Desah Tiada Akhir

Banyak hal yang menggantung sedang diperbincangkannya dengan nada sungguh-sungguh dan penuh harap. Tulang punggung yang dirasanya sakit bertambah buruk saat membincangkannya. Memar di tangan yang belum sempat diobati terlanjur membiru seiring waktu tanpa pengobatan yang perlu. Tidak berapa lama setelah perbincangan diakhirinya, ia menarik nafas dan merogoh saku. Ia sedang berharap menemukan uang namun berakhir lucu. Sebab yang ditemukannya hanya debu.
“ Lalu, bagaimana dengan nasib kita? Kita telah membayar, masih terus saja pembesar itu membuat keributan dengan menyerahkan apa-apa yang kita anggap berharga?”
“ Tenanglah dulu, No! Tak perlu kau angkat-angkat parangmu itu. Aku tahu bahkan lebih tahu darimu parangmu adalah apa-apa yang kau anggap berharga itu. Setidaknya, kuharap kau banyak mengaca dulu.”
“ Mengaca bagaimana, Ndan? Setiap kali aku melakukannya, entah darimana tiba-tiba kaca di depanku runtuh.”
“ Lihatlah, apa yang kupunya sehingga aku menghentikanmu, No? Bahkan tidak ada sebesar jarum aku memiliki apa-apa yang kuanggap berharga. Sebab bagiku, dapat bernafas dengan bebas sudah bisa kubilang berharga. Biarkan pembesar itu merenggut segala yang mereka suka, sebab mereka tak tahu sampai sebesar apa keinginannya itu menatuhkan mereka. Itu sebabnya aku masih tenang-tenang saja dengan kata mereka. Ya, mereka yang tidak banyak bersyukur akan keadaannya. Banyak menyesali yang iya.”
“ Ah, kadang kau ini terlalu berlebihan. Tapi masuk akal juga. Sehingga mungkinkah jika pembesar akan berhenti tertawa di atas penderitaan kita dan meratapi nasib dirinya? Ya, sepertinya iya…”
“ Tidak! Tunggu dulu. Bukan berarti aku menyalahkan pembesar. Mereka ada untuk menjadi satu dengan kita, dan banyak dari mereka menjadi pilihan dari kita. Ada tapi mungkin juga tidak banyak. Mereka yang suka akan kebaikan. Sehingga, tawa dan senyum mereka terlihat tulus tanpa beban. Sebab, mereka yang masuk dalam kategori itu adalah orang-orang yang mampu mengandalkan dan diandalkan tanggung jawabnya untuk kita yang sedang digantung keadaan ini.”
“ Ya, tapi kapan? Kita sudah menunggu terlalu lama…”
“ Dan… inilah ketakutan yang sama sedang kupikirkan jalan pintasnya. Atau bahkan, aku hanya mencoba menerka seperti apa, tidak! Bahkan aku akan diam saja jika ditanya hal yang sama.”

Tanpa sadar, No sedikit demi sedikit menurunkan parang  - berharganya. Ia berlaku menghargai pilihan. Sedang, Ndan kembali menutup diri dengan koran kemudian mengambil nafas panjang dibaliknya.  

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��