Data Harian: TPL Saptosari (2015)

Data Harian
Selasa, 13 Januari 2015
            Sambutan matahari dengan sedikit malu-malu menampakkan diri, mengawali perjumpaan lamaku dengan teman antropologi budaya UGM dalam fantasi ruang yang tak tertutup rapat seperti biasa lagi. Tak ada angin yang diatur seperti pada suasana ruang perkuliahan. Angin mengadaptasikanku dengan alam sekitar yang hijau, warna yang jarang kutemui semenjak sementara menetap di Jogja. Pukul 10 pagi lewat sedikit, dengan bahagia kita sampai di Kecamatan Saptosari. Menunggu hingga pukul 1 siang untuk acara sambutan oleh bapak Camat Saptosari aku dan Anis (teman antro) menggunakan waktu yang cukup lama tersebut untuk ke Alfamart mencari es krim.
            Memang hujan. Tapi niat kita sudah bulat. Kita terjang hujan yang menghadang dengan gaya sok pahlawan. Tapi tetap saja kembali dengan kebasahan. Sebelum menuju alfamart, Anis bertanya dimana letak alfamart dengan mengira-mengira berapa jauh alfamart dengan tempat kita berdiri waktu itu, bapak yang kebetulan lewat itu menunjuk dengan logat Jawa kentalnya. Oke intinya kita sampai walaupun bapaknya bicara bahasa Jawa (aku sendiri kurang sedikit paham).
            Sudah kembali lagi ke kantor kecamatan, tahu-tahu makanan datang. Yeah…. Asyik, kita makan. Setelah makan, kita disambut oleh beberapa kepala desa, kapolsek, dan camat. Pengarahan sederhana dipaparkan dalam acara sambutan tersebut. Acara sambutan tersebut diakhiri dengan doa yang semoga saja memang dapat menjadi harapan yang terkabul.
            Amin.. amin…
            Penjemputan dilakukan oleh kepala desa beberapa saat setelah penyambutan. Semua teman-teman dijemput dengan mobil karena daerah yang diteliti jauh dan saat itu hujan. Tempatku melakukan penelitian tidak begitu jauh dengan kantor kecamatan. Namun sayangnya yang menjemput belum juga datang. Hujan juga tidak segera reda. Namun untungnya kita sabar menunggu. Dari proses menunggu, untungnya aku bisa melakukan pembicaraan ringan dengan beberapa perangkat kecamatan, yang ternyata satu diantara mereka adalah bapak dukuh yang menerimaku untuk tinggal sementara di rumahnya. Pak Hardiwiyono bapak asuh selama 2 minggu untuk penelitian pertamaku.
            Aku dan Elda sebagai partner serumah serta mbak Giza yang datangnya telat disambut dengan teh dan kopi yang masih panas. Bapak menanyakan banyak hal kepada kita bertiga, begitu juga kita yang menanyakan banyak hal kepada bapak seputar padukuhan dan hubungannya dengan tema yang kita angkat saat penelitan ini. Selesai sesi tanya jawab, kita membersihkan diri dari segala macam hal yang kotor dan basah. Setelah membersihkan diri kita makan makanan yang dihidangkan oleh keluarga bapak Hardiwiyono. “Sederhana” makanannya. Sering kata tersebut muncul dari mulut mbak Dita menantu pak Dukuh. Namun kita bertiga sepakat sesederhana apapun itu rasanya enak. Sesederhana apapun katanya, aku masih belum bisa memasaknya.
            Hari ini ditutup dengan kekhawatiran karena hujan dan malam sudah datang tapi mbak Giza belum juga pulang. Semoga saja dia baik-baik saja dalam perjalanan pulangnya.



