Terakhir, Sebelum Februari Terjadi

Minggu lalu cukup pelik. Banyak hal teralami dengan "capek" dan "hadeuhh, gak kuat menjalani hari dengan fisik yang begini". Tapi ada 1 momen di hari Rabu minggu lalu yang buatku menguuras emosi, tapi patut disyukuri. Cuti dan aku masih bisa melakukan deadlineku yang lain. Selain itu, Rabu itu hehe tentu saja dengan mengharu-biru karena aku tak 100% rehat, tak 100% bahagia karena minus 50% sisanya ditemani Sabrina (oops apa aku yang menemani, ya?) buat keliling Surabaya di tengah rintik hujan sambil mengenang yang sudah-sudah dan akan dihadapi di tanggal 29. 

Pemeran utama hari Rabu itu memang bukan aku, aku paham dan aku tidak memberontak. Sedang aku memang tak lagi ingin dan berhasrat menjadi yang utama. Aku sedang berdiri di antara rasa cukup berkesudahan. Semuanya memang tampak tak baik-baik saja dengan ilham bahwa beginilah hidup harus dinikmati, akhirnya aku menyelesaikan satu demi satu ragu dan memerangi kelam yang menjadikannya terang. 

Tapi tanggal 29 toh sudah terlewati. Bahkan besok sudah Februari. Kuintip sepintas lalu bulan depan hanya sampai tanggal 28. Hari ini terlewati sebagai tambahan hari yang tak akan ditemui di Februari. Seperti itu, kemungkinan akan banyak hal baik yang akan kutemui di bulan kelahiranku. Ditemani alam yang sedang tumbuh jadi kurang baik padahal harusnya mereda, kuucap selamat datang bulan kelahiran. Penuh kasih sayang, peluk hangat dariku yang belum produktif seutuhnya sampai dengan menyambut hadirmu hari ini. 

------------------

Aku cuma mendengarkan dentingan piano tanpa lirik apapun yang masuk ke telingaku. Iya! Tak mungkin ada yang mengendap karena aku sedang menutup rapat lantunan kata-kata lewat nada memasuki ruang hampa yang sengaja kubuat. Peluruku habis, namun tetap biarkan aku yang memberikan pesan terakhir dan mengucapkan "dengan senang hati". Kalau sampai sini saja kamu tak mmengerti maksudku, boleh kiranya menghubungiku secara langsung. Serapahilah serapah yang ada di atas kepalaku, terngiang tergerus, dan kambuh. 

------------------
Tertanda aku yang tak jadi ke Jogja, karena ada yang harus kujaga
- sedang mengurung rapat kecewa agar tidak keluar dari kandang. Kalau bisa,  biarkan Tuhan menjerat kecewa di tahanan terdingin yang tak pernah butuh aku membuka dan menjenguknya.  

Rasanya seperti bertengkar tapi aku yang banyak menyesal. Aku sedang tidak merayakan cemburu, tapi angin kencang dan dingin sedang bertiup di atas kepala dan menyapa ubun-ubun. Tahu kan rasanya? 

Sementara di sisi lain, aku menangisi kosongnya jiwa itu selama beberapa saat  sebelum (ya tentu) mengenal dan menemaniku. Aku yang patah hati, tahu ia menyalahi dan terbodohi. Semoga mencoba menjadi kami dalam waktu saat ini bisa mengobati rasa yang tak pernah tinggal dengan baik di lubuk hati masing-masing. 

 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��