Tuhan Menegurku dengan Fakta: Selamat Ulang Tahun, Sab!

Mekarlah abadi di taman- taman hati : lirik Sal - Jelita


Hai Sab! Sudah lama kutak sapa lewat kata-kata. Tentangmu, tentang yang bisa kau bagi cerita, tentang kenang pisah rasa yang meresahkan. Aku sedang mendengarkan Nadin Amizah - dan, selesai. Tersirat maknanya bukan? Jelas bukan tentang kita, tapi menyertai kita. Kamu masih sama? Kuharap jangan :) 

Sebentar! Rasanya aku salah taruh plot di sini. Harusnya tadi kubahas dulu ketololanku dan Ilham padamu. Ups! Gak, Ilham gak ikut-ikut. Dia penyelamat, sebab cuma aku yang gak ingat. Kemarin kubilang ke Ilham buat "yuk kadoin, Sab". Lalu si Adikmu itu bilang "bukane Mba Sab ultah kemarin ya?". 

Di otakku cuma ada angka 2 sekian di bulan September buatmu, yang kupikir itu 22. Ternyata 20, ya. Kadonya... menyusul ya, bolehkan? Aku dan Ilham sedang buntu, sedang yang brilian buat urusan kado begini ya kamu. Apa pilih kadomu sendiri bisa jadi jawaban kegelisahanku dan Ilham yang sama-sama gak ada progresnya? Tapi bukan lagi-lagi salah Ilham karena yang harusnya order juga aku. Jadi seperti namamu Sab(a)r ya, Sab! - meski kuyakin kamu yang paling ikhlas kalau gak diingatpun hahaha. 

Alurnya maju-mundur ya. Minta tolong dikondisikan dengan baik hati, pikiran, dan air matanya. Aku sedang benar-betul lama tak jumpa lewat kata-kata dan mampir ke sini untuk seseorang. 

Hari-hariku jadi ramai, perlu praktikkan teori Darwin supaya bisa bertahan hidup sampai sekarang. Kata orang lain, semuanya baik-baik saja sekarang, tapi yang baik-baik saja itu tanda keanehannya: bukan seperti biasa. Iya, bukan? Kamu setuju tidak? 

Tiap pergi menjauhimu, ucapan terima kasih adalah wasiat yang selalu kuingat. Diingat sebagai syukur, kamu telah menggenapkan hari walau setengahnya, walau seperempatnya, atau bahkan hanya 5 menit berpapasan saja. 

Kamu nunggu doa dariku tidak? Atau kamu terkejut tidak aku berkata-kata (lagi) tanpa mengata-ngatai? Tapi toh, aku tidak akan dan ingin mengataimu, karena kamu sosok yang juga butuh dihargai, diberi hal-hal baik seperti yang ibumu harapkan untuk lahirnya kamu, 2 hari lalu beberapa tahun silam. 

Aku butuh menangis buat nulis. Aku butuh menulis dengan menangis. Kamu tahu itu, Sab? Dan sekarang terjadi, Nadin sedang mendendangkan Seperti Sebuah Tarian yang Tak Kunjung Selesai, aku sedang meneruskan tangisannya dalam kata. Menangis bukan hal yang menyeramkan, bahkan bagiku yang berlalu-lalang terus di jalanan terik Surabaya, itu buatku jadi lega. Dan kamu, Sab. Tidak menahan-nahan untuk juga menangis, kan? 

Kya-kya menanti, tabebuya mekarnya telah berhenti. Sab, sudah menghafal nama-nama pipa dan material lain buat nambah khasanah perproyekan sipil? Tenang, aku tak akan menagih kita selanjutnya harus kemana? Atau bahkan kita kapan kemana? Kutahu, rungsingnya kita belum sampai tujuan menemukan. Sampai sini Sab, jangan tergesa, akupun mengusahakannya. 

Sebelum memang ada waktu sendiri buatku menuntaskan, mari memupuk cerita-cerita kita dulu supaya bersemi, supaya mekar seperti tabebuya. Aku siapkan telinga buatmu, buat cerita yang kau punya. Begitu ya, masih selalu. 

Rezeki memang sudah diatur, tapi berharap kamu diberi rezeki yang berkah tetap boleh, kan? Buatmu juga, sehat-sehat ya lahir dan batin. Terima kasih sudah baca, sambil refleksi diri juga. Nanti kita cerita-cerita lagi. Gak harus hari ini. Sudah lebih dari jam 9, Shantica harus tidur 😅 

Nb:

- Probolinggo masih tetap gak ada habisnya dibahas bahkan dari daun jati meranggas sampai meranggas lagi, ya.
-  Selamat ulang tahun, Sab! Semoga penuh perasaan-perasaan baik ya. Xoxo. 


Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��