Hari ke – 2
Rabu, 14 Januari 2015
            Pagi ini dingin. Terasa hangat dengan 5 orang dalam kamar. Yeahhh.. mbak Giza membawa mbak Hilya dan mbak Vita yang kehujanan pulang ke rumah pak Dukuh dan menginap karena tabu bagi mereka untuk meneruskan perjalanan pada malam hari yang gelap gulita dan dalam kondisi basah karena hujan.
            Aku sudah mengusahakan untuk bangun pagi. Ya, meskipun hanya jam 5 bisaku. Tapi entah karena  capek, aku melanjutkan tidur setelah sebelumnya menyapa ibu dukuh di dapur sedang memasak. Pagi itu, kita benar-benar bangun pukul setengah 7. Mbak Vita langsung melanjutkan perjalanan ke Kanigoro dan mbak Hilya masih tetap tinggal sampai sarapan juga dan setelah bersih diri baru berangkat ke Krambil Sawit diantar mbak Giza hanya bertemu di Alfamart. Mbak Giza menjadi pahlawan malam itu ini hanya menurutku. Hehehe. Kemungkinan besar juga hari ini menjadi malas karena hujan yang turun dari pagi.  
            Sekitar pukul 09.00 WIB ketika hujan telah reda.  Ryu datang dengan wajah cerianya. Dengan nafas sedikit ngos-ngosan dia menyambut kami. Aku sempat terkejut Ryu mau jalan kaki ke rumah kami yang memang tetanggaan dengan padukuhan tempat kami tinggal.
            Kita memutuskan untuk pergi ke telaga. Namanya telaga Winong, telaga padukuhan Gondang. Dalam perjalanan, kita bertemu bapak yang kebetulan mau mengadakan rapat kelompok tani seperti janjinya kemarin padaku saat sesi tanya jawab dengan bapak bahwa hari ini ada rapat kelompok tani raharjo. Kebetulan yang ditempati untuk rapat adalah kediaman bapak Jarwo yakni rumah yang dilewati jika mau ke telaga.
            Pembicaranya adalah ibu Tatik dengan ketua kelompok tani adalah bapak Gito. Semua orang yang ikut berkumpul adalah ketua RT dan kemungkinan juga dengan perangkat padukuhan. Pak dukuh yang pertama-tama menyampaikan tentang kondisi desa, dukuh, dan kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan warganya, kemudian dilanjutakan dengan perkenalan kami.
            Warga padukuhan Gondang mengira kami adalah mahasiswa KKN yang membawa beberapa program untuk padukuhannya. Dan dalam perkenalan kami, kami mengklarifikasi bahwa kami bukanlah mahasiswa KKN. Dan menekankan kata penelitian kepada warga yang ikut rapat dalam kelompok tani Raharjo tersebut.
            Setelah perkenalan bu Tatik sebagai pembicara mulai membicarakan program SLPPT yang merupakan singkatan dari sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Sekolah yang dimaksud bukanlah sekolah formal dengan buku sebagai pendamping. Melainkan sekolah praktik dimana belajar melalui pengalaman. Bu Tatik memperkenalkan kembali apa itu SLPPT kepada masyarakat guna hanya mengingatkan kembali pada kelompok tani tujuan ikut program. Bu Tatik dan para warga kelompok tani menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pergaulan dalam rapat tersebut.
            Bahasan lainnya adalah seputar tujuan produksi dan produktivitas tanaman yang sudah dibudidayakan, cara pengolahan tanah hingga pasca panen, serta penerapan teknologi benih bersertifikat. Yang menarik dalam pembicaraan adalah penggunaan pupuk organik oleh warga. Sebenarnya tak hanya tentang pupuk organiknya yang menarik. Ketersediaan pupuk kimia yang dari pemerintah untuk kecamatan Saptosari juga menarik bagiku. Pada rapat di siang hari itu bu Tatik juga menanyakan darimana bapak-bapak dan ibu-ibu yang hadir mendapatkan pupuk kimia sedangkan ketersediaan pupuk di Kepek pun tidak ada. Dan pengakuan warga adalah mereka mendapatkannya secara diam-diam. Anehnya dari pembicaraan saat itu sedikit membingungkan bagiku karena tidak ada titik temunya. Namun entah mungkin bagi warga mereka lebih mengerti masalah tersebut. Dan dengan itu akhirnya aku sesuai sub tema akan mengambil masalah pupuk di Gondang, Kepek.
           Setelah ikut kelompok tani kita melanjutkan ke telaga. Telaganya berwarna hijau, dengan suasana masih sejuk, dan ada sinyal. Sinyal seperti hal yang sangat dibutuhkan saat ini jujur saja. Karena di rumah memang tidak ada sinyal. Hehehe… tapi di sisi lain telaga masih sangat menjadi tempat yang digantungkan oleh warga. Masih banyak warga mandi dan mencuci di telaga.
Dari telaga kita menemukan jalan lain untuk pulang yang sebelumnya juga diyakinkan oleh bu dukuh Buluh Rejo yang sempat bertemu di jalan. Panah ke telaga suci akhirnya menyempatkan kaki kami untuk ke sana terlebih dahulu sebelum sampai ke rumah. Banyak anak kecil yang mengkuti kami dan mengantar kami ke telaga. Mereka adalah tahap kemurniaan manusia, yang masih belum membedakan dan memilah-milah sesuatu. Mereka masih belum bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Mendengar kami berbicara saja mereka bilang kalau kita menggunakan bahasa Belanda.
Sampai rumah, mbak Giza dan mbak Farda ternyata sudah menunggu kita begitu juga makan siang yang akhirnya kita makan sore. Aku memutuskan untuk tidak makan karena perut masih penuh degan makanan baik yang kita beli di jalan maupun dari makanan yang disuguhkan pak Jarwo di rumahnya saat rapat kelompok tani raharjo tadi.
Aktivitas warga menjelang malam adalah mandi di telaga. Jihan anak kecil depan rumah melakukan hal itu juga dengan ibunya. Mereka lebih memilih ke telaga suci untuk mandi karena jaraknya lebih dekat dari rumah.
Sementara dengan kepergiaan matahari dari padukuhan Gondang, mbak Giza mengantar mbak Arda dan Ryu untuk kembali ke padukuhan Buluh Rejo tempat tinggal mereka.
Malamnya, kita bertukar cerita sampai menjelang tidur.



