Refleksi: 22 #1

Heu

Semisal berteman tapi tidak sefrekuensi dalam pemikiran atau perbuatan apa bisa lanjut tuh pertemanannya? Nah, ini buatku lagi-lagi berpikir, mojok, sendiri. Jadi ini tentang pengalaman pribadi. Tentang perkenalan yang berujung biasa-biasa saja. Sebentar, ini bukan tentang puisi di pos sebelumnya. Ini tentang 'cara' yang disebut biasa. Malah jatuhnya basa-basi saja kalau ada dua insan yang memang telah lama mengenal kebetulan numpang lewat dalam hidup. Pernah kenal. Ah, ya. Apa jadinya memang begitu? 

Kali ini aku menderita sendiri merasa tidak lagi mengikuti alur yang dibawa atau sedang ditawarkan teman-teman sekitar(ku). Berbagai hal yang harusnya aku bakal paham kalau saja aku mau tahu. Kalau saja 'niat' belajar tentang itu datang jauh lebih dulu. 
Parahnya, ada rasa mati, apatis yang tumbuh dalam diri. Lagi-lagi mengeluh kayak sapi tiap kali selingan yang masuk ke telinga atau sempat dibaca headlinenya jadi buah bibir, tapi tak satupun yang bikin nyaman jadi obrolan berkualitas dengan teman-teman yang harusnya sefrekuensi. Hm, apakah ini tanda-tanda aku mulai tidak bisa mengimbangi dan harus keluar dari pertemanan macam ini? Lalu, bagaimana aku akan pamit? atau bagaimana aku akan tetap tinggal, bertahan dan terus sabar? Sebab jika tinggal, ada rasa takut akan ketakutan sendiri karena dikira 'gak nyambung' lagi. Sebab kadang aku luput ikut mengilhami berbagai fenomena dalam hidup yang rasa-rasanya kenal saja bagiku sudah cukup, mungkin bagi kalian belum tentu. Pada akhirnya, aku harus bersyukur. Cukup kenal dan mengenal problematika yang hadir pada pertemanan macam itu. 

thank you, I love you 



Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��