Renung : Mengenai yang Kemarin

Oktober terlewati betul-betul bak sedang main di wahana rollercoaster. Aku tak tahu dalam bahasa benda itu diartikan apa?. Aku tak mengerti alasan perumpaan yang kudengar di masa kecil itu, terjadi dewasa ini. 

Tiada lagi oktoberfest yang mewah, penuh dengan wurst yang rasanya enak. Kita dihadapkan dengan dunia virtual yang lebih kejam memisahpilahkan dengan liyan. Sungguh dekat dalam jarak demikian bukan solusi akhir itu cuma pengganti yang berarti 'barangkali'. 

Lagi-lagi mengingatkanku 2020 tinggal bulan 11 dan 12. Sebelas dan dua belas itu pun pasti dismbut dingin badai, hujan, gerimis, bahkan banjir dan gempa dalam kurun waktu sebentar itu. Lihat saja! "ah, aku seperti peramal yang mengatakan hal-hal 'iya' padahal 'tidak". 

Kembali pada bulan 10 yang jalannya menukik tajam kemudian merosot hebat dalam sekejap. Bulan itu, walau penuh takut candu yang tak sempat disemayamkan ikut temaram, ada nyata yang sedang sampai saat ini ditempuh : syukur atas nikmat dan kesehatan yang kita miliki sendiri. Sungguh, berbuat sebaik-sejelek apapun tak pernah kuragu kalau diikuti itu. Begitu, dalam syukur ada usaha dalam menggempur. 

Bulan 10 terlanjur membuat 2 bulan lain ku laksanakan dengan hati-hati. Bermula dari bulan 8 katanya, sama, 2 liyan mulai dari 8. Berkata 'setuju' berakhir 'salah setuju' pada pilihan, sedang mereka itu tiada pilihan (sebetulnya).

" Tunggu sebentar, bukankah kamu mengatakan tidak memihak benar dan salah?"

Memang betul, tapi rasanya 2 insan itu dibaca demikian alur hidupnya. Mereka terhubung denganku. Sangat. Meski tak memengaruhi hidup atas aku, kurang-lebihnya berdua itu membuatku sadar laik hidup dan berjuang di antara semua pejuang kehidupan. 

" Kamu sedang membicarakan Oktober pada 2 insan atau tentang kamu di bulan Oktober?"

Aku pun sangsi, sama seperti berbagai macam diagnosis yang ditempelkan erat pada mereka itu. Intinya ini tentang aku dan Oktober lalu, tapi diiringi mereka yang memenuhi masa tumbuh-panenku sampai awal November ini. Bunga-bunga tidak dulu merekah pada mereka, begitupun aku yang kembang tapi tampak layu. 

Wahana yang kunaiki bulan Oktober itu meski berhenti tapi cuma sementara, sama dengan kehidupan virtual yang ku/kita jalani hari ini. Tidak ada selamanya. 

Untuk yang 'tidak selamanya' kecuali 'kita' kata Bapak Sapardi, di tengah kabut pagi, ku tuliskan ini : Mari menghabiskan sisa tahun ini dengan meredam segala gundah, merefleksi bagian-bagian kehidupan yang memburu, merenungi dengan logis-diplomatis mengenai hal-hal miris, dan tentu membuang jauh egois yang menyasar idealis tanpa basis. Sesuai ungkap teater es campur waktu itu "jangan lupa bahagia". 


Nb:

Rumit memang memahamiku, tapi siapa juga yang mau memahami kerumitan dan membaca tiap jengkal nada minor-mayor yang kutulis serak di laman ini?. Kamu pembaca yang setia, jangan lupa bahagia juga ya.

(Kasiyan, sudah tanggal 2 di bulan 11)

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��