Tugas UAS: PPLH Seloliman - Percontohan Pengelolaan Ekowisata bagi Kabupaten Mojokerto

Pendahuluan
            Mojokerto sebagai wilayah kabupaten dengan 18 kecamatan merupakan tempat yang memiliki topografis  terletak pada dataran rendah lembah Sungai Brantas hingga dataran tinggi Pegunungan Penanggungan dan Welirang[1]. Oleh karenanya, tersebar pula tempat-tempat wisata yang menjadi daya tarik dari kabupaten yang merupakan bagian dari provinsi Jawa Timur ini. Misalnya saja dapat ditemukan berbagai wisata alam memanjakan mata seperti air terjun, hutan lindung dan pemandian air panas di daerah kecamatan Pacet dan kecamatan Trawas sebagai kecamatan yang berada paling tinggi di atas yang lain sesuai topografi.
Di kecamatan Pacet, terdapat beberapa wahana rekreasi keluarga yang sengaja dibangun sesuai dengan potensi alam yang ada di Pacet seperti, kolam renang (Pacet Mini Park, Joglo Park, Ubalan, Padusan pemandian air panas), arum jeram, rafting, outbond dan beberapa penginapan seperti vila dan hotel yang menunjang akomodasi wisatawan. Sedangkan di kecamatan Trawas, sebagai kecamatan yang letaknya paling tinggi di kawasan kabupaten Mojokerto,  digunakan pula untuk outbond, penginapan, dan tempat bermain serta belajar yang asyik tentang pengelolaan alam yang biasa disebut PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Seloliman oleh warga Mojokerto.
Selain pesona alamnya yang menawan di daerah dataran tingginya, Mojokerto juga menyimpan berbagai keindahan peninggalan masa lampau dari kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit diperkirakan pernah berdiri pada abad 13M hingga 15M[2] di kabupaten Mojokerto dengan bukti-bukti peninggalan sejarah seperti beberapa candi di Trowulan yang merupakan gerbang atau pintu masuk ke kerajaan Majapahit. Trowulan sendiri merupakan kecamatan yang memiliki paling banyak situs peninggalan. Situs-situs tersebut seperti candi wringin lawang yang terletak di desa Jatipasar, candi bajang ratu dan candi tikus yang berada di desa Temon, situs kedaton di desa Sentonorejo, kolam segaran sebagai tempat pemandian puteri kerajaan Majapahit pada zaman dahulu yang terletak  desa Trowulan, dan beberapa peninggalan lain yang menjadi koleksi di museum Trowulan.
            Kayanya potensi alam maupun sejarah yang terdapat di Mojokerto ini tak begitu diimbangi dengan sikap-sikap yang mendukung pada konservasi. Hal tersebut terjadi karena, usaha pemerintah dalam mengembangkan potensi wisata yang ada hanya berada di satu pihak saja. Artinya, masyarakat tidak begitu dilibatkan dan ikut campur dalam urusan ini. Namun, jika kita melihat sisi lain dari Mojokerto terdapat salah satu wahana wisata yang melibatkan masyarakat secara langsung di dalamnya, yang berdiri tanpa bantuan pemerintah daerah.



Mojokerto : Potensi dan Program Wisata
Potensi wisata di kabupaten Mojokerto, dari dataran rendah hingga ke dataran tinggi tersebar secara cukup merata. Hal ini dapat dilihat pada peta persebaran tempat wisata di kabupaten Mojokerto sebagai berikut:


Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/mojokerto/map/mojokerto-map.html



