Desah Tetangga

Mendengar awal pembicaraan kami, aku sudah tahu arahnya. Banyak nasihat akan diberikan dari sudut dan sisi mana saja. Ya, hari ini aku pulang, ke rumah yang tinggal menunggu waktu untuk dibenahi. Aku pulang tak membawa apa-apa selain cerita yang oleh mereka selalu dinanti. Aku pulang pada tempat yang selalu menerimaku dengan air yang menawarkan rindu mandi pagi. Aku pulang dengan sedikit perintah ketika kembali pulang: " Jangan mati muda, ibalah dengan orang-orang yang memperjuangkan kamu sampai saat ini, maka cukup berhati-hatilah!", 
Kalimat tersebut tidak cukup panjang, tapi memiliki arti yang selalu mekar kapanpun dimanapun berada. Bukan lagi tentang bagaimana lirik lagu ditranslasi hingga dianalisis makna dalam bait per baitnya, saat ini diharapkan banyak perenungan diri, menanggapi api yang selalu menjadi api tapi terus padam hanya karena air. 
Hingga pada percakapan yang lain aku diingatkan lagi secara tidak langsung, tapi aku paham "Jangan jauh-jauh! lebih baik di sini saja yang penting mencukupi". Pada kalimat tersebut aku sedikit banyak meronta membiasakan puzzle dalam imajinasiku yang tercecer bagai lunas menjawab getar dan getir dalam hati kecil. Di gang 1 Kasiyan, sebagai tempatku banyak bermain petak umpet, angkle, pathil lele, sodoran, boyo-boyoan, boi-boian, pak tani, bekel, hingga lompat tali waktu umurku masih 5-13 tahun, kutitip sebentar segala rasa yang telah kutinggal bersamaan dengan manusia-manusia yang mengandalkanku ada. Pada kata 'jangan' yang diandalkannya, aku dalam kebimbangan seperti sepupuku yang masih belum mau menggunakan pembalut sebagai pembuntu.   

Comments

Post a Comment

Menulislah selagi mampu

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��