Hari ke-3
Kamis, 15 Januari 2015

Sama saja dengan pagi kemarin bangun pagi merupakan hal sulit dilakukan apalagi jika hari hujan. Malas bergerak merasuki tubuhku untuk kembali lagi tidur dan melanjutkan ke alam mimpi. Namun kita tak begitu lama karena hari itu kita membantu masak di dapur. Meskipun kita tidak melakukan banyak hal, tapi kurasa sudah cukup membantu.
Pagi ini, kita isi dengan pergi ke narasumber bapak Jumali. Tak tahunya Ryu sudah ada di depan rumah sebelum kita berangkat ke narasumber. Rumah bapak Jumali dekat dengan telaga Winong sehingga kita mampir dulu memandangi telaga dan tak lupa membeli jajan di toko mbak Sur anak pak dukuh. Hehehehe… setelah memperjelas arah mana yang harus dipilih, kita berempat melanjutkan perjalanan.
Di rumah pak Jumali kita disambut hangat oleh keluarganya. Pak Jumali tidak bisa berjalan dan sekarang dengan bantuan kursi roda beliau yang mempunyai keahlian membuat kerajinan bambu, dapat melakukan pekerjaan ringan di dalam rumah dengan bantuan kursi roda tersebut. Dengan kemampuannya peralatan rumah tangga seperti tampah, bakul nasi, tambir (tempat resepsi nikah) dapat dibuat dengan pemesanan terlebih dahulu. Menurut bapak Jumali untuk mendapakan bambu tidaklah sulit di desa ini. Apalagi warga biasa memesan dengan bambu mereka sendiri. Penjualan kerajinan ini dilakukan di sekitar desa dan kecamatan. Banyak yang menggemari hasil karya bapak Jumali karena bagus dan pengerjaannya halus. Sayangnya, hari ini kita tidak bisa melihat bagailmana bentuk nyata dari kerajinan yang dibuat bapak Jumali karena sedang tidak ada stok di rumah. Pak Jumali juga sempat mengajarkan ilmu yang didapatnya pada tetangga yang ingin bisa membuat kerajinan bambu. Bapak Jumali sendiri baru saja pulang dari Bantul untuk pelatihan di balai rehabilitasi terpadu penyandang difabelitas dan mempunyai ilmu baru untuk memperbaiki barang elektronik yang rusak. Dari rumah pak Jumali, yang banyak menginfokan dimana tempat tinggal orang-orang penting di padukuhan Gondang, kita sepakat untuk mengunjungi pengrajin perak yang letak rumahnya juga sudah diberitahu oleh pak Jumali.
Jam makan siang kita makan di rumah. Setelahnya Ryu meminjam sepeda motor mbak Giza untuk menjemput Immas yang ada di Bulu Rejo agar bisa main di rumah kami. Immas datang dan kami mengajaknya ke telaga Winong. Sempat terperangah kita akan banyaknya anak-anak yang memakai mukena berjalan menuju arah telaga. Dan seketika kita sadar bahwa mereka akan mengaji. Ryu yang mengambil tema mitos dan religi mengajakku untuk masuk dan ikut adik-adik pergi ke rumah di seberang telaga tersebut. Namun sebelumnya karena ada pedagang jajan kita jajan sekalian dan baru masuk. Sebelum jajan habis, Silvi teman dari Desa Jetis datang diantar mbak Giza yang akan rapat panitia. Setelah menyambut Silvi, aku dan Ryu ke rumah yang ditempati untuk mengaji tersebut dan kita seakan baru tersadar jika tadi pak Jumali juga mengatakan bahwa rumah dekat telaga adalah rumah pak Ri yang biasanya digunakan untuk tempat berkumpulnya pemuda padukuhan.
Benar saja dugaan tersebut. Rumah pak Ri tak pernah sepi dari jam 3 sore hingga 10 malam. Dari hari Senin hingga Senin lagi. Kegiatan yang sering dilakukan adalah mengaji yang tanpa pungutan biaya dan dengan metode mengajar satu per satu tiap santri. Santri yang kecil biasanya mengaji dari pukul 3 sore hingga 4 sore dilanjutkan santri dewasa yang mengaji hingga pukul 10 malam. Terdapat 14 pengajar di rumah pak Ri yang kesemuanya adalah orang asli Gondang. Dan yang mengaji tersebar dari 4 padukuhan yakni padukuhan Tileng, padukuhan Wareng, padukuhan Trowono 2, dan padukuhan Gondang sendiri. Pengajian rutin untuk umum dilakukan pada setiap malam Senin dan malam Jumat. Sedangkan untuk anak-anak muda dilakuakn pengaian umum pada malam Rabu. Dengan motto “embuh ngaji nangdi sing penting gelem ngaji” pak Ri sangat ingin memajukan agama islam yang dibawanya dengan sejarah kakeknya untuk memperjuangkan kemerdekaan dengan menyebarkan agama islam.
Pak Ri membangun fasilitas kamar mandi di dekat telaga dan memberi ikan sapu-sapu di dalam telaga. Fungsi dari kamar mandi sendiri agar warga mau mandi di tempat tersebut dan tidak mandi di telaga. Namun nyatanya program itu gagal dan fasilitas tersebut kini tak terawat. Ikan sapu-sapu disebar untuk makan lumut agar telaga tak berubah warna menjadi hijau. Pak Ri juga menceritakan fungsi telaga sebagai air tadah hujan yang besar yang merupakan sumber kehidupan bagi warga. Sehingga bagaimanapun juga susah dilakukan perubahan untuk tidak mandi di telaga. Meskipun maksud pak Ri sendiri juga karena kondisi kontra yang ada dimana anak-anak berangkat mengaji namun di tempat yang banyak mengumbar aurat.
Pernah juga pak Ri membuat usaha marmer dari batu andesit yang hasilnya lumayan besar, namun dari pemerintah tidak ada tindak lanjut sehingga usaha tersebut mandek. Kita juga dapat ilmu tentang bagaimana membedakan antara rumah joglo dan rumah limasan yang mana rumah Joglo memiliki 4 tiang penyangga di tengahnya dengan kayu susun di atas tiang sedangkan rumah Limasan memiliki 12 tiang penyangga.
Banyak hal berguna hari ini yang rasanya tak patut jika kita lewatkan begitu saja. Dan untungnya Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku untuk merasakannya.



Hari ke-4
Jumat, 16 Januari 2015
Hari ini hari pendek katanya. Ya karena sekolah bakal pulang lebih dulu dan instansi bakal tutup lebih awal. Kita sudah sangat siap untuk berangkat ke balai desa Kepek untuk melapor kehadiran kami di desa dan melapor berapa lama kita nantinya tinggal, serta ingin meminjam data monografi.
Aku, Elda, mbak Giza, Ryu, dan mbak Arda berlima berjalan kaki menuju ke balai desa yang memang jaraknya lumayan dekat dengan rumah. Perangkat desa menyambut kami dengan ramah dan kita langsung diarahkan kepada pihak yang terkait. Data monografi diberikan  kepada kita dan beberapa dipaparkan terlebih dahulu. Setelahnya, kita dipinjami data monografi yang kemudian kita foto kopi dan  ternyata kita tidak perlu melapor untuk tinggal karena sudah ada di rumah pak dukuh seperti itu kata petugas desa.Di dalam kantor balai desa tersebut sudah ada perpustakaan mini yang kebanyakan bukunya berkaitan tentang tanaman cara tanamnya. Yang kemungkinan juga merupakan tanaman yang cocok untuk ditanam di daerah dengan tanah kering seperti  desa Kepek. 
Elda diantar mbak Giza menemui narasumber di puskesmas. Dan kita bertiga tidur di rumah hingga kembalinya Elda ke rumah. Aku dan Ryu meminjam sepeda motor mbak Giza untuk digunakan pergi ke desa Monggol tempat Dina dan Hima tinggal. Selain itu kita ada misi lain di sore itu untuk membeli sate. Hehehe
Kita berkunjung ke rumah Hima dan Dina melihat bagaimana keadaan mereka yang ternyata baik-baik saja. Dan memutuskan pergi mencari hiburan lain dengan mengunjungi rumah Hadi yang dekat dengan rumah Dina karena masih di desa Monggol namun hanya beda dusun. Bapak pemilik rumah Hadi baik sekali. Beliau bahkan memetikkan langsung apel di sebelah rumah untuk disuguhkan kepada kita. Oh ya di rumah Hadi juga kebetulan Ilham dan Gusmus datang berkunjung. Dan dengan pikiran positif aku menganggap bahwa kita semua iba pada Hadi karena tidak bisa pergi dan jalan sendiri disebabkan selain karena tidak ada sepeda motor juga karna dia tidak bebas karena kaka tingkat yang selalu mengikutinya. Bahkan dia seperti sepi di tempat yang ramai jika hanya berdua dengan kakak tingkat itu. Ehm … itu hanya curhatan Hadi sih.
Misi hari ini terselesaikan dengan membeli 4 porsi sate di dekat alfamart.



