Bahasa: Minoritas Berkualitas (3)
Kita tak Hanya Bahagia
(Part 3 : Alasan)
Dan aku berharap
tugas-tugas OSIS tak menjadi beban bagiku untuk lebih giat belajar (Hei ini
baru awal semester//suara hati). Seiring dengan hal-hal seperti itu, nyatanya
memang tak mengganggu sekolah. Hanya sepertinya yang perlu diperhatikan
akhir-akhir itu ialah cuaca yang buat orang cepat terkena sakit.
Yups, bagiku 21
orang di kelas itu rasanya sedikit. Pasalnya di kelas 10 dulu memang ada 36
orang :D Nah, hari-hari itu temen yang sakit itu lebih dari 2. Dan “Elisa”
adalah penyumbang absensi terbanyak pada saat itu. Entah kenapa penyebabnya
gadis periang itu sakit untuk jangka waktu yang lama. Sebelumnya kelas terasa
hampa dengan tidak ada yang teriak “ Kebacut” dengan dialeknya. Pun setelahnya
juga memang masih terasa hampa.
November 2012
Nyatanya keadaan
Elisa bertambah buruk. Jumlah absensi Elisa pun bertambah seiring berjalannya
waktu. Kami menyadari ada hal yang tidak beres dengannya. Dengan inisiatif
akhirnya kita menjenguknya dan untuk kali pertama ke rumahnya. Sayangnya aku
tidak ikut dalam kunjungan pertama itu. Dengan mendengar “katanya” aku berharap
memang Elisa dalam keadaan yang baik-baik saja.
Saat sempat dia
masuk sesekali. Tapi tak sampai satu minggu, dia akan terbaring lagi. Dan
pernah pada suatu waktu, aku, Dian, Elisa berpose seperti orang tidur ngobrol
dengan santai. Mendengar ceritanya aku baru sadar, setelah Elisa menghentikan
percakapan. Ya, dia terlalu kuat untuk badannya yang lemah saat itu. Dian
mungkin juga akan mengingat percakapan saat itu J
Pertengahan Desember 2012
Ulangan Semester 3
akhirnya telah usai. Class meeting akhirnya
juga dimulai. Namun beberapa hari sebelum pelaksanaan kita (11 Bahasa)
disibukkan menjadi panitia “Festival Teater Jingga”. Oh ya mengapa teater dan
mengapa kita semua panitia? Jawabannya karena Elisa. Ya, kita menuruti
kemauannya untuk menjadi member Jingga (Ini baru setia kawan). Tapi memang
kalau dipikir-pikir bagaimana kelanjutan teater kalau tidak ada kita (Bahasa)?
Saat itu wajahnya
pucat, menunjukkan waktu 3 sore. Namun tak seperti biasanya ia belum pulang.
Wajar saja, setelah sering sakit ia tidak pernah pulang terlambat. Hanya karena
“Teater Jingga” ia merasa punya tanggung jawab dan kewajiban untuk melakukan. Lagi
pula hari itu adalah GR (seladi resik) untuk acara keesokan harinya. Kita bekerja
sampai Om Yanto (satpam sekolah) meniupkan peluitnya, yang berarti kita
diharuskan pulang karena sudah menjelang Maghrib (maklum sekolah kita
disiplin).
Aku ingat betul saat
Elisa duduk tersenyum di bangku yang digunakan untuk properti besok. Fotonya, mmmm…
dia masih terlihat cantik J Apalagi saat
itu kita hari pertama mengenakan “ Kaos Apik” kaos kebanggaan *waks J
Kiri atas ke kanan (Miggy, me, mb. Tiwi)
Kiri ke kanan bawah (Yuli, Lenny, Zannah, Elisa, Peng, Dita, Brenda, mb. Sri)
Pamer Kaos Apik
Gladi resik (gak sengaja ke foto)
Hari Festival
Adalah parodi yang
menjadi tema festival kali ini. Semua kelas berlomba untuk menampilkan yang
terbaik. Kecuali kelas kami. Dengan alas an kita panitia, kita juga yang
menjadi pembuka dalam festival hari itu. Amel dan Bayu menjadi pemeran utama
hari itu.
Karena terlalu
mengurusi teater, lomba antar kelas kita tidak jalan. You know why? Karena kita
terlalu excited dengan parodi. Jadi kita sudah sepakat untuk tidak menang dalam
lomba-lomba class meeting yang diadakan OSIS SMAN 1 Puri.
Elisa tidak tampak
muncul dalam arena lomba. Aku tahu betul. Dia kelelahan kemarin. Dan untuk naik
ke aula atas dan kembali lagi ke kelas yang ada di lantai dua sangatlah
melelahkan baginya. Ya, dia hanya istirahat di dalam kelas selagi lomba sedang
berlangsung. Bahkan, mas Andre (pelatih teater) juga memaklumi hal itu.
Pemenang untuk parodi dalam Festival Teater Jingga tahun ini adalah XI IPA 3. Hadiahnya hanya piala bergilir, mengingat uang kas teater dan uang yang dikucurkan OSIS untuk kita tidaklah cukup. Heheh J
Pemenang untuk parodi dalam Festival Teater Jingga tahun ini adalah XI IPA 3. Hadiahnya hanya piala bergilir, mengingat uang kas teater dan uang yang dikucurkan OSIS untuk kita tidaklah cukup. Heheh J
Ini adalah piala bergilrnya (besar ya :D)
Masuk awal semester 4
Menurut kita adalah “ada-ada
saja” saat itu. You know why? Karena akan diadakan lomba pbb murni antar kelas.
