main
ke rumahnya. Dan kita mengiyakan hal itu.
Immas datang di tengah obrolan ibu
kader dan Elda disusul mbak Arda yang dijemput Ryu tadinya. Mbak Arda
sebenarnya juga mencari data yang sama namun nyatanya mbak Arda datang
terlambat. Meskipun begitu tidak ada yang sia-sia jika diceritakan. Setelah
posyandu bubar, kita berenam tetap berada di atas tikar yang digelar dan sok
meramaikan hari. Wkwkkwk… setelahnya mbak Arda dan mbak Giza masuk ke kamar
untuk menonton drama. Yang kemudian juga aku ikut di dalamnya setelah makan
siang. Hmmm … penyegaran.
Di tengah asyiknya melihat drama,
datanglah mbak Vita dan mbak Selma yang membawa es krim. Kamar serasa penuh.
Dan kakak angkatan 2013 mulai muncul jiwa-jiwa suka Koreanya setelah melihat
drama. Dan dengan iseng, aku tahu mereka iseng, dan semoga saja iseng, mereka
mengotak-atik laptopku mencari sekiranya apa yang bagus di laptop. Tak berapa
lama kiranya, mbak Febda, Ina dan Afif tiba juga di rumah. Mereka masuk kamar
dan terasa sekali lagi bagaimana penuh sesaknya kamar yang disewakan selama 2
minggu itu. Entah kenapa juga ternyata mbak Tifa dan mbak Laksmi juga ada dalam
kamar yang kemudian kamar jadi terasa sempit.
Oh, ya. Ina baru datang hari ini.
Karena seminggu sebelumnya dia harus ke Jombang menunggu neneknya yang sakit. Ada
juga Nadia yang baru datang kemarin karena harus mengurus administrasi kuliahnya.
Setelah Afif dari kamar kecil kita
memutuskan ke telaga Winong,sekalian aku juga membeli deterjen untuk mencuci
baju. Aku dan Immas jalan ke sana. Afif dan Ina bersama ke telaga dengan arah
yang aku tunjukkan naik sepeda motor. Elda dan Ryu entah kemana tak pamit
keluar dari rumah duluan sebelum kita ke telaga.
Setelah dari warung mbak Sur,
membeli barang yang dibutuhkan kita ke pondok dekat telaga. Banyak hal yang
kita bicarakan di sana. Sampai Elda dan Ryu juga datang. Dan Afif dan Ina
memutuskan untuk kembali. Karena akan menonton sepak bola. Oh yaa… sepak
bola. Pulangnya dari telaga ada Anis
yang sendiri bawa sepeda motor kemudian dengan sigap Ryu naik dan langsung ke
lapangan tujuan. Setelahnya orang-orang yang menginjakkan kaki di rumah sementara
kita, satu per satu yang pergi ke lapangan. Dan tinggallah aku, Elda, dan
Immas. Kita menunggu jemputan sambil mengobrol. Elda penasaran sekali dengan
bahasa daerah yang kita pakai. Oleh karenanya, Elda menginginkan kita bicara
dengan bahasa Jawa dan Elda mencoba untuk menebak artinya. Hmm… mungkin
kebanyakan Elda tidak mengerti akan apa detil yang kita bicarakan namun kalau
percakapan umumnya kurasa Elda mengerti.
Ina dan mbak Giza datang menjemput.
Aku dibonceng Ina. Immas dan Elda dibonceng mbak Giza bertiga. Sampai juga di
lapangan. Rasanya senang sekali bertemu teman yang rasanya sudah bertahun-tahun
lamanya tak jumpa. Ini hanya rasanya, padahal masih seminggu. Jadi intinya di
lapangan itu bukan tempat untuk melihat pertandingan tapi sesi curhat akbar.
Ehm… tak apalah yang terpenting kita masih dipertemukan, meskipun kita
menikmati setiap pertemuan itu berbeda.
Semua dari kita tak ingin segera
pulang. Itu saja yang kulihat dari sorot mata. Penghantar indah mimpi di lautan
kapuk.
