Refleksi: 17 Keempat

Aku sedang memperbaiki ketepatan dan ketetapan. Mulai dari waktu untuk tidur agar bangun tidak kesiangan dan kesakitan, sampai jadwal bersih-bersih, menghitung tiap helaan nafas, pengeluaran, kegaduhan dunia luar, tapi tetap ada yang belum. Tepat! Ada yang kurang. Pengaruh baca yang kadang membuka mata akan dunia luar. Sama seperti hari yang lalu, menjadi aku yang sekarang jadi lebih susah. Dikelilingi manusia yang sama-sama berjuang, tapi lebih sensitif hati dan pikirannya. Kadang aku sangat tercengang akan perubahan seorang teman, menganggap hal yang basanya kita tertawakan berdua menjadi canggung tak karuan ketika kubahas seminggu lalu bertatap dengannya. Aku mulai tak biasa. Aku jadi ingin mengumpat di bulan puasa. Permasalahannya bukan pada umpatan yang harusnya tidak pernah salah. Ya, mereka disalahkan karena menjadi kata umpatan. Padahal manusianya saja tidak dapat menahan amarah dengan membubuhkan kata yang tidak harusnya salah. 
Persis seperti kata umpatan, 'dilontarkan salah'. Begitu diriku yang mulai memikirkan sedetik ke depan akan berbuat apa. Heuh.. 
Maafkan aku mengeluh :( Tapi kalau tak kukeluhkan akan jadi beban pikiran yang entah sampai kapan menumpuk dan terus menggunung. Disebabkan diriku yang sedang seperti ini adalah bagian dari masa pergantian yang entah kapan berakhir nyaman?. Diriku yang seperti ini mungkin bagi orang lain adalah orang yang juga lebih sensitif dari mereka yang kuanggap sensitif. Diriku yang seperti ini adalah sumber cemburu dan kebencian bagi orang lain. Kebencian yang tak tahu berakhir atau berlanjut. Sajaknya aku pun membenci seseorang yang tak bisa kusenangi, sampai sekarang ketika ia berbuat baik kepadaku. Tapi aku tidak ingin membunuh rasa benci itu. Sebab jika aku membunuhnya maka aku tak akan pernah tumbuh dewasa dalam segala rasa dan tanggung jawab. Bagi orang dewasa kebanyakan, mungkin tulisan ini adalah curahan hati yang kekanakan. Aku meresponnya dengan sikap 'bodo amat'. 
Respon yang paling ampuh digunakan jika ingin dunia tahu, dan kau boleh berbuat sesukamu, dengan tak tahu malu.
Lalu, aku berpikir dunia ini tak lagi lucu. Kelucuan itu telah diambil manusia-manusia itu sendiri menjadi hal-hal yang serius. Keseriusan yang membuatku bergidik hanya dengan dekat-dekat dengan mereka. Keseriusan itu yang buat manusia-manusia semacam itu sensitif, sehingga aku malas bertutur menanyakan keadaan mereka, padahal aku tahu aku merindukan kehadiran mereka. Bahkan luka yang mereka balut dengan senyum atau tawa sekarang tak lagi melekat di memori yang pernah dibuat, tidak juga di foto yang pernah kita tembakkan. Hilang, jadi buih perlahan. Saat ini, sampai akhir tahun nanti sepertinya tak akan ada lagi kenangan masa lalu yang indah di mata mereka, yang membiarkan aku memikirkannya sendiri seperti dalam drama yang menderita. Bahkan dari pertengahan tahun lalu, aku telah menganggap dunia ini tak lagi lucu.   
Banyak di sekelilingku telah membuka topengnya, tak lagi bersembunyi dibaliknya. Saling menuntut balas agar dunia tahu, ini 'aku' yang dunia perlu tahu. Ini 'aku' yang kan berjuang karena jalan sedang terbuka. Ngeri juga kalau sudah sampai di titik sepertiku, sebab katanya kita ada di persimpangan yang berbeda. Persimpangan yang buatmu harus memilih dan berhati-hati. 

Pindah

Setelah ini aku akan menempatkan diri pada hal asing lagi, pada kesempatan yang semoga saja sehat untuk dibagi, serta patut disyukuri. Bagi sebagian teman yang memberikanku tempaan berupa cibiran, sindiran, masukan, saran. Terima kasih kalian telah ada. Maafkan aku memberi umpatan pada kalian. UMPAT! 





Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��