Berkasih: Kencan (3)

Bulir-bulirnya berisi air mata. Pasrah. 

Dikoentji 

Temui aku dalam cermin cembung


Aku menggamit tas, sekenanya. Bodohnya ternyata retsleting belum tertutup dengan benar dengan posisi lubang menganga ke bawah. Barangku dalam tas berhamburan. Kupungut satu per satu segera tak menunggu hujan yang belum juga reda. Ya, aku merencanakan bermain hujan di tengah lebatnya ia. 

Setelah surut untukku berkemas dan membawa semua barang yang tersisa dengan baik, aku duduk di kursi pojok tempat inap yang ikonik. Ya, yang cuma itu satu-satunya kursi berwarna kuning, mencolok dan menyilaukan mata. Dudukku sambil menghela nafas, karena kemudian sadar aku sedang tidak seperti biasanya, aku melakukan pernafasan ambil-buang dengan takaran yang pas: sadar kalau sedang tertekan. 

Keadaan kembali nyaman, dan akhirnya aku bermain dengan hujan. 

Bisik-bisik tetangga, katanya hujan antara musim hujan ke panas ini tidak enak di tubuh. Tapi aku dengan gemulai menari di bawahnya, tersenyum hangat pada air yang sedang tak enaknya mengenai tubuhku. 

Aku mengencanimu dengan segenap hati yang kutaruh padamu, padaMu, padaku. Dengan hujan yang turun tanpa aku harus berlindung, aku memercayai aku bahkan bisa melewati badai ketika bahkan tiada tempat terlindung. 

Bulir-bulirnya berisi air mata. Walau demikian harus dibiarkan karena bagian dari kehidupan, selamat berkencan. 

Comments

Tidak Ada Salahnya Tertarik Bahan Bacaan Lain ��