Renung: Tiba-Tiba Gelap

Aku tadinya tak mengerti, lama-lama jadi tahu, dan akhirnya paham. Kamu pun butuh pelukan. Sayangnya, aku terlalu jauh untuk melakukan itu. Aku jauh, tidak menjauh. 

Kupikir kejadian hampir tengah malam beberapa hari yang lalu itu layak kau tujukan pada dirimu sendiri. Kamu layak buat sembuh, jangan ingin mati muda lagi. Tapi aku tak laik berkata demikian di hadapmu yang memang telah banyak melewati hari dengan berpikiran demikian. Apa yang tak lebih baik dari menjadi diri sendiri dan membuatnya jadi lebih baik? Kupikir kamu sedang membual jawab yang aku tak pernah ingin mendengar dan berakhir paham tak karuan. 

Kabar buruknya. Semakin kamu menjadi di sosial media yang aku tahu tapi kawan lain belum tentu tahu itu, ups! tidak sengaja kutahu pagi tadi itu aku semakin meneriakkan pada diri sendiri untuk perlahan dengan tenang mengatasimu walau aku tetap mengeluh aku ini pembuangan. Tapi kupikir aku siapa hingga mampu mengendalikan? Aku masih ingin melihatmu senyum dan hidup. Aku selalu bersedia jadi telinga atas tuntut yang tak pernah kamu hiraukan.  


Ayo keluar, tentu saja ke GSP sambil pandang kemewahan langit dalam semesta. Aku masih mau melihatmu senang bermain jungkat-jungkit yang tak berat sebelah. 

Ternyata ini sisi lebih padamnya:

Langit tak pernah tampak menampakkan bintang ketika kita yang lakukan

Bulan berhenti siklusnya diiringi tawa burung gagak yang pulang

Tapi aku masih ingin menunggumu di pertigaan tempat anjing buang kotoran 

Tanpa serapah resah : mati memang jalan gelap yang terang 

Ungkapmu demikian mengakhiri perjamuan



-24/08/2020 

Plz don't let your other sides command u to get suicidal. I love you. There's no monkey on ur thoughts! 



Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��