Hari ke -9
Rabu, 21
Januari 2015
Hari ini adalah Rabu Kliwon yang
mana berarti kita dapat menikmati pasar pagi yang ramai. Kita bertiga sudah
memutuskan untuk pergi ke pasar sebelum-sebelumnya. Karena butuh untuk
membelikan bapak dukuh dan keluarganya yang telah menerima kami. Oleh karenanya
kita bangun pagi dan setelah meminta izin ke ibu dukuh pergi ke pasar. Ibu
berpesan jika mbak Dita telah berangkat terlebih dahulu dan hati-hati karena
pasar sedang ramai. Setelah mengendarai sepeda motor selama 10 menit kita sampai
di pasar. Setelahnya, mbak Giza menjemput Immas dan mbak Arda di Buluh Rejo.
Dan setelah kita berkumpul, kita mengitari pasar. 15 menit keudian Ina dan mbak
Febda yang dari desa Jetis datang. Dan aksi pun dimulai. Aku membeli beberapa
jajanan pasar bersama Elda dan Immas sebelum mbak Febda dan Ina datang kemudian
setelah semua berkumpul kita kembali masuk dalam keramaina pasar yang kebetulan
tidak basah karena hari ini tidak hujan. Sembako telah terbeli. Ramai-ramai
kita mencari hal yang aneh dan tidak ada di pasar yang selama ini kita temui.
Aku dan Immas tertuju pada ibu penjual tiwul nasi yang terbuat dari gaplek dan
nasi jagung. Immas membeli masing-masing Rp 2.000, 00 yang kita tak tahu bahwa
seharga itu sudah sangat banyak yang kita dapat. Dan atas ketidak tahuan lagi,
ternyata teman-teman yang lain duduk di warung yang ramai dimana menjual
gorengan, teh hangat, dan makanan yang mengenyangkan. Wah, pasar Kliwon Trowono
menyenangkan.
Pulang dari pasar terjadi obrolan
ringan tentang pembuatan pupuk organik, yang kebetulan bapak sendiri saat itu
membawa buku panduan pembuatan pupuk organik. Bapak membuka halaman demi
halaman buku panduan yang beliau dapat beberapa tahun yang lalu ketika mendapat
penyuluhan. Dan aku memberi pertanyaan yang berkaitan dengan tema yang kuangkat
untuk aku jadikan artikel nantinya itu.
Yang diperlukan Aku sudah
bersih-bersih diri bergegas pergi ke Ngloro. Aku mengunjungi Ghina hari ini. Di
rumah tidak ada orang karena Elda ke puskesma dan mbak Giza pergi rapat
kepanitiaan TPL di kecamatan. Mbak Giza mengantarku sampai perempatan Ngloro
yang ternyata teman-teman Ngloro membeli beberapa makanan di daerah perempatan
tersebut. Ah, aku juga membawakan mereka jajanan pasar. Aku tidak ke rumah
Ghina karena ia sendiri main ke rumah Kania dan Cici yang memang jaraknya
lumayan dekat. Semua teman-teman Ngloro sendiri selalu bersama menghabiskan
waktu dan mencari data hingga menjelang malam. Hujan datang sehingga aku tidak
bisa menikmati indahnya Ngloro, namun saat ada kesempatan aku berjalan-jalan
sebentar di sekitar Ngloro bersama Ghina. Setelah merasa cukup bermain di
Ngloro, aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada mbak Giza untuk
menjemputku. Mbak Giza membalas pesanku menulis bahwa yang menjemput Ryu.
Tak tahunya hari ini aku masih banyak
bertanya-tanya tentang sikap Ryu yang marah dalam diam. Ah, mungkin besok sudah
baikan.
Malam harinya, mbak Dita telah
memberi tahu sebelumnya jika tidak aka nada makan malam. Oleh karenanya, kita
memasak mie instan sendiri. Aku sebenarnya tak mau makan mi, namun karena
kebanyakan aku dengan terpaksa memakannya.
Hari ke – 10
Kamis, 22
Januari 2015
Sudah 3 hari aku sakit perut,
alasanku tak memakan mi juga karena takut menambah rasa sakit pencernaanku.
Dari pagi aku sudah melakukan aktivitas, kemudian pada pukul 09.00 WIB aku
diantar mbak Giza ke puskesmas.
Orang-orang di puskesmas menyambut
dengan ramah setiap pasien yang datang termasuk aku saat itu. Setelah
mendaftar, aku dan mbak Giza duduk di bangku untuk menunggu giliran masuk.
