Renung : Di Balik Pintu Itu

Terakhir ku menaiki modifikasi besi yang menarik karena warna-warni dengan berbagai bentuk dan fungsi yang berbeda efeknya pada adrenalin waktu sekaten tahun 2018. Tapi kalau naik wahana bom-bom car terakhir kali adalah akhir semester 2 bersama beberapa teman Panglima. 

Sanrio, sebuah pasar modern swalayan pertama kali di Mojokerto yang juga merupakan tempat penuh kenangan bagi masa kecilku maupun teman-teman angkatanku. Di tempat itu pula aku mengenal taman hiburan dengan wahana-wahananya. Terletak di lantai 2, mesku permainannya tak terlalu besar namun dulu cukup lengkap bahkan roller coaster mini ada. Wahana yang paling ramai waktu itu adalah bom-bom car. 

Iya, wahana yang terakhir kusempat naik dan berbagi tawa dengan teman Panglima itu. Sampai detik ini kutak tahu kabar tentang bom-bom car itu, sampai pada percakapanku dengan adik-adik penjaja makanan sebelum kumasuk di sebuah kafe di area pertokoan Sanrio. Aku penasaran dengan mereka. Sama mereka pun demikian kepadaku, tapi bermaksud membujuk rayu untuk beli makanannya.

A: aku

B: adik 1

C: adik 2 

[Sebuah percakapan]

A: Kalian sekolah nggak? 

B+C: Sekolah mbak

C: Ayo mbak aku jual martabak 10 ribuan 

B: Iya aku juga. Eh aku jual pisang goreng, 10 ribuan. Ayo lah mbak belio. 

A: Sek ya (aku sambil merogoh ke kocek tas selempangku melihat ada tidak uang pecahan)

A: Gak onok e. Yo opo iki? Loh lalapo se kok duite gak mbok lebokno tasmu? (Aku mulai mengobservasi)

C: La iyo iki, mbak. Duwike kurang sewu. Pean kek i sewu, mbak. Aku kate dulinan bom-bom car nang njero mangkane duwike tak gowo nang tangan. 

B: Iyo mbak, sewu ae wis nek pean gak nemu. Cekne kene entuk 10 koin iso numpak bom-bom car. 

A: Kok sek yo, foto sek tapi. 

C langsung kabur aku bilang mau foto. Sedang B masih melihatku merogoh kocek. Ia masih berharap aku menemukan sisa kembalian. Ternyata memang demikian. Aku menemukan uang yang mereka maksud, tapi terlihat kebanyakan di mata si B. 

A: Tapi foto sek (aku sudah berhasil selca dengan si B, sebelumnya B pun teriak pada C buat balik ke tempat kita melakukan percakapan. Tapi C tak cukup niat untuk difoto dan berfoto pun dengan uang seribu yang ia maksud. C dengan berteriak dari arah pintu masuk wahana taman hiburan yang baginya sangat bagus itu sudah pamit ke B buat masuk duluan ke arena main) 

A: Eh, nemu sepuluh ribu nih. Gimana? Bawa aja ya. (Dari awal aku memang tak ada maksud buat membeli makanan yang mereka jajakan) 

B: Ojo mbak (B menerima sepuluh ribuku, tapi dengan cekatan juga sambil lari ia memberiku jajanan yang ia jajakan ke tanganku)

Aku sempat mengembalikan tapi malah terjatuh karena B lebih cepat larinya dari reflek tanganku mengembalikan martabaknya. Jadi aku mengalah, sambil senyum berjalan ke arah motor untuk menaruh martabak di jok motor, aku juga masih memerhatikan punggung B hilang dari peredaran mataku ketika ia belok kiri menuju pintu taman hiburan yang sebelumnya dimasuki duluan oleh B. Semoga kemarin mereka bersenang-senang, Tuhan. 


Aku menikmati percakapan dengan mereka. Mengingatkanku pada masa kanak-kanakku  dan kenangan terakhir naik bom-bom car bersama Panglima. 

Selain itu, karena aku ingin memahami alasan mereka mau berjualan di usia mereka yang harusnya lebih baik digunakan buat belajar dan bermain tanpa memikirkan besok bakal makan apa? Atau cukup tidak, ya buat main di Sanrio?. Tentu saja keadaan memaksa mereka melakukan hal demikian. Aku tahu.

B, Aku, dan Jajanannya

Aku juga paham dari perilaku yang mereka perbuat padaku pada percakapan singkat itu. Mereka sebetulnya sama sekali tidak ada keinginan untuk meminta. Mereka masih memiliki hati yang baik buat memberikan hak orang lain yang memang hak orang tersebut. 

Menjelang tengah hari kemarin sebelum aku masuk ke kafe tempatku bertemu Sunbae dan membahas masalah hidupku sendiri aku menemukan. 

Di balik pintu itu
BGM: NIKI - Plot Twist




Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��