Kunci Bersandi

Suatu hari nanti... mungkin aku paham mengapa sebenarnya aku tidak melakukan apa yang dilakukan banyak orang untuk menjaga barang-barang yang dianggap berharga pun privasi bagi mereka di zaman yang serba modern dan kadang tak masuk akal ini. 

Dan, aku mulai melompati masa ketakutanku itu. Aku tahu penyebabnya sekarang! Ya, hari ini! Baru hari ini! Secara kausalitas dapat dikatakan ini karena pemberitaan di grup chat kos mengenai gembok gerbang depan kos. 

Secara garis besar, ceritanya seperti ini. Mas yang punya kos bilang kalau gemboknya diganti karena yang lama udah karatan. Tapi tidak seperti sebelum-sebelumnya yang harus menggunakan kunci untuk membuka gemboknya, kali ini masnya kreatif dikit dengan menggunakan gembok yang pakai nomor sebagai sandi. Secara umum, harusnya kutahu cara melakukan membuka sandi digembok itu, tapi tadi sepulang dari renang kutanyakan pada temanku. Begini, sejujurnya aku sangat enggan dan tidak suka pada hal-hal berbau sandi apalagi angka dan harus dihafal. Ya, memang aku tidak akan melupakannya dalam ingatan, tapi tanganku terkadang bertindak lain tidak sesuai ingatan dan kemauan. 

Aku mulai melafalkan diam-diam sandi yang diberi oleh mas kos, sebelum aku benar-benar sampai di kos dan mungkin akan terkejut jika terjadi perubahan yang mungkin tidak diinginkan olehku. Contohnya, ya ... seperti malam ini yang ternyata gembok kosnya udah diganti :( ada trauma sendiri menyertaiku. Entah kenapa sama seperti kilat yang masih buatku (agak) takut untuk menghadapi.

Nah, suatu hari yang tak tahunya datang hari ini memberikanku kekuatan untuk bertolak pada masa lalu yang buatku enggan menyimpan dengan sandi-sandi. Ceritanya dulu semasa SMP aku yang memang iseng ahaha~ membuat kesalahan dengan Kakekku. Kami berdua mencoba mengotak-atik koper lama milik Pakdheku yang berisi barang berharga miliknya. Dan bodohnya waktu itu, kami berdua lupa memasukkan angka berapa saja karena banyak mengobrol dan bersenda-gurau, sambil memainkan pola-pola angka yang ada di gembok koper. Terjadilah keajaiban. Koper yang harusnya bisa dibuka dan baik-baik saja tiba-tiba saja berkebalikan. Kami berdua kesusahan, kemudian menanggung malu sekaligus rasa bersalah dan mencoba masih bertanggung jawab atas koper yang tidak bisa dibuka. Selanjutnya, kami berdua sepakat memanggil Pakdheku saja barangkali yang punya koper tahu-menahu maslah ini. Oh ya Tuhan... Pakdheku juga tak bisa berbuat apa-apa. Karena orang terakhir yang mengotak-atik angka itu adalah aku dan Kakekku. Keringat dingin kemudian bercucuran.. memikirkan nasib koper dan isinya yang belum kunjung terbuka ditambah suasana tegang datang dari sentilan omongan dari Pakdheku yang bernada seperti "hayoo.. benerin". Duh, dan akhirnya dengan segala paksaan (maksudnya dicongkel haha) akhirnya terbuka juga. Dan untungnya, si koper masih bisa digunakan seperti semula. Ya, dengan nomor sandi yang telah berubah tentunya. 

Kemudian sejak saat itu aku memudahkan diriku untuk tidak memberi pola garis, sandi angka, kombinasi huruf dan angka, sidik jari pun wajahku untuk membuka segala hal yang bisa dibuka dan disebut-sebutnya sebagai barang pribadi yang mungkin berharga atau tidak sama sekali. Terutama pada teleon genggam yang semakin hari semakin pintar. Takut tentu, serangan kepanikan akan menjadi hubungan yang tidak akan menguntungkanku di masa-masa harus membuka sandi seperti itu. Jadi, untuk beberapa hal seperti memberi password dalam bentuk yang sederhana mungkin tetap kulakukan. Barangkali perlu, pikirku juga untuk menyamai dan menyertai alasan teman-teman yang gemar mengunci-ngunci itu. Meski trauma yang timbul tidak separah aku bertatap muka dengan kilat yang mungkin bahkan memang jauh di sana, namun sudah jelas kiranya jika sama-sama buatku resah. Makanya, jangan andalkan aku mengingat semua password-passwordmu (ahaha~). Kecuali kalau itu janji yang cukup tahu, disebarkan tabu. (J)       

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��