Homo Mojokertoensis Part II

Pulang lagi, balik, pulang lagi, balik. Seakan menjadi rutinitas yang tak ada jemunya, malah terkadang menyenangkan. Apa sebabnya? Kurasa karena terciptanya kenangan. Semester empat telah terlewati meski dengan berat hati dan belum anyak mengabdi untuk negeri. Yah, setidaknya aku pulang membawa cerita dan berita bagaimana aku berlaku baik di tanah orang bahwasannya, dan kembali ke pelukan tanah Majapahit dengan selamat disambut banyak senyum hangat.
Tentang Mall:
Mojokerto sangat banyak berbenah. Seperti yang kuceritakan sebelumnya, untuk berdirinya mall di kota kecil yang belum banyak polusinya, Mojokerto telah memilikinya. Lalu, rutinitas seperti apakah yang terjadi di dalamnya? Kepulanganku dan meninjau kembali isi dari Mojokerto beserta perilaku masyarakatnya agaknya dianggap orang lain yang membaca ini biasa saja atau bahkan aneh. Tentu, hal ini sesuai dengan bagaimana sebuah fenomena diargumentasi oleh masing-masing pribadi. Mall sudah selayaknya menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli, namun yang membuat unik di Mojokerto bahkan sampai dibuat ‘meme’ tentang akan bangkrutnya mall ialah sebab warga yang hanya ber’selfie’ ria di dalam mall. Kupikir ada benarnya juga, mungkin masyarakat Mojokerto kurang piknik dan hiburan (ah termasuk saya kekeke) sehingga mereka berbondong ke mall untuk selfie. Selain itu, sepertinya bagi masyarakat Mojokerto mall merupakan arena rekreasi. Ada kenampakan yang sedikit tak enak dipandang mata ketika telah disediakan tempat untuk makan di mall (semacam foodcourt) nun anehnya mereka pada berbondong membawa bekal untuk dimakan di dalam mall.
 Alun-alun:
Seperti tahun lalu yang tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan pernak-pernik yang banyak di alun-alun Mojokerto, rasanya tahun ini pun sama. Pembenahan di sana-sini menjadikan alun-alun Mojokerto bertambah apik dan rapi tapi belum juga bersih karena kurangnya masyarakat akan kesadaran diri dan dini. Ah ya, alun-alun sendiri di Mojokerto tak ada dua, hanya satu tanpa kutahu sebab yang pasti bagaimana, mengapa, siapa dan pertanyaan lain atas ide/konsep yang tertuang dalam desain alun-alun kabupaten/kota ini. Kalau kita cermat pada banyak gambar yang terpampang di sekitar alun-alun di sana-sini atau bahkan beberapa miniatur yang terlihat teratur diletakkan di sudut-sudut tempat berselfie, banyak ditemukan gambar dan miniatur yang terpampang merupakan milik kabupaten Mojokerto berupa gambar dan keterangan hingga miniatur candinya. Milik di sini berarti dalam standar wilayahnya, candi tersebut yang dipajang di alun-alun sebenarnya duplikat dari candi yang berada di daerah Trowulan. Kemudian kalau saja kita sadar sedari menginjakkan kaki di alun-alun, maka harusnya kit berada di Kota Mojokerto. Tak hanya alun-alun sebenarnya, sebab kantor bupati dan DPRD Kabupaten Mojokerto pun masih berada di wilayah lingkungan kota, yang membuat orang bersikap biasa saja, sama dengan yang saya lakukan saat tak berpikir jauh ke depannya. Oleh karena itu, kusebutlah alun-alun Mojokerto tanpa embel-embel kepemilikan yang sah antara kabupaten dan kota.
Kurang hiburan dan piknik:
Masalah yang melanda sebagian besar warga Mojokerto menjadi mengkhawatirkan. Tindakan ekstrem yang tidak sesuai tempat masih sering dilakukan warga contoh kecilnya ya, ke mall untuk piknik. Hmm sampai tak habis pikir aku sebelumnya. Ya, memang ada sebagian lagi yang belanja namun kukira tak seberapa. Minat untuk membelikan barang warga masih di bawah standar, sebab warga masih mementingkan unsur kebahagiaan yang utama ialah kumpul bersama keluarga. Oleh karena itu, tempat-tempat khusus untuk piknik dan tempat hiburan keluarga harusnya dapat dibangun, yang tentu pertimbangannya ialah unsur manfaat dari tempat-tempat tersebut. Tak hanya itu, kesadaran akan manfaat suatu tempat rekreasi ada baiknya dijadikan pertimbangan oleh suatu keluarga yang ingin melakukan piknik atau liburan. Sebuah concert hall yang apik dan diisi oleh talent berbakat tiap minggunya akan jadi hiburan menarik dan baru bagi Mojokerto. Atau sekadar menggunakan tempat yang telah tersedia seperti di DKM/DKKM untuk diisi acara mingguan yang menuangkan ide kreatif putra asli Mojokerto dalam bidang seni. Sebab selama tinggal, aku merasa acara semacam festival, kesenian, ataupun pertandingan jarang dilakukan atau dilakukan namun kurang publikasinya.
 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��