Sumber: http://putramaja.tripod.com/Mojokerto/petaB.htm




Peta di atas merupakan gambaran beberapa potensi wisata yang masih belum diperbarui pendataannya hingga akhir tahun 2015. Kelengkapan pendataan dan kebutuhan lainnya yang berurusan dengan pariwisata merupakan tanggung jawab dari pemerintah sebagai pihak pengelola wisata. Dalam perkembangan yang terjadi pada pariwisata di Mojokerto, Disporabudpar (Dinas pendididkan olahraga badaya dan pariwisata) merupakan pihak yang sangat berperan aktif dalam pengelolaan. Sedangkan, masyarakat lokal memiliki peran yang kecil untuk menunjang pariwisata di kabupaten Mojokerto.
            Pada tahun 2008, Mojokerto pernah mengalami masa dimana sekolah-sekolah dari tingkat SD hingga SMA mendapatkan study tour secara gratis bernamakan “wisata lokal” dari pemerintah kabupaten. Wisata lokal bertujuan agar para peserta didik di kabupaten Mojokerto lebih mengenal tentang tempat-tempat atau zona wisata yang ada di daerahnya, pengelolaan pariwisata dan lingkungan, sosialisasi budaya,  dan untuk rekreasi. Destinasi wisata dari wisata lokal sendiri meliputi daerah Trowulan (candi tikus, candi bajang ratu, candi gentong, candi brahu, museum Trowulan), Mojosari (TPS Mojosari), Trawas (PPLH Seloliman), dan Pacet (Pacet Mini Park) yang ditempuh dalam waktu sehari. Sayangnya, program tersebut hanya berjalan setahun pada tahun itu saja, dan tidak semua peserta didik yang ada di Mojokerto menikmati program tersebut.    
PPLH Seloliman dan Ekowisata
            PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Seloliman terletak di Dusun Biting, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto[3] merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bukan bagian dari instansi pemerintahan. Tujuan berdirinya PPLH sendiri yang paling utama ialah terbangunnya kesadaran masyarakat akan lingkungan yang lestari dan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan hidup. Semua lapisan masyarakat dapat terlibat dan ikut program yang ditawarkan dari PPLH.
            Seperti halnya pada wisata lokal yang diadakan 6 tahun silam yang merupakan upaya pemerintah kabupaten untuk lebih mendekatkan peserta didik di kabupaten Mojokerto dengan lingkungan, kegiatan yang dilakukan oleh PPLH Seloliman pun seperti itu hingga sekarang. Artinya, dalam program yang ditawarkan oleh PPLH, selalu lebih mengutamakan lingkungan dan interaksi manusia dengan lingkungannya. PPLH Seloliman juga memiliki program pelatihan ekowisata, yang mana ekowisata dapat diartikan sebagai:
“ responsible travel to natural areas that conserves the environment and improves the well-being of local people” (TIES, 2000 via Damanik dan Weber, 2006:37).
             Terdapat empat program ekowisata di PPLH Seloliman diantaranya ialah:
1. Ekowisata Pendidikan ( Hutan,Sawah,Desa,PLTMH )
Pengunjung akan diajak melewati kawasan hutan lindung, dimana itu adalah salah satu jalan menuju desa percontohan yakni Kampung Organik Sempur. Desa ini merupakan desa binaan dari PPLH Seloliman yang mana warganya telah membentuk kelompok tani yang mengaplikasikan pertanian ekologis dan home industry (sic!) pembuatan kripik dari bahan ekologis. Dari sini pengunjung akan diajak ke PLTMH dan dalam perjalanan menuju PLTMH pengunjung akan dmelihat(sic!) hamparan sawah. PLTMH merupakan energi terbarukan yang saat ini sedang dikembangkan dan banyak digunakan sebagai energi alternatif.
2. Ekowisata  Alam  ( PPLH,Hutan, Candi Jolotundo )
Jalur ini merupakan jalur tracking rute pendek. Dari PPLH Seloliman pengunjung akan diajak melewati hutan lindung dengan vegetasi yang masih alami, didalam hutan lindung sendiri terdapat sumber mata air yang berjarak kurang lebih 800 meter dari PPLH Seloliman. Jalur yang dilewati cukup memacu adrenalin karena pengunjung akan diajak melewati kaki Gunung Penanggungan. Tiba di lokasi Candi Jolotundo yang merupakan pemandian Raja Erlangga, pengunjung akan diberikan informasi tentang sejarah dan mitos - mitos yang ada di candi Jolotundo.
3. Ekowisata Gunung Penanggungan
Gunung Penanggungan (Pawitra) berada pada ketinggian 1653 Mdpl, posisinya berada di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur). Berjarak kurang lebih 55 Km dari Surabaya, disekujur lereng gunung ini ditemui berbagai peninggalan purbakala baik candi, pertapaan, maupun petirtaan dan paling banyak berada di sisi lereng sebelah barat. Berdasarkan study selama dua tahun (2012-2014) ditemukan 116 situs percandian atau obyek kepubakalaan, jika pengunjung PPLH Seloliman ingin mendaki ke gunung ini sampai ke puncak memerlukan waktu 4-6jam dari PPLH Seloliman dan didampingi oleh guide yang sudah hafal daerah ini.
4. Live In Village
Merupakan salah satu program pendidikan lingkungan yang melibatkan peran serta masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Mereka kan tinggal dan mengikuti aktivitas dari warga desa yang menjadi orang tua angkat sementara selama beberapa hari.[4]