Weiiiits, itu menyusahkan bagi kita. Iya, kita. Pertama, gegara temen-temen
banyak yang sakit. Termasuk aku –“ yehet, aku baru tahu rasanya gak bisa bangun.
Jinjja, neomu apha L Tapi tenang, aku cepat membaik kok. Dan aku
gak akan merengek diikutkan (niat).
Langsung tempat
kegiatan acara,
Hari itu Elisa
masuk(ini yang terakhir). Dia member semangat untuk kita yang ikut lomba pbb.
Dita yang notabene anak pramuka juga gak bisa ikut karena baru saja sembuh dari
sakit. Duh, kelas ini virusnya cepet banget nular.
Dan akhirnya, pasti
kita tahu kalau kita kalah. Sebelum pengumuman aja aku udah intip nilainya. (hehe
memanfaatkan jabatan :D maaf Tuhan saya berdosa). Oke cerita kita hanya akan
diakhiri dengan foto pasca PBB J
Aku gak ikut foto, woy --"
Ini acara terakhir dengan Elisa
dan ini orang-orang yang ikut lomba
Selasa, 29 Januari 2013
Kami telah
merencanakan untuk menjenguk Elisa. Karena kabarnya dia masuk ke rumah sakit ( Ini
kesekian klinya ia keluar masuk rumah sakit). Semua sepakat untuk ke sana hari
Jumat setelah acara maulud nabi. Endah, Dita, Wahyu, dan 2 teman lain
berinisiatif menjenguk sebelumnya.
Rabu, 30 Januari 2013
Masih jam 8. Semua masuk
tentu kecuali Elisa. Saat itu mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas. Di sebelahku
saat itu adalah Zannah. Dan aku tahu betul dari jam 8 ke atas, Desy Nurma (temen
OSIS) memberiku pesan singkat melalui telepon genggam. Sebenarnya aku lebih
tertarik pada apa yang disampaikan Bu Anis (guru bahasa Indonesia). Tapi melihat
Dema (panggilan akrab) tiba-tiba sms, aku jadi penasaran juga. “ Temenmu yang sakit gak papa ta? Kok katanya
ada berita buruk?” Deg! Sms macam apa? Siapa yang dimaksud? Elisa? (hatiku
berkecamuk). Segera setelah itu kuberitahu Zannah aku mendapat sms yang isinya
membuat terkejut.
Perlahan tapi pasti,
Zannah kusuruh untuk mengirim pesan ke kakak Elisa. Sayangnya, pulsanya habis.
Dan akhirnya, Dita mengambil HPnya yang sedang diisi baterai di dekat pintu
masuk kelas. Belum sampai Dita mengirim, terdengar ketukan pintu. Dan Bu Prih (walas)
datang, kemudian meg-cut pembelajaran. “Teman-teman,
Elisa meninggal dunia”. Aku yakin, wali kelasku pun saat mengatakan hal itu
juga tidak percaya. Apalagi beliau 2 tahun ini menjadi wali kelas Elisa. Bukan apa-apa
kenapa selalu orang baik yang meninggalkan kita terlebi dahulu?
Bisa ditebak,
setengah jam kita hanya menangis. Bu Anis juga tak kuasa menahan tangisnya saat
itu. Beliau menghentikan pembelajaran, dan memberi kita waktu untuk calm down
atau mungkin beliau juga melakukan hal yang sama dengan menghentikan
pembelajaran.
Ada penyesalan yang
mendalam hari itu. Ya, di saat kita semua belum bisa bertemu, untuk sekedar
mengucapkan cepat sembuh saat dia terbaring di rumah sakit. Dan saat kita
mencoba menunda waktu. Bahkan jika itu kematian tiada seorangpun yang tahu. Yah,
kita merencanakan hal yang salah saat itu. Ada hal yang dapat dipetik di hari
itu “ Menyesalpun tiada guna jika sudah terlanjur terjadi”
Aku melihat betul
jenazahnya terbujur kaku di atas dipan kayu. Aku menahan semua air mata yang
seharusnya keluar. Ya, kita harus melakukannya agar orang tua Elisa tidak
merasa bertambah berat kehilangan anaknya. Itu adalah salah satu pesan dari
Novi sensei sebelum kita berangkat menuju pemakaman Elisa.
Kita mengantar Elisa
sampai pembaringan terakhirnya. Ya, kita semua terkecuali Ulil yang saat itu
belum berani melihat dan belum bisa tenang, bahkan dia pingsan saat tibanya di
rumah Elisa. Mungkin Ulil sangat berat hati “kehilangan”. Kita memang ada di
tempat yang sama namun dengan latar tempat, waktu, dan suasana yang tak seperti
biasa.
Saat seperti itulah
mengapa tidak hanya ada bahagia di dunia ini. Selalu ada kesedihan yang
mendampingi. Dari hal itu kita belajar, bahwa “jangan terlalu bahagia, nantinya
kita akan terlalu bersedih”.
Seminggu itu adalah hal yang suram bagi kelas
kami. Kami belum bisa tertawa lepas. Bahkan jika ingin kita akan menahan karena
tahu jika terjadi akan menyinggung perasaan satu sama lain yang belunm bisa
move on dari kejadian itu. Dan seiring berjalannya waktu kami diberi tahu
jikalau Elisa sebenarnya kena Leukimia.
“Mawar indah di
bagian mahkota, namun jangan hanya dilihat. Coba kau raba bagian batang,
mungkin akan seperti itu kehidupan.”
Kunjungan ke makam Elisa
100 hari
Tbc~~~~~~~~~~~~~~~~~
Comments
Post a Comment
Menulislah selagi mampu