Hari ke – 5
Sabtu, 17 Januari 2015
Aku tak Ingin Pulang, tapi Ingin!
“ Aku sedih melewatkan ruang lain pada waktu yang sama hari ini”
Tak tergambarkan olehku betapa bahagianya mereka
Bertemu teman lama menggiurkan mulut untuk bicara
Entah masih sama atau beda dalam tiap detiknya di awal perjumpaan utuk sekian kalinya
Aku masih tetap dalam posisi hina
Hanya menatap layar yang bahkan sekarang tak dapat aku  ajak bicara
Sekedar omong kosong yang menarik atau apalah terserah
Aku hanya ingin bantuan kalian untuk lepaskan beban
Aku hanya ingin uluran tangan kalian untuk lepas penat
Maaf teman, aku hanya sekadar tegar melewatinya

2 sisi bertolak belakang berkebalikan

Aku mau mengantongi permata indah di hadapanku kini
Aku ingin membawa oleh-oleh mutiara terbaik dari tanah ini
Sesaat bermanfaat menghilangkan penat namun sesat
Hujan mengiringi langkah kepergiaan
Kepulangan yang dirindukan
Kepulangan yang bahkan mungkin hanya bagian dari imipian
Aku ingin pulang….
Tapi tidak!

Sejak pagi tidak ada berita baik menghampiri kecuali sms yang bernadakan “your crush look cool today” seakan di dunia lain aku kiranya dalam bentukan orang lain tersenyum tak tahu mau membalas apa. Ah, gak penting. Tapi jadi penting, ketika aku berusaha melupakan pasti masih saja banyak yang mengingatkan. Ketika aku mencoba untuk tegar, rasa itu hilang begitu saja. Sumpah jadi ingin pulang karena sms itu. Jadi ingin lihat langsung kejadian di sana. Hanya itu. Namun sepertinya doraemonpun tak mau meminjamkan pintu kemana sajanya sesaat kepadaku.
Woyyy!!! Bangun!!! Kembali pada kenyataan dihadapanmu.
Siang hari aku pergi ke Krambil Sawit desa terjauh dengan jalanan tak rata namun dengan keindahan pantai bak surga di dalamnya. Aku menemui Anis di balai padukuhan karena dia yang ada di desa Krambil Sawit dengan Nike dan mbak Hilya. Mereka sedang membagikan raskin pada warga. Dan setelah pekerjaan itu selesai, kita pergi ke pantai Ngeden.
Nadia, Restu, dan Aziz menyusul pergi ke pantai. Pantai Ngeden. Indahnya tak ingin membuatku cepat pulang. Kita menghabiskan sore bersama di sana sampai hujan turun tak diundang.
Kita pulang ke rumah masing-masing dengan kehujanan. Dan aku pulang sendirian dari rumah Ryu. Sebenarnya sih takut tapi bohong :P. Hehehehe… Malam itu diakhiri dengan percakapan singkat antara pak dukuh dan kita bertiga yang sebelumnya memberikan oleh-oleh untuk pak dukuh.



Hari ke – 6
Minggu, 18 Januari 2015

            Tidak ada jadwal pasti ingin melakukan apa hari ini. Sebenarnya mau ikut ke ladang. Namun karena cuaca sedang tidak memungkinkan, ibu dukuh memutuskan untuk jangan ke ladang hari ini, kalau sedang tidak hujan nanti diajak. Kalau hujan ladang becek. Yah…..
            Bersambut pagi
            Matahari malu malu datang menyapaku
            Mimpi indah waktu berjalan mundur
            Hanya buaian di masa lalu
            Sendu sambutku minggu itu
            Aku memberi tahu mbak Giza pagi itu bahwa ban sepeda motornya bocor. Oleh karenanya setelah hujan reda pada siang hari dan etelah kita membersihkan diri kita ke tambal ban di pertigaan dekat SD Trowono 2. Ternyata berat juga mendorong sepeda motor mbak Giza yang hari sebelumnya aku pakai untuk ke pantai dengan jalan yang tak mulus. Kemungkinan besar bannya bocor karena aku pakai kemarin. Heheh.. maaf ya mbak Giza.
            Setelah menyerahkan sepeda motor ke tukang tambal ban kita pergi membeli jajan yang berada di sebelah kanan SD Trowono 2. Sambil menikmati jajanan yang kita beli di situ, kita melihat anyak orang ke rumah depan toko dengan memebawa semacam jarik. 10 menit kemudian beberapa ibu-ibu juga datang ke toko itu dengan membawa jarik juga. Kita sempat mengobrol sedikit dengan mereka namun tak menanyakan kegunaan jark yang mereka bawa. Yang kita tahu ibu-ibu tersebut sedang arisan.
            Sepeda motor sudah tertambal dan bisa digunakan lagi. Dengan dijemput bergantian kita kembali ke rumah. Elda diantar dulu oleh mbak Giza kemudin menyusul aku yang sedikit demi sedikit jalan menuju rumah. Sampai di warung dekat telaga suci, mbak Giza menyuruhku untuk naik. Kita memutuskan untuk ke telaga dulu. Mengingat mbak Gza juga belum pernah ke telaga suci. Setelah naik turun tanjakan yang ada di telaga suci, kita bertolak pulang ke rumah.
           

