Renung: Memastikan

Pada saat bersamaan, jemari tanganku dan jemari tanganmu bertautan. Tidak rela lepas, tapi aku harus. Genggam pada saat ini tak jua menyembuhkan kesehatan mental dan kembali menjadi baik seperti kala itu. Bahkan kala-kala itu yang kumaksud tak betul jua memperjuangkan keanggunan maksud Tuhan atas surga dunia, atas surga dunia, atas surga dunia, atas surga dunia yang ia perjuangkan dengan keindahan masa lalu. 

Kecuali bersyukur, bersyukur, sujud, bersyukur - ialah tanda ku berserah, menengadah pada tanda yang memang harus disyukuri. *aku mau menunjukkan sakitnya tercekat di antara tenggorokan dan kerongkongan - membuatnya lega atas perbuatanku melunaskan pikirannya yang tajam dan kritis padaku* 

Sedang susah-susahnya menganga, ia tentu duduk diam bersikap mengambil keputusan. Sedang aku yang sedang susah-susahnya sama sekali tak bisa diam. Khawatirku lebih besar daripada diamnya ia. Gelisahku jadi tabah seiring ia melihat aku tak terlihat setitik jarum di hadapannya. 

Tapi waktu, aku jadi muak dengan ini. Katanya perlu ditunggu nyatanya * yang tak sabar akan itu. 

Aku bukan satu-satunya, tapi mengapa dilihatnya aku cuma satu-satunya? 

Sebetulnya aku telah kehilangannya ketika semua kurasa baik-baik saja. Bapak, maafkan aku. Sore tak akan seperti dulu. Kini lebih menyakitkan, Pak. Bapak tahu? 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��