Dunia Harus Tahu: Aku Memutuskan: Kita Berteman Saja

Serasa digelitik, semut-semut numpang lewat di antara kakiku yang sedang kusilangkan. Sudah hampir seminggu, mungkin semut-semut ini merasa ada perubahan cuaca yang ekstra dari panas sekali di sore hari dan dingin di malam hari. Atau kalau tidak, ini karena perilakuku yang membuat kopi dengan gula yang tumpah di sekitar kubuat kopi. Sehingga, semut ini berdatangan karena instingnya mencium bau gurih gula yang berjatuhan. 
Melihat langsung mereka bergotong royong mengangkut sesuatu yang bahkan aku sudah tidak perlu, buatku merasa jadi manusia paling jahat saat itu. Bagaimana bisa aku berpikiran membasmi mereka di kala mereka sedang asyik bertetangga dan merajut asa? Ya, kadang aku merasa geli melihat jumlah mereka yang banyak mengitari tempatku terlebih ini kamar yang kufungsikan untuk tempat makan dan tempat buatku membangun narasi. Kegelian itu kadang kusetujui dengan mengambil tisu dan sedikit demi sedikit menghalau jalan semut-semut itu agar tidak sampai bertemu dengan kawanannya. 
Melalui kejadian itu, aku jadi tersadar. Semut yang kuberi perlakuan seperti itu apakah mengutukku? Meski mereka tidak punya hasrat untuk memaki, mereka lemah, mereka kecil dan mudah dibasmi, apakah mereka menjadi saksi Tuhan jika aku membunuh kawanannya dan mencerai-beraikan mereka? Oh, sungguh mereka pun ingin hidup sebagai sesama makhluk hidup dengan kita. Tetapi kita sering mengabaikannya dan lebih mementingkan kemayaan dunia. Melalui kejadian itu, aku membuka peluang hidup buat semut-semut hitam pecinta gula yang berceceran di kamarku pada pukul 18.00 WIB untuk menikmati kenikmatan dunia. Mereka pun pada akhirnya akan menghilang nanti tanpa perlu kuusir secara kasar ataupun halus. Mereka menghilang seiring tidak ada lagi yang digotong untuk diberi pada keluarga mereka yang menanti.
Seminggu. Rasanya jadi punya banyak teman dengan kehadiran semut-semut itu.    

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��