Cerpen: Berperan
" Hai! Sapaan ini basa-basi. Aku tidak akan menanyakan kabar lagi, toh aku telah mengenalmu"
" Aku mengambil basa-basimu sebagai sandera atas diriku"
" Aku tidak menuntut, kamu begitu padaku. Tapi pun aku tidak menghindar kau sebut begitu"
" Ada satu hal pada satu waktu yang selalu tak kusangka-sangka tentang kamu padaku"
" ... sedang aku memiliki banyak hal pada satu waktu yang tak kusangka-sangka melibatkanmu, peran apa yang kau pilih dalam situasi itu?"
Kamu dan aku hening, mengoreksi hikayat satu sama lain. Tentu saja yang telah berlalu.
" Kalau kamu tak tahu sekarang aku bertanya tentang apa? Coba beri aku pertanyaan yang sama padaku setelah kita bertemu lagi"
" Aku pendebat pecundang yang cuma ingin damai"
" .... dan pendebat tanpa kesimpulan, sedang aku pendebat dengan emosi tanpa prolog. Aku cuma mau dengar 'apa kamu yang akan ambil peran di minggu-minggu depan'? Iya, tanyakan padaku"
Hening lagi, aku benar-benar ingin ditanyai. Biar aku juga bisa menjelaskan. Aku ingin mengakhiri sakit hati.
Elemen kita sama-sama air, berkutat pada aliran terus-menerus, menggantungkan arus pada saat itu. Sering tanpa pesan tapi paham harus digandeng dan butuh sandar. Mengerti gonggongan dan borok satu sama lain, tapi berada di air yang keruh tiap kali bertemu. Air yang kedalamannya saja ngeri kalau diperlihatkan ke semesta. Kalau kamu bilang alasan yang tak ada gunanya saat aliran kita bertemu lagi, aku akan berteman saja dengan tanah. Biar aku membantunya menumbuhkan ribuan bahkan jutaan tumbuhan baru bahkan dalam sekali waktu.
#Two hours for talks, two hours you just sent me in heaven then back to the reality. Let me know you happy bunny as back then. Love you.
Only God really know your happy little soul. Wanna pray some hope together,uh? In ur heart, in my heart then save it in our minds. Keep it secret. 😆🍻📷
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu