Ikan
Saban pagi,
Karya 150 bakal
menemani pak sayur dengan berbagai macam bentuk sayur, ikan (benar-benar ikan),
bahkan susu sapi segar. derum motor setengah mobil bakal selalu terdengar dan
otomatis memanggil setiap ibu-ibu dan bapak-bapak yang butuh belanja. Mulai
pukul setengah 5 pagi hingga menjelang pukul 7 pagi, pasti di situ akan ramai
dengan cicicuiwit tetangga dari 40 rumah ke depan, belakang, dan ke samping. Sesekali
atau dua kali bahkan berkali-kali candaan si penjual sayur ikut larut dalam balutan
pagi mereka yang merasakan pagi bersama pak sayur dan dagangannya.
Oh, ya. Kemarin pagi, papa memungut ikan-ikan kecil dari kali
depan rumah. Ah, meski cuma wader, tapi lumayan. Jumlahnya sekitar 7, ya meski
gak dijadiin lalapan akhirnya sama mama. Padahal aku mah, udah berharap gitu
makan wader. Duh! Emmm lagi-lagi sebenernya papa gak perlu membuang tenaganya
dengan banyak atau memancing atau menjaring ikan di kali. Karena, kebetulan
ikan itu benar-benar dipungut dari genangan air di kali yang sedang tak
teraliri, dan akhirnya ikan dimasukkan tempat minum kaca yang agak tinggian. Apik
memang. Tapi pandangan si kucing rumah, cancan gak pernah lepas dari mereka. Dan
entah kenapa juga, si ikan ini berani-beraninya malah munul di permukaan.
Pagi ini, sekitar pukul 6 aku menggoyangkan sapu lidiku bermaksud
membersihkan halaman rumah. Sampai setengah perjalanan dalam menyapu, kulihat
masih baik-baik saja keadaan ibu-ibu yang lagi belanja di pak sayur dekat rumah
budheku yang tak jauh dari rumahku dan hanya perlu ditempuh dengan berjalan
untuk mencapainya. Tak lama, orang-orang dari mulai ibu-ibu berdaster hingga
yang telah berdandan cantik khusus untuk membeli sayur, sekaligus bapak-bapak
yang sedang main sama anaknya (kayak seksi papa gitu/plak) tergantikan
perhatiannya oleh ikan yang tiba-tiba muncul di kali dekat rumah budhe. Hanya butuh
satu menit terperangah, mereka kemudian melihat
sisi lain kali yang ada di depan rumahku. Wiwiw. Ada lele dan thunthung
(sejenis ikan lele). Lantas ada ibu-ibu gesit yang meluncur ke sungai tanpa air
itu. Bayangin aja, andai kali penuh air si ibu tak akan senekad itu. Kejadian pertama
berhasil membuatnya mendapatkan satu ikan. Setelahnya ia langsung naik. Tak disangka,
masih ada ibu-ibu yang dengan jeli matanya melihat ada satu ikan lagi di sisi
kali yang sama. Dan yaps! Ibu yang sama tadi langsung cekatan untuk turun. Bak cat
woman, si ibu menangkap ikan-ikan tanpa tuan itu. Ingin hati menjepret
kejadian itu, sayang yang dipake motret lagi sekarat waktu itu.
Sampai situ saja kejadiannya. Sampai pak sayur juga telah selesai
menghitung jumlah harga sayur yang dibeli oleh pelanggannya. Saat itu, aku
telah selesai menyapu dan menyusul orang-orang yang di sana untuk melihat apa
saja yang dibawa pak sayur. Ternyata, pak sayur membawa ikan juga yang masih
segar. Aku dengan izin mama, diperbolehkan untuk membeli ikan tersebut
digunakan sebagai lauk berbuka nanti, dan katanya hitung-hitung ditabung besok
pak sayur tak jualan. Okay. Iakn sudah kubawa. Masih ada beberapa orang pada
saat aku mengambil ikan, dan dengan tetiba kulontarkan pada orang-orang yang masih
tersisa. “ Kalau saja ikan ini (kutunjuk bungkusan ikanku) dilepas di kali
sekarang, apakah seseorang akan terjun mengambilnya?”. Lantas orang-orang yang
tersisa tadi tertawa mendengar celotehku.
“ Aneh atau tidaknya seseorang menurutku, tergantung dari
bagaimana suatu komunitas tersebut berhadapan pada kondisi, waktu, dan
toleransi. Kesamaan dalam berimajinasi pada keterikatan kondisi, waktu, dan
toleransi tersebut biasanya yang dapat membuat orang tak tampak aneh di hadapan
orang lain dalam satu komunitasnya. Diterimanya seseorang pada suatu komunitas
menurutku, ialah apabila pada hakikatnya terbentuk citra atas imajinasi yang
sama tersebut, sehingga seseorang mampu tetap eksis dalam komuitas yang mana
berhubungan dengan sikap aneh atau tidaknya”
Saling berbagi ilmuMENGOBATI BINTIK IKAN
ReplyDelete