Setelah dipanggil, diagnose dokter adalah aku sakit maag. Dan dengan saran
dokter aku mengambil resep dan membayarnya. Untung saja biayanya tak semahal
yang dibayangkan. Karena saat ini uang yang kumiliki sudah sangat menipis.
Hari ini sebenarnya aku memang ingin
istirahat, dan tak tahunya ada tamu mbak Febda, mbak Via dan ina yang akan
susur pantai ke Kanigoro. Mbak Giza ikut ke pantai, dan menjemput mbak Arda di
Bulu Rejo yang juga ikut susur pantai. Sebelum berangkat ke Kanigoro, mbak Giza
mengantar Ryu ke rumah.
Saat itu aku dan Elda sedang makan
siang ketika Ryu datang dan seketika suasana menjadi aneh karena sepertinya Ryu
masih ngambek tentang kemarin saat menjemputku. Untung saja tak lama kta
berperilaku aneh satu sama lain. Dengan proses akhirnya Ryu mau cerita bahwa
alasan dia marah karena menungguku setengah jam dengan kehujanan. Aku
menjelaskan pada Ryu bahwa tak ada panggilan masuk karena tak ada sinyal saat
itu.
Sampai pukul setengah 9 malam, Ryu
masih di rumah karena hujan yang tidak memungkinkan untuk langsung kembali ke
Bulu Rejo. Setelah melaksanakan sholat Isya Ryu pulang dengan jas hujan tanpa
diantar mbak Giza karena ia mengendarai sepeda motor mbak Giza sendiri, yang
mana besok akan aku pakai ke SMKN 1 Saptosari mencari data bersama Immas.
Hari ke – 11
Jumat, 23
Januari 2015
Pagi ini malas merutukiku. Pagi ini
sinyal sulit untuk dikasihi. Pagi ini banyak syarat harus ditepati. Pagi ini
hanya pagi ini.
Aku memberi pesan singkat pada Immas
untuk mengendarai motor dari Bulu Rejo ke SMKN 1 Saptosari. Ternyata pesan
tidak segampang itu masuk. Akhirnya aku tak jadi pergi ke SMKN 1 Saptosari
mencari data pagi ini.
Supervisior kabar-kabar yang nyata
datang hari ini. Kita dikumpulkan di rumah bu dukuh Bulu Rejo bersama
teman-teman desa Jetis. Supervisior memiliki waktu yang terbatas. Sehingga kita
dikumpulkan dalam satu rumah tidak dikunjungi per rumah. Seharian sebelum ada
supervisior datang rasanya lama dan bosan. Pasalnya, kita tidak melakukan
apa-apa di rumah bu dukuh Bulu Rejo melakukan percakapan singkat, tertawa,
kemudian kembali menatap layar telepon genggam masing-masing.
Kendala untuk supervisor hanya tidak
tahu rumah bu dukuh Bulu Rejo dan dimana harus memarkir mobilnya mungkin hal
itu yang buat lama. Yang kebetulan menjadi supervisor adalah mas Agung yang
memberi kita beberapa ilmu dan informasi yang tepat untuk penelitian kita yang
kurang beberapa hari di Saptosari. Sharing materi dan data yang didapat juga
dilakukan dengan supervisor hanya saja aku hanya diam memperhatikan.
Selesai supervisor pulang, aku dan
Elda pulang dengan jalan kaki. Udara siang itu untungnya bersahabat bagi kita,
hingga sampai rumah setelah makan siang kita tidur siang.
Malam harinya kita membantu mbak
Dita untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk rapat bapak-bapak membahas
hutan desa. Sampai pukul setengah 12 malam rapat selesai. Setelah itu kita ikut
membereskan tikar yang tadinya digelar dan tidur dengan pulasnya.