“… pembangunan sumber daya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholder) dan nilai kepuasaan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang”[5]
            Keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan tentu didapat dari program yang ditawarkan oleh PPLH Seloliman. Tidak hanya itu, pembangunan sumber daya yang digali dari masyarakat lokal sendiri terutama pada program live in village juga merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan dari program ekowisata sendiri. Ada beberapa kriteria untuk mendirikan sebuah ekowisata seperti halnya di PPLH Seloliman, hal tersebut berkaitan dengan:
-          Pengembangan produk wisata yang bernilai ekologi tinggi (green product)
-          Seleksi kawasan wisata yang memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity)
-          Pengabaian produk dan jasa yang banyak mengonsumsi energi dan yang menimbulkan limbah (polusi, kongesti,dll)
-          Penciptaan standarisasi dan sertifikasi produk wisata berbasis ekologi
-          Pelatihan dan penguatan kesadaran lingkungan di kalangan warga masyarakat
-          Pelibatan penduduk lokal dalam kegiatan penyediaan dan pengelolaan jasa wisata
-          Pengembangan kolaborasi manajemen trans-sektoral dalam pengembangan ekowisata[6]
Kondisi geografis dan masyarakat lokal sekitar PPLH Seloliman yang mendukung adanya program ekowisata merupakan kunci utama. Masyarakat lokal dengan kesadaran masing-masing ikut mengambil bagian dari ekowisata. Peran pemerintah sangat kecil dalam pengelolaan PPLH Seloliman, yang membedakan dengan pengelolaan wisata sejarah di bawah pengelolaan Disporabudpar.  



