Berkasih: Sistem Kebut Semalam

Langit tidak violet, Shan... Apalagi silver :')

22/12/2017
Sebenarnya, aku masih merasa sakit :( Terlebih tadi pagi kurasakan pening di sisi kiri kepalaku tepatnya di daerah tulang pelipis. Ya, karena janji yang telah kubuat, kupikir menyalahinya akan tabu sekarang. Terlebih dia telah usai melaksanakan kewajibannya. Kemudian aku yang masih terus berjuang dan memperjuangkan ini, sekarang akan menebar kebaikan agar dilancarkan menempuh apa-apa yang sedang ku perjuangkan. 
Ya, hari ini aku ke Temanggung. 
"Ada hal lain kan, Shan?" 
"Iya.. sedikit mematuhi kata hati, sedikit ajakan ada ketoprak dan sadran kali lalu ditambah cuaca juga sedang enak hati, meski kusakit kuabaikan dulu biar yang ini cepat berlalu. Tidak, tidak mungkin cepat dijalani, sesuai kesepakatan dengan diri sendiri yang penting masuk dalam rentetan cerita pendek dalam hidup. Demikian. Lain-lainnya, Trias mengajak ke Dieng :')"

Jalan yang kulewati dari Jogja - Temanggung melewati jalan biasa (lewat luar bukan jalan alternatif) tanpa Gmaps dan petunjuk arah lain. Aku telah menghafalnya. Meski Si Teman tidak. Hehe... Berangkat pukul 16.00 sampai di Kaloran pukul 18.00. Ya, sekitar pukul itu. 
Ibu Ani sudah menelepon. jam menunjukkan pukul 19.00 lebih. Aku lupa belum mengabari, jika aku telah sampai di Kaloran tapi mampir dulu di Bawang. (Huftt). Telepon yang masuk dengan kekhawatiran tersebut menghantarkan kami untuk segera ke Jrakah, untuk bertemu keluarga di sana. 
Sesampainya di sana, teh hangat dan makan malam telah menanti. Sebenarnya Mbah Yayuk di Bawang tadinya juga menawarkan. Tapi kami menolaknya dengan halus. Tahu dan sedikit meramal (haha) di Jrakah pun diberi makan. Selesainya makan dan sedikit membersihkan diri, kami menaiki motor menuju rumah Pak Sarno melihat Ketoprak. Di rumah Pak Sarno pun kami ditawari untuk makan lagi zzzz pun kami menolaknya lagi secara halus. Sebab perut kami memang telah penuh.
Beberapa anak-anak tampil ikut menari di acara, sebelum Ketoprak dimulai. Acara tahunan tersebut berjalan lancar dibuka sambutan oleh wakil bupati Temanggung yang ternyata alumni UGM dari Fakultas Geografi. (Ohhh)
" Shan, bagaimana ketopraknya?"
" Jujur, aku tidak begitu paham mereka membawa topik apa ke dalam ceritanya. Untuk ukuran panggung terbuka, suara mic kurang bagus ditambah riuh-rendah penonton dan suara pemain yang kurang keras. Kemudian, kendala lain bagiku untuk menikmatinya atau tidak adalah karena mereka memakai Bahasa Jawa dalam dialog. Aku mengerti Bahasa Jawa, tapi kok dalam permainan Ketoprak ini tidak paham ya? (Kemudian aku merefleksikan diriku - apa mungkin ini karena mereka memakai Bahasa Jawa Krama - hm bisa jadi - atau memang karena kurang saja pelafalannya? - hm ya, mungkin). Seperempat permainan ketoprak telah membuatku mengantuk. Di samping karena telah lewat pukul sembilan, menonton dan mendengar hal-hal yang tidak kamu mengerti akan membuatmu cepat lelah, percayalah hehe. Secara keseluruhan, aku suka suasana ketika masyarakat berkumpul seperti saat melihat ketoprak ini. Terlihat guyub rukun dan mereka sangat mengapresiasi penampilan yang ada. Aku pun mengapresiasi perilaku mereka. Terima kasih sukses membuatku nggumun di malam Sabtu, terima kasih buatku tersenyum dengan penerimaan yang selalu ramah dan tanpa ragu. 
Malam yang dingin diselimuti bed cover yang memang disediakan Ibu Ani untuk kami. Malam di Jrakah untuk sekian puluh kali. Nah, ya aku masih pakai minyak kayu putih dan telon untuk menghangatkan tubuhku sebelum tidur. Mengantisipasi bila besok tidak bertemu matahari. Mengantisipasi cuaca yang selalu susah diprediksi. Mengantisipasi aku terlelap dalam keadaan dingin. 

