Selamat Tinggal, Nek

Pada suatu kesempatan yang baik aku akhirnya bertemu dengan orang yang selalu hanya diceritakan dari bibir ke bibir, sehingga membuatku selalu pula berangan-angan tentangnya. Sayangnya pertemuan tersebut tidak berlangsung lama. Bahkan kedatangannya punya tujuan yang berbeda dengan anak yang mengantarnya. Malam itu tanggal 25 September 2015 baru hari kedua aku bergabung dalam percakapannya meski sedikit yang bisa ku utarakan tentang makna dan kata dengannya. Sayangnya, malam itu tidak hadir ia dalam pementasan teater pertamaku di Jogja. Ia tinggal di kos, dan setelah aku pulang ia bercerita tentang gempa yang terjadi malam itu. Ya, gempa yang sama mengguncangku di atas panggung TBY. Setelah menyatakan rasa malam itu, kami tidur bersama dan aku sungguh berterima kasih sebelum ia kembali pulang pagi harinya, ia menyetrika semua baju-bajuku yang masih di luar lemari dan hanya terlipat di pojokan. 

Selebihnya, aku belum memiliki kenangan tentang nenek dan cucunya. 
Hari ini, ketika segala penyakit diangkat dari tubuhnya aku pun tidak punya catatan kronologi ia disandingkan dengan makam yang lain. 
Dengan begitu aku hanya bisa berkata selamat jalan, nek. Semoga amal ibadah nenek diterima oleh YME.  

Di suatu sudut pikranku aku juga membahas " jangan sedih toh semua makhluk yang hidup pasti akan mati". " Ya, tapi menangis sejenak boleh kan?," jawab sudut pikiranku yang lain. 


#Jogja dengan intensitas mendung, hujan, dan angin yang tak terduga

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��