Analisis Masalah
Pengelolaan Ekowisata PPLH Seloliman, Trawas, Mojokerto setidaknya telah memenuhi beberapa kriteria yang diperlukan agar suatu pariwisata tersebut dapat dikatakan sebagai suatu ekowisata. Terutama dalam hal ini yang paling ditekankan ialah keterlibatan manusia di sekitar tempat tujuan wisata. Berbeda dengan pengelolaan pariwisata di kabupaten Mojokerto secara keseluruhan yang hanya melibatkan pemerintah daerah kabupaten.
Manusia merupakan unsur terpenting dalam wisata. Bukan objek atau benda yang dapat diindera oleh manusia saja. Namun yang selama ini menjadi persepsi yang salah ialah bahwa pariwisata yang terpenting ialah objek bukan manusianya. Untuk mengubah konsep seperti ini belajar dari pengalaman PPLH Seloliman dalam membangun semangat masyarakat melalui ekowisata diharapkan mampu untuk mengatasi pariwisata di kabupaten Mojokerto yang masih kurang akan sentuhan masyarakat lokal.
Sebagai antropolog, kemungkinan besar kita tahu bahwa ekowisata melibatkan sedikit campur tangan dari pemerintah. Oleh karenanya, ekowisata untuk pengelolaan pariwisata di Mojokerto belumlah dapat diterapkan untuk keseluruhan potensi wisata yang ada namun, juga bukan hal yang tidak mungkin apabila pariwisata di kabupaten Mojokerto diserahkan pada masyarakat lokal yang mempunyai hak atas lingkungan tempat wisata tersebut. Dengan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata ini menurut hemat saya dapat lebih efisien. Hal itu karena masyarakat lokallah yang lebih tahu akan lingkungan di sekitar mereka serta untuk urusan konservasi lingkungan.
Pariwisata berkelanjutan sebelum menuju ke ekowisata merupakan hal yang perlu digalakkan. Pariwisata berkelanjutan ini merupakan tahapan menuju ke ekowisata, yang mau tak mau harus dilewati. Dalam pariwisata berkelanjutan “ ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber daya alam dan budaya”( Damanik dan Weber, 2006: 25). Dimana, ide dasar tersebut merupakan nilai yang terkandung dalam ekowisata.  
Kesimpulan
            Ekowisata yang menjadi andalan dari PPLH Seloliman merupakan suatu program yang sepatutnya diteladani oleh pemerintahkabupaten Mojokerto terutama dalam pengelolaan pariwisata. Pentingnya pengelolaan wisata ini, dikarenakan berkaitan dengan pendapatan daerah yang diperoleh dari bidang pariwisata. Ekowisata dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah kabupaten Mojokerto dalam melaksanakan pariwisata berkelanjutan. Bukan tidak mungkin, dengan menerapkan ekowisata, Mojokerto mendapatkan akses seperti Bali sebagai tempat destinasi wisata yang terkenal di Indonesia.  
Perubahan budaya yang terjadi setelah masuknya pariwisata di daerah sekitar tempat tinggal masyarakat merupakan hal yang wajar karena menurut Ahimsa-Putra pada sebuah jurnal “ melalui beberapa interaksi dan relasi sosial proses sosial menghasilkan bentuk hubungan sosial yang secara garis besar dapat dibedakan jadi dua, yakni yang bersifat associative dan disassociative[7]. Masyarakat dengan masuknya pariwisata di lingkungn mereka melalui seleksi alam akan mau tidak mau bergesekan dengan hal itu, yang mana apabila ke arah associative masyarakat akan ikut bekerja sama dalam pengembangannya.
Wisata lokal sebagai program pendidikan wisata peserta didik di kabupaten Mojokerto, selayaknya mendapatkan perhatian lagi. Berjalannya kembali program semacam wisata lokal, dapat membangkitkan pendidikan pariwisata di kabupaten Mojokerto dan mendukung penggalian potensi yang ada di masyarakat. Selain itu, dengan memperkenalkan wisata pada putra daerah, dalam hal ini ialah peserta didik kabupaten Mojokerto, juga dapat mengurangi jumlah pengangguran. Hal tersebut setidaknya dapat terjadi, karena terdapat penguasaan awal mengenai pariwisata di daerahnya, sehingga andil bagi putera daerah untuk bekerja di daerahnya sendiri menjadi besar dan menekan tingkat pengangguran serta migrasi ke luar kabupaten Mojokerto. Selain itu, dalm programnya yang juga mengunjungi PPLH Seloliman sebagai pembanding akan wisata yang dikelola pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat bisa menjadi bahan evaluas bagi peserta didik di kabupaten Mojokerto untuk membangun pariwisata yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat.  

Daftar Pustaka

Buku:
Damanik, Janianton dan Weber, F. Helmut. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Pitana, I Gede dan Gayatri, G Putu. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Jurnal:
Ahimsa-Putra, Heddy Shri dan Raharjana, Desta T. Jurnal Nasional Pariwisata, Volume 1, Nomor 1, Mei 2001. Dampak Sosial Budaya Pembangunan Pariwisata, Yogyakarta.
Website:
Disporabudpar.mojokertokab.go.id diakses pada 24/12/2015 pukul 19:41
pplhselo.or.id diakses pada 26/12/2015 pukul 10:47.





[3] pplhselo.or.id diakses pada 26/12/2015 pukul 10:47.
[5] Dirujuk dari Janianton Damanik dan Helmut F. Weber (2006) dalam Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi, Yogyakarta, Puspar UGM dan Penerbit ANDI. hlm 26.
[6] Dirujuk dari ibid., hlm. 49.
[7] Jurnal Nasional Pariwisata, Volume 1, Nomor 1, Mei 2001, hlm 8.

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��