Hari ke-7
Senin, 19 Januari 2015
Sama seperti hari Minggu, aku hanya di rumah bedanya kalau hari ini malah aku sendiri di rumah. Pagi harinya aku dan mbak Giza pergi ke pasar Trowono dan membeli jajanan pasar. Setelah memberi oleh-oleh dari pasar pada mbak Dita kita bertanya pada mbak Dita tentang ibu-ibu yang bawa gendongan dan kenapa pasar tidak seramai yang kita kira. Ternyata kata mbak Dita itu karena mereka membawa barang ketika arisan dan kembali membawa barang ketika pulang arisan. Jadi fungsi gendongan sendiri untuk menggendong barang.  Sedangkan pada hari itu bukanlah hari pasaran. Karena pasar Trowono pasarannya adalah Kliwon yang jatuh pada hari Rabu di minggu ini.
Ditemani sepi, suara ayam petelur yang tak hentinya menghasilkan telur, dengauan sapi, dan ringikan kambing aku terpaut dan terpaku dalam suara alam nan sunyi selain mereka yang perlu pada waktu itu untuk bersuara. Aku menikmati ditinggal sendiri oleh mbak Giza dan Elda yang pergi ke puskesmas dengan menonton film, dan seakan melupakan data yang harus didapat.
Sekejap saja, tiba-tiba sakit kepala datang merusak segalanya. Aku benci kalau harus berurusan dengan sakit. Dan entah kenapa itu masih saja ada menyerangku bertubi-tubi.
Rasanya ingin begitu saja meletakkan kepala untuk tidur siang, bisa saja. Namun sepertinya kepalaku tak bisa diajak kompromi. Sampai mbak Giza dan Elda kembali dari puskesmas, sakit kepalanya belum juga hilang.
Tiba sesi obrolan dengan Elda dengan aku mencoba tidur dengan menjawab sambil berbaring. Namun nyatanya sama saja tidak ada tidur siang hari ini, yang ada perjumpaan siang. Anis datang bersama dengan mbak Via. Mbak Faza, dan  mbak Inas yang masing-masing dari desa yang berbatasan dengan Desa Kepek.  Jadilah hari itu kita mengobrol dengan banyak orang. Akhirnya kita dikunjungi. Sebenarnya mereka ingin ke telaga namun karena keasyikkan mengobrol jadi lupa tujuan awal. Aku kalau harus sih karena ada Anis bergegas mengantarnya walau sakit masih kurasa. Aku tahu, mungkin apa yang dirasakan Anis apa yang itu kata orang tekanan batin lebih sakit dari apa itu sakit kepala yang kurasakan.
Setelah mengantarnya dan bermaksud menjemput orang yang tersisa untuk ke telaga, ternyata orang-orang yang tersisa mbak Faza dan mbak Inas pulang lebih dulu. Mbak Via tetap tinggal dan mengadakan sesi obrolan denganku. Ahhh benar-benar lupa dengan data. Maaf.
Aku keluar rumah setelah mendengar anak kecil mengobrol dengan Anis. Merekalah Rama si adik tetangga yang kelas 1 SD dengan teman sekelasnya Nisa dan kakaknya Alya yang sekarang kelas 5 SD. Dilihat dari cara bicaranya, Alya adalah anak yang pandai di kelasnya. Benar saja Alya mendapat peringkat 2 di kelasnya yang berkebalikan dengan adiknya yang peringkat 17 di kelasya dari 17 siswa di kelasnya. Meskpun begitu aku masih tetap bangga pada sosok Rama yang menaati apa kata orang tua saat disuruh pulang. Mereka bertiga kurasa memang anak-anak yang taat.
Setelah mbak Giza datang, mbak Via diantar pulang mbak Giza dan Anis yang kembali lagi ke rumah ditemani Nike juga pulang. Dengan berpamitan dengan kita dan ketiga adik-adik tetangga mereka pulang. Hmmm… berharap besok bisa berjumpa. Kurasa ada obat manjur ketika harus bertemu seseorang yang kita sayangi.
Sesi hari ini ditutup dengan dinginnya udara yang di atas rata-rata tidak seperti biasanya, entah karena hujan yang memang juga turun waktu itu atau karena memang karena aku sedang menggigil. Yang penting aku menarik selimut dan menggunakan kaos kaki untuk menghangatkan tubuhku malam itu.
 
                 



Hari ke – 8
Selasa, 20 Januari 2015
            Benar saja pagi itu sepertinya banyak yang sudah mendengar berita. Teman-teman cowok akan melakukan pertandingan sepak bola di lapangan Kepek. Hmmm… yeay kita jumpa, teman J
            Dari pagi kita bertahan di rumah pak dukuh karena kita tahu hari ini tanggal 20 dan ada posyandu di rumah pak dukuh. Yang artinya boleh-boleh saja ikutan cari data dari kesehatan.
            Posyandu dimulai dari pukul 9 sampai selesai. Benar-benar banyak ibu menggendong anaknya. Jika dilihat sacara sekilas, mereka adalah ibu-ibu muda. Kegiatan posyandu dimulai dengan sambutan dari ibu kader yang memberi pengumuman bahwa uang yang terkumpul pada bulan lalu sebesar Rp 14.000,00 yang kemudian tidak bisa dibelikan obat atau semacamnya yang aku kurang paham. Setiap posyandu akan diberikan kardus kosong yang kemudian akan diisi dengan uang suka rela. Berbeda dari padukuhan Bulu Rejo yang memungut Rp 1.000,00 untuk tiap tanggal 20. Begitu kata ibu kader pada para ibu dan otomatis pada kita yang mendengarkan waktu itu.
            Posyandu hari ini dilakukan dengan menimbang berat badan tiap anak. Fungsinya untuk mengetahui si anak kurang gizi atau tidak. Setelah menimbang bayinya, si ibu akan mengambil buku pantauan kesehatan bayi yang sebelumnya dikumpulkan di ibu kader kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sesi konseling bayi hanya terjadi di awal. Kemudian setelah semua selesai, kita ikut mengobrol di tikar yang sudah kita gelar. Elda sesuai temanya menanyakan hal yang perlu pada ibu kader sampai selesai urusan datanya juga. Ibu RT yang juga salah satu ibu kader mengaakan supaya kita main ke rumahnya. Dan kita mengiyakan hal itu.
            Immas datang di tengah obrolan ibu kader dan Elda disusul mbak Arda yang dijemput Ryu tadinya. Mbak Arda sebenarnya juga mencari data yang sama namun nyatanya mbak Arda datang terlambat. Meskipun begitu tidak ada yang sia-sia jika diceritakan. Setelah posyandu bubar, kita berenam tetap berada di atas tikar yang digelar dan sok meramaikan hari. Wkwkkwk… setelahnya mbak Arda dan mbak Giza masuk ke kamar untuk menonton drama. Yang kemudian juga aku ikut di dalamnya setelah makan siang. Hmmm … penyegaran.
            Di tengah asyiknya melihat drama, datanglah mbak Vita dan mbak Selma yang membawa es krim. Kamar serasa penuh. Dan kakak angkatan 2013 mulai muncul jiwa-jiwa suka Koreanya setelah melihat drama. Dan dengan iseng, aku tahu mereka iseng, dan semoga saja iseng, mereka mengotak-atik laptopku mencari sekiranya apa yang bagus di laptop. Tak berapa lama kiranya, mbak Febda, Ina dan Afif tiba juga di rumah. Mereka masuk kamar dan terasa sekali lagi bagaimana penuh sesaknya kamar yang disewakan selama 2 minggu itu. Entah kenapa juga ternyata mbak Tifa dan mbak Laksmi juga ada dalam kamar yang kemudian kamar jadi terasa sempit.
            Oh, ya. Ina baru datang hari ini. Karena seminggu sebelumnya dia harus ke Jombang menunggu neneknya yang sakit. Ada juga Nadia yang baru datang kemarin karena harus mengurus administrasi kuliahnya.
            Setelah Afif dari kamar kecil kita memutuskan ke telaga Winong,sekalian aku juga membeli deterjen untuk mencuci baju. Aku dan Immas jalan ke sana. Afif dan Ina bersama ke telaga dengan arah yang aku tunjukkan naik sepeda motor. Elda dan Ryu entah kemana tak pamit keluar dari rumah duluan sebelum kita ke telaga.
            Setelah dari warung mbak Sur, membeli barang yang dibutuhkan kita ke pondok dekat telaga. Banyak hal yang kita bicarakan di sana. Sampai Elda dan Ryu juga datang. Dan Afif dan Ina memutuskan untuk kembali. Karena akan menonton sepak bola. Oh yaa… sepak bola.  Pulangnya dari telaga ada Anis yang sendiri bawa sepeda motor kemudian dengan sigap Ryu naik dan langsung ke lapangan tujuan. Setelahnya orang-orang yang menginjakkan kaki di rumah sementara kita, satu per satu yang pergi ke lapangan. Dan tinggallah aku, Elda, dan Immas. Kita menunggu jemputan sambil mengobrol. Elda penasaran sekali dengan bahasa daerah yang kita pakai. Oleh karenanya, Elda menginginkan kita bicara dengan bahasa Jawa dan Elda mencoba untuk menebak artinya. Hmm… mungkin kebanyakan Elda tidak mengerti akan apa detil yang kita bicarakan namun kalau percakapan umumnya kurasa Elda mengerti.    
            Ina dan mbak Giza datang menjemput. Aku dibonceng Ina. Immas dan Elda dibonceng mbak Giza bertiga. Sampai juga di lapangan. Rasanya senang sekali bertemu teman yang rasanya sudah bertahun-tahun lamanya tak jumpa. Ini hanya rasanya, padahal masih seminggu. Jadi intinya di lapangan itu bukan tempat untuk melihat pertandingan tapi sesi curhat akbar. Ehm… tak apalah yang terpenting kita masih dipertemukan, meskipun kita menikmati setiap pertemuan itu berbeda.
            Semua dari kita tak ingin segera pulang. Itu saja yang kulihat dari sorot mata. Penghantar indah mimpi di lautan kapuk.



