Refleksi: Dimas dan Irul

Demi mewarnai ruang-ruang yang mulai terkotakkan, kubiasakan lagi kaki-kakiku ikut berbicara
Menengahi di antara Dimas dan Irul
Mengendarai sepeda mini bertiga dengan mereka yang sangat menarik
Seperti hal-hal yang lambat laun tak dapat dilalui dengan semau diri
Mirip pertemuan tanpa perjanjian

Dimas-Irul mengingatkanku pada masa Tricen berjaya..
Tapi kami selektif terhadap orang-orang
Hahaha

Dibalik hahaha yang terus berlanjut tersimpan juta keping duka berselimut:

Semegah Tuhan menciptakan palem dengan kokohnya


#pertanyaanku masih sama dengan kemarin: bagaimana caranya agar tidak khawatir? Bagaimana orang-orang bisa memberikan saran yang bagiku tidak bisa terlaksana jika saja aku jadi mereka, jika saja kaca selalu memantulkan sisi mereka duluan daripada sisiku yang bodoh dan terlihat dimanfaatkan ini? Mengapa orang lain pun bisa di dalam dirinya 'begitu' sedangkan aku tidak atau belum? Bukannya aku tidak mencoba. Setelah banyak sikap yang tersarankan kuambil sebagai solusi, yang ada malah aku merasa tersiksa diri. Aku ini kenapa kok sampai tega membiarkan....? Dll yang terus-terusan kupikirkan padahal mungkin orang yang punya cerita tidak. Sesedih ini ya punya aku yang 'aku sekali'. Tidak bisa mewujud dalam bentuk asli, sesekali. Tapi banyak kali jadi menyiksa diri.

segenap 'beautiful pain'

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��