17 : Kekuatan Apa yang Bisa Dipilih? Sedang Aku Ini Tidak Memiliki Pilihan Itu

Hai, sudah sebebas apa kamu jadi kamu yang layak? 

Apa karena ini Agustus jadi kamu tidak berniat memberi semangat terus selepasnya? 

170822

Hujan dan aku yang kambuhan 

- jelas kutak bisa tidur karena hujan deras di kota baru untuk pertama kali

- jelas aku was-was menata tidur yang tak lagi bisa dibuat otomatis lelap walau sudah menempel muka di bantal

- jelas seram: kenapa tak bisa langsung adaptasi ya? Bukannya tiap hujan deras sama dimana-mana? 

- gumam dan serapahku tuju pada diri sendiri : berani mati, tapi kilat takut. Berani mati, tapi lukis hidup banyak kemelut. 

- mungkin juga harusnya aku ambil air wudhu laksanakan tahajud jam setengah 3 pagi itu - Tuhan yang Maha Baik, menegurku baik-baik: bagaimana? Sampai sini belum mengerti juga? - Tuhan juga yang selalu kujanjikan bisa itu, buatku perlahan menangisi ketidaktenangan diri untuk segalanya yang awal di kota baru: meski pada akhirnya aku tetap bodoh tak langsung bergegas mengambil air wudhu, menyalakan mode "Tuhan, selanjutnya apa?" Dalam dekapNya, dalam doaku : urusanku dengan Tuhan harus diperbaiki, rasanya tak boleh lama-lama terlalu dini pamit undur diri

- katanya: kalau di Jogja tengah malam mendengarkan drum band lewat kamu akan cocok tinggal di sana. Tapi aku sedang di Surabaya yang penuh cemas, standar apa yang buatku bisa cocok menghabiskan banyak waktu dan cerita? 

------

Mulai dari "Kita usahakan rumah itu" sampai "Nyala" jangan lupa "Bulan yang Baik" dan segala teman dengar di Surabaya. Makasih semua tutur indahnya, Mas Sal. Semua lagunya indah, dan sangat berkesan! 

Pada hari kamu menyukai datangnya hujan kecil-kecil dalam suasana merdeka, ku ingin berlari kencang menyuarakan,"sedikit demi sedikit, kamu sudah berani, terima kasih!"

Aku tetap kerang, yang belum berhasil memiliki mutiaranya, ataukah ku hanya terjebak dalam diorama pikiran sendiri? 




Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��