Refleksi: Kata-Kata Sebelum Berpisah

Kepada waktu yang mempertemukanku dengan orang-orang hebat dan inspiratif kuucapkan terima kasih. 
Kepada kesempatan yang tak akan datang 2 kali, kepada peluang yang kusimpan jadi kenangan, kusanggup melepas walau kadang hati memang tak ikhlas. 
Sama saat di depan mic karaoke, kudiam karena ada yang kuhayati dengan kurang ikhlas. (apa yang kudengar tak pernah keluar dengan baik lewat visualisasiku)
Pertanyaan-pertanyaan biasa yang kupikir dengan luar biasa.
Kusangat sadar berada di taraf -ah sama saja-
Tapi candu
sedang yang lalu, tak bisa begitu saja berlalu, masih berlanjut, meski tak perlu diurut! 
Kepada kawan pemberi nasihat, kurawat petuah itu hingga kau nanti ingat aku melakukan tidak semata-mata aku dan kemauanku, aku masih butuh kamu, kamu, kamu, hingga kamu yang lain. 
Kepada ruang yang membuatku menyelesaikan tugas akhir, air mata masih mengenang hadirmu belum sempat tergantikan walau sudah hari terakhir kujaga kamu. 
Kepada segala jerapah yang mampir dalam ingatanku, aku mau pamit. 
Tidak, kita akan pamit anak-anakku(!)
Ini sebuah pernyataan 'tuk meninggalkan yang aku sebut.... 
"Iya", sebenarnya bukan tidak.. 
Seperti apa? 
Kenapa kata-kata ini menjemukan?
Realita terlilit kata, kata menggelepar bak keset di jalanan. 
Ya sudah pamit saja. 
Ciao

Dikosongkan 



Nb: 
Kesedihan berlarut dan rasa emosionalku yang tidak karuan akhir-akhir ini terjadi disponsori oleh kekuatan pikiran didorong suasana. Sedangkan 'tempat' menjadi latar terpenting bagi diriku menyanggupi sedih berlanjut ini. Barangkali aku mulai besok tak bisa lagi sedih, karenanya kutulis kesemrawutan pikiranku dalam kata yang tak ada rapi-rapinya dipahami.



Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��