23/12/2017 
Tidak bangun sepagi di Mojokerto. Tapi aku bangun lebih pagi dari di Jogja ketika ku berada di Jrakah. Tempat ini intermediet. Selalu menengahi antar keduanya. Sama seperti perasaan gundah yang tak sudah-sudah. Mengenai ini, mengenai itu, yang akan kuselesaikan 'ini' dan 'itu' setelah pulangnya aku dari tempat yang memberiku sedikit keteduhan hati ini. 
Kembali pada rutinitas pagi di Jrakah, tentu Ibu Ani telah repot di dapur dari pagi, Pak Mandhon keluar sesudah sholat subuh tadi. Dibuntuti Azi sekitar pukul 05.00 pagi, ia mandi untuk sekolah dan mengembalikan rapor yang telah ditanda tangani. Kuputuskan turun dari kasur yang lebih nyaman dari kasur di kos itu, setelah ingin rasanya berbicara banyak dengan Azi. Aku kangen, ingin berbincang. Aku kangen, ingin mengucap sayang. Aku kangen, hingga kadang lupa cara menyampaikan dengan tenang. Ehe :')
Kami telah siap melanjutkan perjalanan selanjutnya. Kami ingin ke Dieng. Entah siap atau tidak :). Kami mengisi perut dengan amunisi yang cukup pada pukul 07.00, kemudian berpamitan dari rumah Ibu Ani pukul 08.00 pagi. 
Aku selalu sedih entah kenapa. Ibu Ani selalu memeluk dengan erat tiap kali aku berpamitan. Selalu kuingat-ingat. Ibu Ani pernah berkata, "Mbak kalau kayak gini rasanya seperti tanggal 4". Hm, Ibu Ani sangat mengingat tanggal perpisahan itu. Kalimat itu diucapkannya setelah sebulan setengah penarikan KKN dan kami sempat main ke Jrakah (lagi).
Acara pamit pada warga Kaloran ini berakhir hingga pukul 09.30. Sebelumnya, kami berfoto ria. Sedikit mengabadikan aku pernah datang, sambang pada mereka. 

Foto ini diambil ketika anak-anak pulang dari sekolah usai mengembalikan rapornya.


Perjalanan singkat menuju Dieng yang akhirnya tidak terlaksana terjadi. 
Sekiranya kami sampai Dieng, kami hanya sampai lembahnya. Tidak atau belum sampai mana-mana. Karena kami tahu perasaan motor yang dari kemarin diajak wara-wiri di jalanan tanpa berhenti. Ia pun capek seperti kami.  
Pada akhirnya kami pun sampai tujuan pertama. Meski ya, itu kebun teh yang salah bukan yang ingin kami tuju. Tapi untuk menghibur diri, tak lupa kami beristirahat sebentar di sana, makan roti bakar yang dibeli kemarin malam, dan foto sedikit 'tuk melebur kekecewaan. Hehe...



Selanjutnya, ke Telaga Menjer. Sempat nyasar, Shan? Sempat kok haha 
Kadang Gmaps juga salah. Hati-hati makanya. Manusia yang membuat aplikasi ini saja salah, aplikasinya salah ya jangan disalahkan. ahay~~ 




Berfoto di spot ini dipatok biaya seikhlasnya, ada yang jaga. Seorang Ibu sekitar umur 40an. Kalau ingin foto bersama, Si Ibu mau untuk menggantikan menjadi fotografer sebentar. 






Jadi, sampai di telaga pikirku, ini semacam keramba di Kaloran tapi versi luasnya. Kemudian ada perahu yang disewakan di sebelah kiri jalan. Turun dulu tapi ya, sebelah kirinya dari pintu masuk hehe. Oh ya. Bayar Rp 5.000,00 per orangnya itu sudah termasuk parkir motor.

Sudah, sudah yukk pulang. Sekali lagi mengandalkan Gmaps dan kami tersesat di tengah hutan (Hutan Wonosobo - Purworejo - Samigaluh, Kulon Progo). Tidak tersesat, hanya kami tidak terbiasa hampir dua jam tidak melihat ada desa terdekat yang ramai dengan masyarakat. Kami jadi panik setengah mampus. Ditambah lampu depan motor yang setengah sanggup melanjutkan perjalanan sampai ke Jogja. Ya, ia mati-hidup-mati di tengah hutan sampai kami kembali ke Jogja. 
Syukurlah, Tuhan Maha Baik. Memberikan kami keyakinan kami akan sampai tujuan. Pukul 19.30 an, kami tiba di Jogja dengan selamat. Yeay~ dilanjut makan di Tio Ciu yang ganti koki dan pelayan.. Wkwk buat rasa masakan jadi kurang mantap tak seperti biasanya. Ya sudah, yang penting perut terisi dan bisa kembali pulang. 
Ah, sistem kebut semalam. Buat pantatku yang kadang ditumbuhi udun ini berasa gembos. Hingga terikrarkan kuharus jogging esok paginya. Buat apa, Shan? Pikirku agar terisi angin dan tidak terlihat tepos (ya, meski tidak tahu seberapa besar pengaruhnya). Ahaha~~  
Menyenangkan 😊entah kemana perginya ke'sakit'anku. Mungkin dibawa lari sebentar oleh kala-kala saat maghrib lewat hutan. Hey yaaa... kuingin kau bawa saja kau miliki sakit-sakit ini, wahai kala-kala. Biarkan aku sehat lahir dan batin. Agar kubisa melanjutkan apa-apa yang kurang dengan tenang, sopan, dan bahagia. Ah tipe ideal 😃

NB: Maaf aku telat pamit 


     

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��