Hari ke -9
Rabu, 21 Januari 2015
            Hari ini adalah Rabu Kliwon yang mana berarti kita dapat menikmati pasar pagi yang ramai. Kita bertiga sudah memutuskan untuk pergi ke pasar sebelum-sebelumnya. Karena butuh untuk membelikan bapak dukuh dan keluarganya yang telah menerima kami. Oleh karenanya kita bangun pagi dan setelah meminta izin ke ibu dukuh pergi ke pasar. Ibu berpesan jika mbak Dita telah berangkat terlebih dahulu dan hati-hati karena pasar sedang ramai. Setelah mengendarai sepeda motor selama 10 menit kita sampai di pasar. Setelahnya, mbak Giza menjemput Immas dan mbak Arda di Buluh Rejo. Dan setelah kita berkumpul, kita mengitari pasar. 15 menit keudian Ina dan mbak Febda yang dari desa Jetis datang. Dan aksi pun dimulai. Aku membeli beberapa jajanan pasar bersama Elda dan Immas sebelum mbak Febda dan Ina datang kemudian setelah semua berkumpul kita kembali masuk dalam keramaina pasar yang kebetulan tidak basah karena hari ini tidak hujan. Sembako telah terbeli. Ramai-ramai kita mencari hal yang aneh dan tidak ada di pasar yang selama ini kita temui. Aku dan Immas tertuju pada ibu penjual tiwul nasi yang terbuat dari gaplek dan nasi jagung. Immas membeli masing-masing Rp 2.000, 00 yang kita tak tahu bahwa seharga itu sudah sangat banyak yang kita dapat. Dan atas ketidak tahuan lagi, ternyata teman-teman yang lain duduk di warung yang ramai dimana menjual gorengan, teh hangat, dan makanan yang mengenyangkan. Wah, pasar Kliwon Trowono menyenangkan.
            Pulang dari pasar terjadi obrolan ringan tentang pembuatan pupuk organik, yang kebetulan bapak sendiri saat itu membawa buku panduan pembuatan pupuk organik. Bapak membuka halaman demi halaman buku panduan yang beliau dapat beberapa tahun yang lalu ketika mendapat penyuluhan. Dan aku memberi pertanyaan yang berkaitan dengan tema yang kuangkat untuk aku jadikan artikel nantinya itu.  
            Yang diperlukan Aku sudah bersih-bersih diri bergegas pergi ke Ngloro. Aku mengunjungi Ghina hari ini. Di rumah tidak ada orang karena Elda ke puskesma dan mbak Giza pergi rapat kepanitiaan TPL di kecamatan. Mbak Giza mengantarku sampai perempatan Ngloro yang ternyata teman-teman Ngloro membeli beberapa makanan di daerah perempatan tersebut. Ah, aku juga membawakan mereka jajanan pasar. Aku tidak ke rumah Ghina karena ia sendiri main ke rumah Kania dan Cici yang memang jaraknya lumayan dekat. Semua teman-teman Ngloro sendiri selalu bersama menghabiskan waktu dan mencari data hingga menjelang malam. Hujan datang sehingga aku tidak bisa menikmati indahnya Ngloro, namun saat ada kesempatan aku berjalan-jalan sebentar di sekitar Ngloro bersama Ghina. Setelah merasa cukup bermain di Ngloro, aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada mbak Giza untuk menjemputku. Mbak Giza membalas pesanku menulis bahwa yang menjemput Ryu.
           Tak tahunya hari ini aku masih banyak bertanya-tanya tentang sikap Ryu yang marah dalam diam. Ah, mungkin besok sudah baikan.  
            Malam harinya, mbak Dita telah memberi tahu sebelumnya jika tidak aka nada makan malam. Oleh karenanya, kita memasak mie instan sendiri. Aku sebenarnya tak mau makan mi, namun karena kebanyakan aku dengan terpaksa memakannya.