Hari ke- 12
Sabtu, 24
Januari 2015
Pagi ini hujan lagi, menanggapi kita
yang akan pulang takkan sepagi ini
Awan mulai sedikit menunjukkan
riwayat terang
Awan mulai berjalan seiring siang
Matahari menyapa hari ini dengan
tergesa
Perbedaan sinyal dalam waktu untuk
kita dapat
Beberapa saja angin membawaku
berlari
Beberapa saja ternyata hanya ilusi
Setelahnya aku bangkit dan berdiri
Entah kenapa aku tak tahu apa yang
harus dilakukan hari ini
Jangan salah dengan puisi yang
kusajikan di atas. Tapi memang hanya awalnya saja aku ada aktivitas. Pagi ini
aku dan Immas ke SMKN 1 Saptosari menggantikan hari kemarin yang gak jadi
karena Immas telat buat bales sms. Di SMK aku menjadi banyak tahu tentang TPHP
(teknologi pengolahan hasil pertanian) jurusan yang baru saja dibuka namun
sudah banyak saja prestasinya. Sebenarnya berbeda dari tujuanku sebelumnya yang
kukira di SMK bakal diajarkan tentang pertaniannya. Aku salah kaprah. Ternyata
di SMK mengajarkan teknik pembuatan produk setelah panen. Bukan materi
bagaimana pengolahan pertanian yang baik dan benar seperti yang aku harapkan.
Tapi setidaknya dengan berkunjung di SMK aku mengerti bahwa siswa-siswi yang
baru tahun pertama di bangku SMK dan tahun pertama jurusannya ada, mampu
mengelola kreativitasnya dengan baik sehingga mampu menjuarai bebrapa
kejuaraan. Namun karena baru saja jurusan ini dibuka, tentu saja tempat praktik
belum begitu memadai. Semoga saja seiring berjalannya waktu ada bantuan
pemerintah yang mengalir untuk jurusan yang menyokong hasil pasca panen
masyarakat ini. Aminnn ..
Setelah masuk sore hari setelah aku
membersihkan diri, aku pergi ke dapur melihat mbak Giza yang sedang menggoreng
pisang. Ternyata hari ini akan ada rapat musdus (musyawarah dusun). Kita
mempersiapkan makanan dan minuman lagi hari ini.
Selepas shalat isya’ masyarakat
berdatangan ke rumah. Satu per satu memenuhi rumah depan yang dikhususkan untuk
pertemuan. Kita menyalami masyarakat terlebih dulu kemudian melanjutkan membuat
hidangan. Setelah selesai kita ikut bergabung dengan ibu-ibu yang duduk rapi di
belakang bapak-bapknya. Karang taruna dusun Gondang juga datang untuk
mendiskusikan rencana apa yang akan dilakukan pada tahun 2016. Keseluruhan
rapat musdud hari ini membahas dana bantuan pemerintah sebesar 10 juta per
dusun di desa Kepek untuk rencana pembangunan jangka pendek. Sebelumnya juga
dilakukan musdus di padukuhan Bulu Rejo. Rapat hari ini diakhiri dengan suara
petir yang mau tidak mau membuat para tamu yang hadir untuk segera pulang.
Hasil akhir rapat adalah pembangunan selokan di daerah sekitar padukuhan
Gondang dn renovasi balai dukuh.
Hari ke – 13
Minggu, 25
Januari 2015
Ada apa dengan
hujan?
Hujan masih
berjatuhankah?
Hujan perlu
sapaan mataharikah?
Hujan tak
berpelukan dengan pelangi pagi ini?
Ah, sama
seperti pagi-pagi yang lain di Saptosari
Namun hujan ….
Aku merayu kau
bawa rintikmu membagi duka suka
Pada setiap
insan bercitra
Oh ya….
Hujan bangunkan
temanku yang di sana
Dengan begitu
hujan …. mereka akan tahu aku bawa berita
Namun hujan….
Sekali lagi hujan…
Jangan kau usik
temanku yang di sana yang tertidur pulas dalam liangnya
Ah hujan…. Aku
terlalu banyak meminta
Abaikan saja
pintaku yang tak berguna
Setelah hujan mengguyur pagi ini,
aku pergi ke ladang. Tak jauh tentunya dari rumah hanya saja jika ditempuh
dengan kendaraan bermotor. Jalanan becek lagi di ladang. Ibu dan bapak dukuh
mengkhawatirkanku dan mbak Giza yang tak terbiasa dengan tanah becek di ladang.
