Refleksi: Berkisah Sebentar

---
Aku kesal sendiri dengan kebiasaan menumpuk suatu hal sampai lupa. Aku kesal sendiri membuat-buat alasan melupa adalah hal yang wajar. Sewajar-wajarnya sampai kesal pun harusnya wajar. Tapi yah, tidak bisa. Akhirnya kuputuskan untuk tidak diam sendiri menghadapi kealpaan. Aku meneruskan hidup dengan pikiran positif meski lingkunganku (ehm menurutku) tidak begitu.

Tiba-tiba aku berani menentang hal yang harusnya dinasihatkan mamaku padaku. Pada hal ini aku sebenarnya tidak lupa. Tapi tetap menumpuknya menjadi lupa. Sehingga pada hari itu, kesal yang sudah ada di ubun-ubun akhirnya terucap juga.
" Jangan pakai lipstik yang itu, dilihat gak enak"
" Halah, aku yang pake kok, yo kepuasanku lah"
" Yo gak gitu, kan orang lain yang lihat"
" Aku gak mau hidup dari omongan orang lain, ini lo hidupku kok ikut kepuasannya orang lain"
Sejak itu, kesalku berubah jadi lega. Entah lawan bicaraku diam merespon baik atau tidak. Kadang memang saran orang lain perlu didengar, tapi sejak kapan mendengar kenyamanan pribadi jadi dilarang? Iya, kan?. Sekali-kali memperlakukan diri menjadi pemeran utama dalam pencapaian surga dan neraka yang sendiri itu 'perlu'. 

---
Aku masih pakai earphone sebelum tidur, tentu dengan keadaan musik pun menyala. Paling lama kuset 45 menit. Kalau di rumah hal ini kulakukan karena suara kendaraan yang lalu lalang 24 jam sangat mengganggu. Oleh sebab itu aku membutuhkan penutup telinga itu sebagai teman. Kalau sekiranya mata sudah terlelap, secara tidak sadar aku melepaskannya. Tidur di luar rumah pun aku juga melakukannya. Lama-lama memang jadi kebiasaan yang buruk, meski volume suara diatur seminim mungkin sehingga tidak merusak gendang telinga (mana mungkin minim volume, Shan? kkkk). 
" He, jangan sering-sering. Gak apik, lo"
" Iya, aku juga ngerti. Tapi aku belum menemukan solusi sih bagaimana caranya melepaskannya?"
" Sebenarnya aku pun begitu, tapi paling tidak aku membuat orang lain mendengarkanku"
Seperti percakapan telepon kemarin malam yang ditutup banyak tawa karena banyak kemiripan sikap, sebenarnya kami menangisi banyak hal yang terkesan ditutup dengan tawa yang pecah itu. Lain memang kemarin malam itu, karena kami sama-sama telah menangisi sisi sakit akibat earphone sehingga lewat telepon pun kami mengisi dengan hal-hal yang terbalik sebab telah tahu tanpa harus memberi tahu. Earphone bagi kami jadi teman baik, jika kau kecewa darinya kau lebih mendengar dengan seksama bagaimana lagu bernada minor menambah usahamu untuk sedih atau lagu berderap yang membuatmu tambah girang bahagia, mendengar podcast saluran kesayangan sebagai tanda hidup di dunia yang sesungguhnya, dunia yang memiliki banyak cerita untuk dibagi, dunia yang punya pernak-pernik keluh-kesah yang asyik, dunia yang dimiliki orang-orang unik dengan cara stres masing-masing, tak lupa juga dunia yang penuh solusi selain lari. Tapi hal ini lagi-lagi dilakukan sendiri untuk memuaskan kegelisahan hidup. Earphone yang jadi saksi, benda yang tak pernah mengomentari kala kami sendiri di ruang masing-masing. 

Sepurane nek kelekku kecut. wkwkwkwk

---
" Kalau kayak gini aku gak pernah membalas chat orang dengan cara keji"
" Apa itu?"
" Begini Shan, dia kan sedang butuh bantuan, nah aku akan membalas chat yang dia kirim sesegera mungkin tidak akan kubalas sampai 2 hari kemudian"
" Ah, sepertinya aku juga demikian. Tapi aku masih pilih-pilih Zan, tergantung kebutuhannya. Kalau sekadar basa-basi aku bahkan memendamnya lama tanpa kubalas sampai aku lupa kita bahkan pernah bertegur sapa, atau bahkan ia yang chatnya tak pernah kubalas itu mendendam padaku di dunia nyata" 
" Sama sih kalau itu, makanya kadang perlu memposisikan diri sebagai lawan bicara walau ini hanya sekadar percakapan di dunia maya"
Sejak percakapan itu terjadi, aku lebih sering memilah chat. Memilah berdasarkan kebutuhan, keseruan, kebasa-basian, kesukaan, hingga kesunyian. Sebenarnya dari dulu, tapi baru sadar kulakukan itu, baru sadar juga aku punya teman maya yang hidup di dunia nyata sedang menunggu kabar yang tak semu melalui tatap penuh rindu. Iya, rindu. Sebab rindu tak selalu dalam rangka mencintai melulu, kan?  

 


Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��