Refleksi : Katamu Cukup Tahu

Aku bukan terapis, yang mampu buatmu merajuk tanpa menahan tangis. Aku bukan terapis yang mampu menahan semua yang kau alami dengan menepis, dan aku jauh dari kata terapis yang mampu perlahan membuatmu sembuh dari menyakiti dengan sadis. 

Aku berteriak, marah! Atas pengakuan yang kamu lakukan pada hari yang cerah tanpa gejala maupun cacat menghantar rindu. Tuhan bilang tidak begitu, sejak kamu hadirkan ia dalam percakapan dengan Romo yang kamu temui virtual itu. Aku kagum atas usahamu, tapi mengapa jua masih kamu atasi desah-desah ini dengan mengakhiri? Mengapa kamu berpikir demikian? Aku bingung, kubuat bingung karenamu. Aku yang kiranya menggali kedalaman - keintimam dalam memahami sembuh yang sebetulnya buat dirimu, tapi berarti juga bagiku. 

Aku mengadu pada Tuhan hari di saat kamu bilang 'I hurt myself' (it's really hurt me so deep even now to knew such dat words came from ur chat) ich bin blau, dalam sekejap. Tiba-tiba jadi gelap juga auraku. Menjarak dulu denganmu, membuat akur pikir dan hatiku. Lagi, untuk menerimamu yang seharusnya dipeluk dengan hangat oleh keadaan tak dihancurkan kedinginan oleh rasa dan kepercayaan. 

Rumusan masalah yang belum ku pecahkan semenjak kukenal kamu sebagai kamu: Mengapa demikian?. Bagimu mungkin cukup tahu, tapi aku terlanjur tahu dan lebih dari cukup. Aku sayang kamu, terlepas dari segala masa lalu antara aku dan kamu. 

(telingaku masih berfungsi dengan baik buat mendengarkan, namun mataku cepat juga menangkap percakapan 'aku habis self harm' yang kamu tulis acak-acakan pertanda kamu sedang tidak baik-baik saja sekarang) 

Aku akan terus mendoakan kebahagiaanmu, seperti kata Romo padamu. 


Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��