Bapak juga memberi tahu beginilah tugas petani, mencangkul di sawah. Ya, sama
dengan petani lain bapak dukuh juga menjadikan tanah miliknya sebagai ladang
yang cara menanamnya dengan tumpang sari. Ada jagung, ketela pohon, bekas
tanaman bawang merah yang gagal produksi, dan yang juga menarik adalah tanaman
timun yang besarnya lebih dari besar timun yang biasa aku temui. Ibu menyuruh
kita untuk mengambil timun yang sudah besar untuk di lotis di rumah. Kita
mendapatkan 3 timun untuk dibawa pulang. Dan kata ibu juga, bahwa timun yang
ditanam di situ jika berbuah siapa saja bisa mengambilnya. Dengan sandal yang
belepotan dengan tanah basah kita pamit duluan pada bapak dan ibu dukuh untuk
pulang.
Namun kita tak pulang terlebih
dahulu. Kita memutuskan untuk pergi ke rumah pak dukuh Kepek, dimana mas Wawan
dan mas Rian tinggal. Tujuan kami adalah memastikan bahwa nanti kita jadi ke
rumah pak lurah Kepek. Dan tentunya ikut untuk mencuci kaki yang belepotan
tanah. Kebetulan bahwa di depan rumah pak dukuh Kepek tersebut ada semacam bak
penampungan air sehingga kita menggunakannya untuk mencuci kaki pada saat itu
juga. Setelah mengobrol kanan kiri, kita diajak ke dapur oleh bu dukuh Kepek
yang ternyata mempunyai usaha kecil-kecilan pembuatan pangsit. Dan akhirnya,
untuk beberapa saat lamanya kita terpaku dengan tangan-tangan lentik dua ibu
yang mengolah bahan makanan. Sebelum pangsit selesai dimasak, kita berpamitan
untuk pulang ke rumah. Ibu dukuh Kepek sebenarnya menyayangkan kalau kita tidak
melihat proses pembuatan sampai selesai. Tapi apa daya kita memang harus cepat
pulang. Padahal di rumah mungkin juga gabut. Hmmm….
Menjelang sore, kita ikut ke telaga.
Sebenarnya aku ingin ikut mandi sore di situ. Tapi aku sudah andi duluan di
rumah. Dlam perjalanan menuju telaga adik-adik tetangga mengikuti kami. Eh
tahu-tahunya mereka meminta tanda tangan kami. Dan setelah itu mau mengantarkan
kita jalan-jalan berkeliling telaga. Wah menarik,,, kenapa tak pada sore-sore
kemarin saat-saat kita masih banyak waktu sebelum pulang ya mereka mau menemani
kita? Wahhh sedikit menyesal tak melakukannya di waktu dulu. Kita juga sempat
bertukar nomor telepon seluler dengan adik-adik padukuhan Gondang.
Malamnya, kita berdelapan dengan berboncengan
sepeda mtor pergi bertamu sekaligus pamit pada pak kades. Terlihat dari
wajahnya yang berseri pak kades adalah orang yang pintar. Pantas saja pak kades
juga sudah lulusan s2. Pengetahuan tentang apapun pak kades tahu, aku jadi
kagum pada beliau. Termanggut-manggut hingga lupa untuk menanyakan sesuatu.
Pembicaraan kita di rumah pak kades tentu tentang seputar desa Kepek. Dari
mulai pendidikan sampai kesehatan, pariwisata, ekonomi, dan mata pencaharian.
Demi kenyamanan pak kades dan keluarga kami tidak terlalu malam untuk kembali
lagi ke rumah sementara kita.
Hari ke – 14
Hari ke-14
Selasa, 26
Januari 2015
Ya Tuhan sudah
pulang saja…..
Padahal aku
belum sempat bertemu senja
Kalau memang
dipertemukan
Pertemukan
dalam keadaan utuh seperti biasa Tuhan
Berharap
bertemu senja di sana tanpa beban
Pukul
8 aku, Elda, dan mbak Giza meninggalkan rumah 2 minggu kita. Setelah diantar
sampai kantor kecamatan, sepertinya cerita ini pun menjadi akhiran. Sudah tak
ada cerita hanya perjalanan, dan yang kemarin-kemarin bisa saja kenangan, yang
jika indah bahkan tak terlupakan. Hanya aku penasaran “Neverland” apakah suatu
tempat seperti “Saptosari” disentuh penuh imajinasi?
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu