Kepada Dunia: Mau Sampai Kapan?

Tapi kita selalu ingin membuat aturan sendiri sehingga menyalahi aturan yang terlihat normatif. Hm apakah terlihat atau memang normatif? Aku sedang membicarakan pandemi yang datang bertubi-tubi, tanpa henti, dan rupanya mengganas sekali sampai pada orang terdekat dari kita. Meski tahun lalu juga begini, tapi tahun ini lebih ngeri. 

Covid yang lama sedang merasa tertinggal sehingga yang baru dan mudah mengamuk itu mengganti keringat yang lama dan berontak menghajar keadilan yang runtuh jadi tidak berperikemanusiaan. Belum juga ppkm darurat selesai, ada saja rencana bertemu setelah tanggal yang dibuat. Bagiku harusnya, yang berkuasa jangan memberikan kemudahan lihat tanggal mainnya, supaya sikap antisipasi dan waspada jadi bertambah. Tidak semena-mena, dan menganggap setelah kedaruratan tak akan ada lagi ia yang baru dan ia yang lama. Lebih lagi, sudah diajakin keluar rumah main katanya bulan depan. (Gundulmu ga se? Aku dewe sek wedi pol masio mari vaksin. Meneh metu ambek wong sing durung karuan gelem divaksin. Angel). Kecuali mendesak dan sangat mendesak tidak ada lagi orang selain aku. 

Bukan! Bukan demikian cara bertindak dalam berpikir yang transparan dan mudah menerima masukan. Tapi kamu jangan tanya aku bagaimana caranya? Aku masih juga bingung memberi saran yang bermanfaat. 




Selamat tidur, malam minggu bertabur bintang di probolinggo kayaknya dulu sering banget aku lihat dengan mata telanjang setelah pulang sendirian lembur sampai jam 23.00an. Ini kenapa jadi mengingat langit probolinggo sih? Wkwk... sampai jumpa di reunian besok ya, troops!!! Ndak apa apa virtual dulu. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��