Hari ke – 10
Kamis, 22 Januari 2015
            Sudah 3 hari aku sakit perut, alasanku tak memakan mi juga karena takut menambah rasa sakit pencernaanku. Dari pagi aku sudah melakukan aktivitas, kemudian pada pukul 09.00 WIB aku diantar mbak Giza ke puskesmas.
           Orang-orang di puskesmas menyambut dengan ramah setiap pasien yang datang termasuk aku saat itu. Setelah mendaftar, aku dan mbak Giza duduk di bangku untuk menunggu giliran masuk. Setelah dipanggil, diagnose dokter adalah aku sakit maag. Dan dengan saran dokter aku mengambil resep dan membayarnya. Untung saja biayanya tak semahal yang dibayangkan. Karena saat ini uang yang kumiliki sudah sangat menipis.
            Hari ini sebenarnya aku memang ingin istirahat, dan tak tahunya ada tamu mbak Febda, mbak Via dan ina yang akan susur pantai ke Kanigoro. Mbak Giza ikut ke pantai, dan menjemput mbak Arda di Bulu Rejo yang juga ikut susur pantai. Sebelum berangkat ke Kanigoro, mbak Giza mengantar Ryu ke rumah.
            Saat itu aku dan Elda sedang makan siang ketika Ryu datang dan seketika suasana menjadi aneh karena sepertinya Ryu masih ngambek tentang kemarin saat menjemputku. Untung saja tak lama kta berperilaku aneh satu sama lain. Dengan proses akhirnya Ryu mau cerita bahwa alasan dia marah karena menungguku setengah jam dengan kehujanan. Aku menjelaskan pada Ryu bahwa tak ada panggilan masuk karena tak ada sinyal saat itu.
            Sampai pukul setengah 9 malam, Ryu masih di rumah karena hujan yang tidak memungkinkan untuk langsung kembali ke Bulu Rejo. Setelah melaksanakan sholat Isya Ryu pulang dengan jas hujan tanpa diantar mbak Giza karena ia mengendarai sepeda motor mbak Giza sendiri, yang mana besok akan aku pakai ke SMKN 1 Saptosari mencari data bersama Immas.




Hari ke – 11
Jumat, 23 Januari 2015
            Pagi ini malas merutukiku. Pagi ini sinyal sulit untuk dikasihi. Pagi ini banyak syarat harus ditepati. Pagi ini hanya pagi ini.
            Aku memberi pesan singkat pada Immas untuk mengendarai motor dari Bulu Rejo ke SMKN 1 Saptosari. Ternyata pesan tidak segampang itu masuk. Akhirnya aku tak jadi pergi ke SMKN 1 Saptosari mencari data pagi ini.
            Supervisior kabar-kabar yang nyata datang hari ini. Kita dikumpulkan di rumah bu dukuh Bulu Rejo bersama teman-teman desa Jetis. Supervisior memiliki waktu yang terbatas. Sehingga kita dikumpulkan dalam satu rumah tidak dikunjungi per rumah. Seharian sebelum ada supervisior datang rasanya lama dan bosan. Pasalnya, kita tidak melakukan apa-apa di rumah bu dukuh Bulu Rejo melakukan percakapan singkat, tertawa, kemudian kembali menatap layar telepon genggam masing-masing.
            Kendala untuk supervisor hanya tidak tahu rumah bu dukuh Bulu Rejo dan dimana harus memarkir mobilnya mungkin hal itu yang buat lama. Yang kebetulan menjadi supervisor adalah mas Agung yang memberi kita beberapa ilmu dan informasi yang tepat untuk penelitian kita yang kurang beberapa hari di Saptosari. Sharing materi dan data yang didapat juga dilakukan dengan supervisor hanya saja aku hanya diam memperhatikan.
            Selesai supervisor pulang, aku dan Elda pulang dengan jalan kaki. Udara siang itu untungnya bersahabat bagi kita, hingga sampai rumah setelah makan siang kita tidur siang.
            Malam harinya kita membantu mbak Dita untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk rapat bapak-bapak membahas hutan desa. Sampai pukul setengah 12 malam rapat selesai. Setelah itu kita ikut membereskan tikar yang tadinya digelar dan tidur dengan pulasnya.



Hari ke- 12
Sabtu, 24 Januari 2015
            Pagi ini hujan lagi, menanggapi kita yang akan pulang takkan sepagi ini
            Awan mulai sedikit menunjukkan riwayat terang
            Awan mulai berjalan seiring siang
            Matahari menyapa hari ini dengan tergesa
            Perbedaan sinyal dalam waktu untuk kita dapat
            Beberapa saja angin membawaku berlari
            Beberapa saja ternyata hanya ilusi
            Setelahnya aku bangkit dan berdiri
            Entah kenapa aku tak tahu apa yang harus dilakukan hari ini
            Jangan salah dengan puisi yang kusajikan di atas. Tapi memang hanya awalnya saja aku ada aktivitas. Pagi ini aku dan Immas ke SMKN 1 Saptosari menggantikan hari kemarin yang gak jadi karena Immas telat buat bales sms. Di SMK aku menjadi banyak tahu tentang TPHP (teknologi pengolahan hasil pertanian) jurusan yang baru saja dibuka namun sudah banyak saja prestasinya. Sebenarnya berbeda dari tujuanku sebelumnya yang kukira di SMK bakal diajarkan tentang pertaniannya. Aku salah kaprah. Ternyata di SMK mengajarkan teknik pembuatan produk setelah panen. Bukan materi bagaimana pengolahan pertanian yang baik dan benar seperti yang aku harapkan. Tapi setidaknya dengan berkunjung di SMK aku mengerti bahwa siswa-siswi yang baru tahun pertama di bangku SMK dan tahun pertama jurusannya ada, mampu mengelola kreativitasnya dengan baik sehingga mampu menjuarai bebrapa kejuaraan. Namun karena baru saja jurusan ini dibuka, tentu saja tempat praktik belum begitu memadai. Semoga saja seiring berjalannya waktu ada bantuan pemerintah yang mengalir untuk jurusan yang menyokong hasil pasca panen masyarakat ini. Aminnn ..
            Setelah masuk sore hari setelah aku membersihkan diri, aku pergi ke dapur melihat mbak Giza yang sedang menggoreng pisang. Ternyata hari ini akan ada rapat musdus (musyawarah dusun). Kita mempersiapkan makanan dan minuman lagi hari ini.
            Selepas shalat isya’ masyarakat berdatangan ke rumah. Satu per satu memenuhi rumah depan yang dikhususkan untuk pertemuan. Kita menyalami masyarakat terlebih dulu kemudian melanjutkan membuat hidangan. Setelah selesai kita ikut bergabung dengan ibu-ibu yang duduk rapi di belakang bapak-bapknya. Karang taruna dusun Gondang juga datang untuk mendiskusikan rencana apa yang akan dilakukan pada tahun 2016. Keseluruhan rapat musdud hari ini membahas dana bantuan pemerintah sebesar 10 juta per dusun di desa Kepek untuk rencana pembangunan jangka pendek. Sebelumnya juga dilakukan musdus di padukuhan Bulu Rejo. Rapat hari ini diakhiri dengan suara petir yang mau tidak mau membuat para tamu yang hadir untuk segera pulang. Hasil akhir rapat adalah pembangunan selokan di daerah sekitar padukuhan Gondang dn renovasi balai dukuh.




