Makna Setelah Fitri
Bagaimana mungkin seorang awam sepertiku mampu berkata di
hadapan seorang jenius seperti tuan?
Sejaknya ungkapan tersebut melayang-layang dalam pikiranku
tiga empat kali dalam sehari atau bahkan lebih. Sejak itu, saat dimana aku
harus membawa nama baik menjadi hal yang sangat baik di hadapannya. Menjadikan
hal tersebut sebagai prioritas agar tak lagi aku dilecehkan dihadapanya. Kemudian
tidak hanya sesaat berpapasan dengannya. Mendengar ia berbicara atau disebut
namanyaaku merinding, meringkuk, mengecil tak tahu mengapa. Tanpa keriput pada
wajahku, mungkin belum. Hal tersebut kubiarkan lalu. Ada untungnya, jiwaku tak
kabur! Jikalau saja kepak demi kepak terlepas dan terbang bagai ditiup angin
begitu saja~~~~~~ ahhh melayang rasanya.
Berkat lebaran, keluarga dapat disatukan. Tapi tunggu, hanya
setengah hari saja. Jangan tanya yang lain kemana? Ini retoris nanti juga
terjawab. Saat-saat dimana meras terpuruk ialah saat ini, air mata saja bahkan
di pelupuk mata (hampir jatuh). Rindu yang rasanya terjawab akan kehadiran
orang-orang yang dinantikan akhirnya berakhir dengan realitas lain yang
menyakitkan.
Tuan sedang tak mau diganggu gugat atas kuasa yang sedang
dilakukannya. Ingin menyumpahi, tapi apa dayaku yang bocah dan tetap awam (di
mata tuan). Ialah senja penghilang tiap kali perkara dalam sehari kujalani
waktu di ruang yang ditunggu kepulanganku, yang bakal terus dirindukan
candaanku. Dan aku tahu meski aku awam. Ada suhu panas yang belum sembuh
dimulai dari bangunan yang kan didirikan. Dan sejak itu, ku berpikir bagaimana
aku akan berkata lebih baik pada tuan? Ah, ya berperilaku lebih baik pula. Ya,
tuan yang semestinya tak merasa hidup penuh banyak tantangan.
- terima kasih atas sakit yang kau berikan kepadaku YME. Aku sedang berkata, cukup! cukup! tak ingin lagi sakit, Meski kutahu ada sakit lain yang harus mendapatkan pengobatan. Tak perlu banyak berarti sedikit, ya.
#happyemoticonday #worldemojiday
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu