Belum Berakhir (2)

Dewa penabur awan tampak iseng menjalani tugasnya. Hanya sepuluh meter dari tempatku beranjak, hujan mengguyur bagian itu. Kemudian aku berbelok ke arah kanan sekira seratus meter telah kulalui. Tidak lagi ada hujan dengan intensitas yang sama pada gang itu. Aku sedikit merasa senang. Menutup payung,membiarkan sedikit air hujan yang turun perlahan menembus pertahananku yang hanya berupa kaos tipis pemberian ibu sebagai kado ulang tahun, dua tahun lalu. 
" Pakai payungnya, kita tidak tahu bagaimana bencana akan tiba-tiba menimpa kita," katanya memampang wajah panik. 
" Hah? Bagaimana? Apa? Bencana? Kamu bercanda?," sahutku tidak mematuhi rambu darinya. 
" Di belokan lain, mungkin akan kau temukan. Aku tidak sedang bercanda, seolah sama dengan dewa penabur awan di imajinasimu itu."
" Maksudmu yang dimana?"
" Itu," katanya dengan menunjuk ke belokan depan rumah.

Segera setelah ia berkata demikian, dalam bayangnya yang kemudian hilang aku sedikit jalan tergesa. Pulang. Aku tahu, Ibu menyapa pada saat itu. Dengan sepasukan adik kecil-kecilku, kucing kesayangan Ibu. Wajah Ibu pucat, kelelahan karena pikiran. Aku mendudukkannya, kemudian memandangi sekitar. Rumah penuh dengan tanda tanya, rumah sedang tidak mau diganggu waktunya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaanku yang mungkin akan naif. Rumah sedang tidak ramah. Dia yang memberi tahu untuk berbelok ke arah rumah benar-benar sedang tidak beranda. Aku dalam masalah serius. Dia sangat tahu, sebab dia hati kecilku yang sangat sedikit kuperlihatkan dan kudengarkan isinya, terlebih tentang rumah yang kacau dan Ibu yang selalu banyak pikiran, ditinggal sendirian, hanya dimintai  pisah-kenang dan tanggungan. 

Wajah Ibu yang sedang duduk sambil kudongengi lama-kelamaan tidak pucat lagi seperti tadi. Ia yang sebenarnya punya hak merajuk malah membual dengan tanggapannya yang halus melalui cerita-ceritaku yang isinya tentang keluhan hidup, kadang Ibu menampakkan senyum manisnya menanggapi lucunya aku bercerita. Ibu jadi sisi lain dari hati  kecilku yang tak pernah kudengarkan. Ibu mampu melakukan hal yang sama dengan hati kecilku itu, dalam rumah yang sedang berantakan sekalipun.  

Payung, hujan, bahkan dewa penabur awan tidak berhasil membuatku kabur, sebab Ibu selalu kuat bertahan di rumah. Dan sebab lainnya, rumah mampu diam tanpa suara mengabaikan bencana yang datang tidak terduga meski ia sebenarnya telah menduga. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��