Hari ke – 13
Minggu, 25 Januari 2015
Ada apa dengan hujan?
Hujan masih berjatuhankah?
Hujan perlu sapaan mataharikah?
Hujan tak berpelukan dengan pelangi pagi ini?
Ah, sama seperti pagi-pagi yang lain di Saptosari
Namun hujan ….
Aku merayu kau bawa rintikmu membagi duka suka
Pada setiap insan bercitra
Oh ya….
Hujan bangunkan temanku yang di sana
Dengan begitu hujan …. mereka akan tahu aku bawa berita
Namun hujan…. Sekali lagi hujan…
Jangan kau usik temanku yang di sana yang tertidur pulas dalam liangnya
Ah hujan…. Aku terlalu banyak meminta
Abaikan saja pintaku yang tak berguna

            Setelah hujan mengguyur pagi ini, aku pergi ke ladang. Tak jauh tentunya dari rumah hanya saja jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. Jalanan becek lagi di ladang. Ibu dan bapak dukuh mengkhawatirkanku dan mbak Giza yang tak terbiasa dengan tanah becek di ladang. Bapak juga memberi tahu beginilah tugas petani, mencangkul di sawah. Ya, sama dengan petani lain bapak dukuh juga menjadikan tanah miliknya sebagai ladang yang cara menanamnya dengan tumpang sari. Ada jagung, ketela pohon, bekas tanaman bawang merah yang gagal produksi, dan yang juga menarik adalah tanaman timun yang besarnya lebih dari besar timun yang biasa aku temui. Ibu menyuruh kita untuk mengambil timun yang sudah besar untuk di lotis di rumah. Kita mendapatkan 3 timun untuk dibawa pulang. Dan kata ibu juga, bahwa timun yang ditanam di situ jika berbuah siapa saja bisa mengambilnya. Dengan sandal yang belepotan dengan tanah basah kita pamit duluan pada bapak dan ibu dukuh untuk pulang.
            Namun kita tak pulang terlebih dahulu. Kita memutuskan untuk pergi ke rumah pak dukuh Kepek, dimana mas Wawan dan mas Rian tinggal. Tujuan kami adalah memastikan bahwa nanti kita jadi ke rumah pak lurah Kepek. Dan tentunya ikut untuk mencuci kaki yang belepotan tanah. Kebetulan bahwa di depan rumah pak dukuh Kepek tersebut ada semacam bak penampungan air sehingga kita menggunakannya untuk mencuci kaki pada saat itu juga. Setelah mengobrol kanan kiri, kita diajak ke dapur oleh bu dukuh Kepek yang ternyata mempunyai usaha kecil-kecilan pembuatan pangsit. Dan akhirnya, untuk beberapa saat lamanya kita terpaku dengan tangan-tangan lentik dua ibu yang mengolah bahan makanan. Sebelum pangsit selesai dimasak, kita berpamitan untuk pulang ke rumah. Ibu dukuh Kepek sebenarnya menyayangkan kalau kita tidak melihat proses pembuatan sampai selesai. Tapi apa daya kita memang harus cepat pulang. Padahal di rumah mungkin juga gabut. Hmmm….
            Menjelang sore, kita ikut ke telaga. Sebenarnya aku ingin ikut mandi sore di situ. Tapi aku sudah andi duluan di rumah. Dlam perjalanan menuju telaga adik-adik tetangga mengikuti kami. Eh tahu-tahunya mereka meminta tanda tangan kami. Dan setelah itu mau mengantarkan kita jalan-jalan berkeliling telaga. Wah menarik,,, kenapa tak pada sore-sore kemarin saat-saat kita masih banyak waktu sebelum pulang ya mereka mau menemani kita? Wahhh sedikit menyesal tak melakukannya di waktu dulu. Kita juga sempat bertukar nomor telepon seluler dengan adik-adik padukuhan Gondang.
 Malamnya, kita berdelapan dengan berboncengan sepeda mtor pergi bertamu sekaligus pamit pada pak kades. Terlihat dari wajahnya yang berseri pak kades adalah orang yang pintar. Pantas saja pak kades juga sudah lulusan s2. Pengetahuan tentang apapun pak kades tahu, aku jadi kagum pada beliau. Termanggut-manggut hingga lupa untuk menanyakan sesuatu. Pembicaraan kita di rumah pak kades tentu tentang seputar desa Kepek. Dari mulai pendidikan sampai kesehatan, pariwisata, ekonomi, dan mata pencaharian. Demi kenyamanan pak kades dan keluarga kami tidak terlalu malam untuk kembali lagi ke rumah sementara kita.



Hari ke – 14



Hari ke-14
Selasa, 26 Januari 2015
Ya Tuhan sudah pulang saja…..
Padahal aku belum sempat bertemu senja
Kalau memang dipertemukan
Pertemukan dalam keadaan utuh seperti biasa Tuhan
Berharap bertemu senja di sana tanpa beban


Pukul 8 aku, Elda, dan mbak Giza meninggalkan rumah 2 minggu kita. Setelah diantar sampai kantor kecamatan, sepertinya cerita ini pun menjadi akhiran. Sudah tak ada cerita hanya perjalanan, dan yang kemarin-kemarin bisa saja kenangan, yang jika indah bahkan tak terlupakan. Hanya aku penasaran “Neverland” apakah suatu tempat seperti “Saptosari” disentuh penuh imajinasi?   

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��