Belum Berakhir (1)

Kadang, selimut tetangga lebih terlihat hangat dan nyaman

Lalu, saat seperti apakah hingga aku dapat melepas kenyamanan yang sedang terjadi? Ya, meski aku harus hanya melihatmu melakukannya. Dengan posisiku sebagai tetanggamu, sekarang. Aku tidak ingin turut campur. Bahkan ingin tahu pun," dalam lubuk hati, ku berkata demikian". Lain! aku menanyakannya, ketika tangis telah leleh seperti lilin yang terbakar saat lampu dipadamkan sistem yang tak kuat menanggung beban. Rasa iba merestui hadir dalam kejadian yang menimpamu. Bukan aku yang mendiami dalam ingatan yang akan diingat sampai akhir hayat, tapi kamu. 

Semenjak itulah, selimut yang kulihat hangat dan nyaman berubah membakar sedikit demi sedikit kerusakan hati akibat memendam bertahun-tahun lamanya. Kamu yang sudah muak dengan pertanyaan-pertanyaan bercerita mengenai kenyataan yang mendiami langit keabu-abuan dalam hidupmu. Kadang kau tepis kalau kamu benar, sebab posisimu juga kadang tak perlu hadir dan bisa disalahkan begitu saja. Kau saja mengakui kesalahanmu, apakah orang-orang yang bersembunyi dalam selimut yang sama denganmu tidak ingin sekalipun berterus terang? Sama seperti tatkala kamu menikmati hujan yang tidak kau suka, kata-kata tidak pernah muncul pada orang-orang yang bersangkutan dalam tudung selimut yang sama. 

" Aku yakin dan sangat yakin, semua orang memiliki kekuatan yang tidak dapat digantikan satu sama lain ketika kita saling pandang memandangi," katamu sebagai penutup perjumpaan dengan berjanji kembali dan menyelamatkan apapun yang bisa diselamatkan. Pada akhirnya, yang harus dilakukan adalah introspeksi diri, menambal selimut yang telah berlubang atau membeli baru yang lebih nyaman.  

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��